"Seseorang yang pernah hadir, kemudian pergi, yang telah berusaha kau kubur dalam dalam di hati, kemudian bangkit lagi tanpa kau minta, itu seperti zombie."
Bel masuk berbunyi. Baru saja Lara mendudukkan tubuhnya, untung saja tidak terlambat.
"Tumben baru sampe? Kemana aja neng? Gue kira lo gak masuk." Sederet pertanyaan itu keluar dari mulut Tasya."Kesiangan guenya." Jawab Lara singkat tanpa menoleh pada Tasya, karena ia sedang disibukkan dengan menata buku paket di loker meja, seperti biasa.
"Tumben kesiangan? Biasanya gapernah."
"Pernah sih, mungkin lo nya gatau aja. Namanya juga manusia." Ucap Lara sekenaknya.
"Gue juga ga bilang kalo elo tumbuhan sih, bodo amat juga."
"Hmm."
"Astaga ini bocah tumben banget nyebelin ya. Sarapan sama kenangan ya? Apa belum sarapan?" Omel Tasya pada sahabatnya itu.
"Ssttt.. mending diem deh dari pada gue plester tu mu-"
"Selamat pagi anak anak." Belum sempat Lara melanjutkan ucapannya, sudah terpotong oleh guru mata pelajaran pertama, matematika. Yang sudah siap dengan sederet rumus yang akan membuat kepala berasap.
"Selamat pagi bu" jawab murid murid dengan serentak, dengan nada pasrah.
***
Setelah seharian belajar, akhirnya bel yang ditunggu tunggu oleh seluruh warga sekolah itu berbunyi. Apalagi jika pelajaran terakhir membuat otak berasap, lebih senang mendengar bel pulang daripada diliatin doi, iyalah secara cuma diliatin bukan diajak ngobrol atau pulang bareng.
"Sya gue duluan ya." Kata Lara yang sudah selesai memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Kok tumben langsung balik? Tadi dateng telat sekarang pulang cepet." Ucap Tasya heran, tak biasanya seperti itu.
"Please ya gue tadi itu belum telat." Koreksi Lara.
"Yaa.. tapi hampir."
"Gapapalah cuma hampir, duluan guenya. Hati hati kalo balik." Kata Lara sambil berdiri menggendong tasnya.
"Oke, hati hati juga."
Tak ada jawaban, hanya acungan jempol kemudian hilang di belokan pintu kelas.Entah apa yang terjadi pada Lara hari ini, ia sendiri pun tak tahu. Ia sebenarnya tak ingin segera pulang, ia ingin pergi ke suatu tempat untuk berdiam diri. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke kedai depan sekolahnya. Semoga saja Tasya tidak tahu, karena jika tahu, bisa rusak telinganya. Bukan maksud untuk membohongi sahabatnya itu, ia hanya ingin sendiri terlebih dahulu.
Ia memilih duduk di bangku pojok, seorang diri. Ditemani milkshake vanilla kesukaannya. Selembar kertas dan pena sudah siap di atas meja. Ia mulai menulis, mengeluarkan isi hatinya.Sekarang belum senja, tapi aku ingin menulis. Semesta, aku akan bercerita. Ada apa denganku hari ini? Apa kamu tahu? Padahal kemarin aku baik baik saja. Akan terjadi apa padaku? Ah aku banyak tanya padamu. Maafkan aku. Tadi pagi, tiba tiba saja aku teringat padanya, padahal aku tidak sedang memandang fotonya ataupun barang yang dahulu pernah ia berikan. Padahal ia sudah ku kubur dalam hati, ia seperti zombie, sudah terkubur tapi mampu bangkit. Dadaku serasa sesak, oksigen susah masuk ke paru paruku. Padahal nyatanya oksigen sangat banyak. Aku teringat lagi, kisah yang sudah lama pergi, tapi rasa masih menetap, belum mau pergi, atau bahkan tidak mau? Lagi lagi aku bertanya, maafkan aku ya semesta. Sepertinya aku yang bodoh, ralat, bukan hanya sepertinya, memang aku yang bodoh. Bahkan dia sudah menemukan pengganti diriku, tapi tetap saja hatiku masih tertinggal padanya. Bodoh sekali ya. Sudahlah, aku sudah lelah, biarkan saja terjadi seperti seharusnya. Akan kunikmati saja sesak ini. Semoga esok ia kembali terkubur. Jangan menjadi zombie lagi, aku takut.
Lara
15.28 WIBDengan menumpahkan isi hatinya pada kertas putih, ia merasa lebih baik dari sebelumnya. Lara memang lebih suka bercerita pada semesta lewat tulisan tulisannya. Itu lebih menyenangkan menurutnya. Ia meneguk milkshake yang sedari tadi ia anggurkan karena sibuk merangkai kata kata, bercerita pada semesta.
"Illa?" Panggilan itu, yang bertahun tahun tak ia dengar.
Apakah benar? Dia?
---------------
Update lagi yaaa 😅 Gimana ceritanya? Mau kasih kritik dan saran? Boleh banget diterima dengan senang hati ;) Tinggalkan jejak ya :) Jangan lupa vote dan komen. Terimakasih :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Подростковая литератураMasalalu yang masih menghantui, yang membuatnya trauma untuk tersakiti lagi, dengan alasan yang sama. Tunggu saja apakah waktu mengizinkannya membuka hati kembali atau tidak.