Chapter 5

46 11 1
                                    

Happy reading❤

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari lima menit yang lalu. Tapi Niana dan beberapa temannya masih di kelas untuk piket. Sarah sudah menuju ruang teater sejak bel pulang berbunyi.

Ketika semua sudah beres, barulah Niana menuju ruang teater. Ternyata baru ada Sarah, Tatiana, Aldri, dan Mike. Seharusnya eksul teater ini sudah dimulai lima menit yang lalu. "Loh baru kalian doang yang datang?"  Tanya Niana, "Iya. Eve nggak tau tuh kemana. Harusnya kan dia datang duluan. Secara gitu ya dia kan ketua teater. Eh malah telat. Nggak ada kabar lagi." Ucap Tatiana ketus.

"Nggak usah gitu juga dong, Tat. Siapa tau dia ada urusan yang lebih penting." Jawab Mike menenangkan gadis blasteran Indonesia-Kanada itu. "Ya seharusnya dia bisa lebih prioritasin teater dong. Bukannya hal lain. Sebentar lagi kita kan mau pentas. Harusnya dia sebagai ketua harus bisa on time dong." Jawab gadis itu lagi.

"Udah Tat. Nggak enak kalo Eve denger." Ucap Sarah, "Biarin aja. Biar dia tau." Jawab Tatiana lagi.

Ucapan Tatiana sungguh melukai hati Evelyn yang mendengarnya. Lalu dengan sikap yang seolah biasa saja, Evelyn masuk ke dalam ruang teater. Semua yang ada di dalam ruangan sejuk itu menoleh kepada dirinya. Aldri menyenggol lengan Tatiana seraya berbisik, "Tuh kan Tat. Anaknya langsung datang." Sedangkan Tatiana hanya melirik sinis kepada Evelyn. Eve menyadari hal itu namun ia berusaha tidak peduli.

Tak lama setelah Eve masuk, datanglah Bu Riana.

***

Niana duduk di sofa ruang tv. Ia sudah sampai rumah sejak lima belas menit yang lalu. Rumahnya tampak sepi. Hanya ada Bi Imah yang sedang masak untuk makan malam.

Pintu rumahnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki yang berusia tiga tahun lebih tua darinya. Lelaki itu menghampiri Niana dan menghabiskan minuman milik gadis itu. "Nanti tinggal ambil lagi di kulkas." Ucap David sebelum Niana protes. "Baru balik? Naomi gimana?" Tanya Abangnya.

"Iya. Ya gitu, masih kritis." Jawab Niana lesu. "Mau ke rumah sakit nggak?" Tawar David.

"Mau. Nanti aja jam tujuh. Gue mau mandi dulu deh." Ucap Niana bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

Setelah makan malam, David dan Niana bergegas menuju rumah sakit. David mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Hanya suara radio yang meramaikan perjalanan mereka.

***

Setelah David memarkirkan mobilnya dengan sempurna di basement. Kakak beradik itu berjalan beriringan menuju kamar rawat Naomi.

"Tunggu Ni," Cegah David ketika adiknya itu ingin membuka pintu. Niana menautkan kedua alisnya. "Kayaknya ada orang di dalam. Mungkin keluarganya? Kita tunggu dulu aja di sini."

Niana menurut. Tak lama mereka menunggu, akhirnya seseorang yang ada di dalam pun keluar. Betapa terkejutnya Niana melihat Evelyn keluar dari ruang rawat Naomi.

"Loh, kok lo di sini? Sama siapa? Dari kapan? Kenapa nggak bilang sama gue kalo lo mau jenguk Naomi? Lo ngomong apa aja sama Naomi?" Cecar Niana.

"Ni, kalo mau nanya satu satu dong." Ujar David.

"Gue mau jenguk Naomi, Ni. Gue sendiri. Belum lama kok gue di sini." Ujar Evelyn, "Gue balik duluan ya. Permisi Ni, Kak." Lanjutnya dan langsung pergi meninggalkan mereka.

Tak ingin ambil pusing perihal Evelyn yang datang ke sini secara tiba-tiba, Niana dan David masuk ke dalam. Melihat kondisi Naomi dengan mata yang masih tertutup rapat, selang infus yang berada ditangan mungil Naomi, dan beberapa luka yang masih nampak jelas dikulit putihnya membuat Niana meringis. Mata gadis itu berkaca-kaca.

Niana menggenggam tangan Naomi. "Mi, cepat sembuh ya. Gue yakin lo pasti sembuh. Gue janji bakal nemuin orang yang udah bikin lo kayak gini."

Cairan bening mulai keluar dari mata Niana. David mengelus pundak sang adik berusaha menenangkannya.

Satu jam mereka berada di ruangan ini. "Udah yuk, Ni. Udah malam, besokkan bisa ke sini lagi."

Niana menarik napas panjang dan mengangguk. "Gue pulang dulu ya, Mi. Lo cepat sembuh ya." Ucap gadis itu menghapus air mata yang menetes kembali.

If You Scream You DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang