4. Kembali Terulang (joana)

240 26 2
                                    

"Terimakasih." ucap gadis itu lemah.

"Tutup saja mulutmu, atau aku akan merobeknya hingga tak terbentuk." jawabku ketus. Kini kami berada di kamarku. Kamar yang terlihat lebih menyerupai penjara dibandingkan kamar pada umumnya. Ngomong-ngomong tentang penjara, bagaimana keadaan laki-laki itu?

Sebagai seorang dokter yang mengetahui anatomi tubuh manusia dengan pasti, juga sebagai penembak jitu yang selalu tepat sasaran. Aku tidak pernah meleset. Tidak pernah sekalipun selama hidupku.

Aku telah menghindari organ-organ vital laki-laki itu, sehingga ia tidak mungkin mati hanya karena beberapa peluru yang bersarang di tubuhnya.

"Bajingan," umpatku saat kamar kami terbuka dengan kasar.

"Terimakasih atas penyambutanmu tadi Joana," Samuel berjalan dengan langkah terpincang, salah satu pahanya terbebat perban menandakan laki-laki itu telah mendapatkan perawatan, "satu milimeter lagi maka pisau tersebut akan mengenai pembuluh darah terbesar di pahaku itu."

"Sayang sekali, kurasa aku sedang kelelahan sehingga sasaranku jadi terlepas." Sindir Joana.

Samuel menggeram kesal. Amarah yang tidak bisa ia lampiaskan padaku, lantas ia lampiaskan pada Agatha yang kebetulan meringkuk di sudut ruangan.

Hantaman pada kepalanya membuat Agatha kehilangan kesadaran detik itu juga. Ya benar, Samuel membenturkan kepala Agatha ke dinding beton dengan kekuatan besar.

Bajingan! Entah kapan, dan bagaimana ceritanya aku telah menerjang laki-laki itu dan memukulnya bertubi-tubi. Tidak perduli laki-laki itu kini tidak sadar dan mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya aku tetap memukulnya berkali-kali.

"Jo...ah...nah..." bisik halus itu membuat tubuhku menegang. Berbalik menatap gadis yang tersadar sebentar kemudian kembali pingsan. Bajingan!

Aku melepas tubuh Samuel sebelum menendangnya sekali lagi, kemudian mengangkat tubuh Agatha yang seringan kapas. Anjing!

Dengan tergesa aku melarikannya ke klinik tempat para mafia ini biasa kuobati dulu. Yah... klinik memang terlalu menyepelekan tampilan ruang kerjaku.

Tempat itu menyerupai rumah sakit dengan peralatan lengkap, hanya saja ukurannya jauh lebih kecil. Setelah meletakan Agatha di bed pemeriksaan aku segera memeriksa keadaan wanita itu. Tanpa pemeriksaan penunjangpun aku tahu, bahwa gadis itu mengalami perdarahan di kepalanya. Namun tidak terlalu berbahaya, sehingga bisa menumbulkan kematian.

Satu pertanyaan yang selalu terbayang dalam benakku sejak tadi. Mungkinkah?

Perlahan kubuka seluruh pakaian yang dikenakan Agatha kecuali pakaian dalamnya. Secara keseluruhan gadis itu tampak memprihatinkan. Ia terlihat kurang gizi. Amat kurus dengan lebam hampir di sekujur tubuhnya. Perlahan kusentuh ia dibagian perut. Padat, teraba sedikit di atas pusar. Kemungkinan usia janin tersebut 24-26 minggu. Aku melirik mesin USG kemudian menghidupkannya.

"Dokter..." panggilan tersebut merusak konsentrasiku.

"Aku tidak tahu mereka menyewa dokter lain setelah kepergianku." ucapku dingin. Aku tahu laki-laki itu juga seorang dokter, karena untuk tahu siapa diriku sebenarnya haruslah ia yang memiliki profesi sama sepertiku. Seorang dokter atau seorang mafia. Karena dari penampilannya laki-laki itu tidak terlihat mengancam, aku putuskan dia juga seorang dokter.

"Suatu kehormatan bisa bertemu langsung dengan anda," ucap laki-laki itu membuatku mendengus jijik. Aku memang amat terkenal, bukan sombong tapi itu adanya.

Prestasiku yang lebih banyak dari jumlah koruptor di Indonesia membuat namaku dikenal oleh seluruh dokter di bumi ini. Juga ketrampilanku membunuh dengan hitungan detik membuatku ditakuti oleh musuh-musuhku.

Stuck In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang