Happy reading❤
Evelyn meminta Sarah untuk ikut ke rumahnya, membahas persiapan ekskul teater di pentas seni sekolah mereka supaya lebih matang. Sarah sempat menolak dengan alasan, mengapa Niana dan anggota yang lainnya tidak diajak. Dengan senyum yang menenangkan, Evelyn berkata bahwa Sarah lebih memahami isi cerita tersebut. Disinilah mereka sekarang. Di dalam mobil mungil milik Evelyn yang sedang melaju menuju kediamannya.
Tiga puluh menit sudah mereka tempuh. Evelyn mempersilahkan Sarah untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Sementara itu, Evelyn berganti pakaian dan mengambil minuman untuk dirinya dan Sarah. "Apa lagi yang mau kita bahas, Eve?" Sarah memutar-mutarkan ponselnya. Evelyn menganggukan kepalanya. Terlihat sedang memikirkan kalimat untuk menjawab pertanyaan sarah. "Masalah dialog udah aman, kostum juga udah siap, uhm..apa lagi ya yang belum?" Evelyn mengambil kaleng soda, meneguknya dan memberikan yang satunya untuk Sarah dan langsung diterima gadis itu. "Oh iya, properti, Eve. Udah siap belum?"
"Ah iya, properti! Gue hampir lupa soal itu."
"Astaga, Evelyn! Untung aja gue nanya, coba kalau nggak. Pasti bakal berantakan kalau nggak ada properti, Eve. Duh lo gimana sih?!" jawab Sarah dengan nada yang lebih tinggi. Sarah mencoba menghubungi Aldri agar lelaki itu segera mengurus properti untuk pentas nanti. Namun dengan cekatan Evelyn merebut ponsel milik Sarah dan memutus panggilan kepada Aldri.
"Evelyn! Kok lo nggak sopan banget sih, ngerebut handphone gue?! Itukan demi kebaikan ekskul kita."
"Oh, gue nggak sopan ya?" tanya Evelyn begitu tenang. Sedangkan Sarah sudah memasang wajah kaget dan kesal. "kalau begitu gue minta maaf deh, Sar."
"Iya, gue maafin."
"Tapi, kalau orang yang suka menguping pembicaraan orang lain, kira-kira itu sopan nggak, ya?" tanya Evelyn, membuat Sarah kebingungan. "Maksud lo?"
"Lo pikir aja, Sar. Ada orang yang berani-beraninya nguping pembicaraan gue."
Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu masih tidak mengerti kemana arah pembicaraan ini. "Siapa sih, Eve? Gue nggak paham."
"Sarah. Lo nggak ingat tiga hari yang lalu, lo kemana? Lo pasti ke rumah sakit kan, mau jenguk Naomi?"
"I-iya g-gue emang ke sana, tapi cuma beli obat untuk mama gue yang lagi sakit. Gue nggak sempat jenguk Naomi."
Evelyn tersenyum dan menggenggam tangan Sarah. "Lo tahukan, gue nggak suka orang yang bohong?" Sarah mengangguk. "Berarti lo tahu dong, apa aja yang gue omongin sama Naomi?"
Sarah bungkam seribu bahasa. Takut ia salah berbicara. Evelyn mengencangkan genggaman tangannya pada Sarah. Kemudian mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Menyayat jari-jari lentik milik Sarah. Meringis saat jari-jari tersebut mengeluarkan cairan berwarna merah segar. "Ini baru permulaan aja, Sar."
"Sakit jiwa lo ya. Eve! Gue nggak nyangka, lo bisa sejahat ini." bentak Sarah menahan perih, meluapkan emosinya kepada Evelyn yang telah ia tahan dari tiga hari yang lalu.
Tiga hari yang lalu, setelah membeli obat untuk sang mama, Sarah memang berniat menjenguk Naomi seorang diri. Tetapi, ketika hendak memasuki kamar rawat Naomi, ia mengenali suara yang tidak asing baginya. Mendengar ucapan orang itu membuat Sarah terkejut. Samar-samar Sarah melihat dari balik tirai bahwa Naomi sudah sadar. Namun wajahnya pucat pasi melihat gadis dihadapannya.
Sarah yang mengetahui hal itu pun langsung pergi lantas berniat memberi tahu Niana dan pihak berwajib. Namun, tanpa Sarah sadari, gadis itu sudah tahu kedatangannya. Ia tidak akan tinggal diam. Tidak boleh ada yang mengetahui aksinya. Jika ada, orang itu harus segera ia lenyapkan dari muka bumi. Apapun caranya akan ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Scream You Die
Mystery / Thriller(ON GOING) Naomi ditemukan tergeletak tak berdaya di ruang komputer dan segera dilarikan ke rumah sakit. Niana, teman dekat Naomi mencoba mengungkap pelaku yang membuat temannya menjadi seperti itu. Di lain sisi, mereka tak mengetahui ada seseorang...