BAB 3

1K 116 9
                                    


Ciel berjalan memasuki gerbang istananya. Dengan perasaan yang sangat sedih. Ciel terus berjalan, Hingga tanpa sadar menabrak seseorang.

“Ciel, kenapa denganmu?”

Ciel menatap keatas, menatap pemilik wajah yang ditabraknya. Mata Ciel terbelalak setelah tahu kalau itu adalah Edward, ayah Sebastian.

“Yang mulia, apa yang anda lakukan diistanaku.” Ucap Ciel.

Ciel melirik kedua orang dibelakang Edward. Sebastian dan istri sahnya. Jantung Ciel langsung berdetak tidak karuan.

“Kami berencana memberitahumu sesuatu.” Ucap Edward.

Ciel menatap Edward, kemudian tersenyum kecut.

“Aku sudah mengetahuinya yang mulia. Selamat atas pernikahan pangeran Sebastian.” Ucap Ciel.

Edward memegang kedua bahu Ciel lembut.

“Aku tidak bisa menolaknya. Jadi aku harap kau bisa mengerti situasinya.” Ucap Edward.

“Aku sangat mengerti yang mulia. Aku tidak marah.” Ucap Ciel.

Edward menghela nafas.

“Tapi aku tidak bisa melanjutkan pertunangan ini yang mulia. Maafkan aku. Jadi aku harap yang mulia bisa segera pulang. Ratu Catherine mengkhawatirkanmu.” Ucap Ciel.

Ciel melepaskan pegangan Edward, kemudian berjalan melewatinya. Sebastian menahan tangan Ciel.

“Jangan ganggu aku lagi.” Bisik Ciel.

Sebastian melepaskan tangan Ciel. Ciel melanjutkan jalannya. Sebastian menatap kosong punggung edward didepannya dengan setetes air mata yang keluar dari salah satu matanya.

______________________________________

     ‘Skenario yang kejam untuk sebuah kisah cinta yang tidak tersampaikan.’
______________________________________

Beberapa tahun kemudian......

Sebastian selalu mengunjungi hutan tempat dia dan Ciel bertemu. Selalu disiang hari. Tanpa sadar jika Ciel juga selalu mengunjungi tempat itu disetiap malam.

______________________________________

     ‘Maka saatnya tiba dimana di siang hari kau menjadi bimbang dan di malam hari kau menjadi sengsara.'
______________________________________

“Pangeran Sebastian! Mau kemana kau?” ucap Edward saat melihat sebastian memakai mantelnya ditengah malam.

“Aku ingin ke hutan ayah.” Ucap Sebastian.

“Untuk apa kau kehutan ditengah malam begini, bagaimana dengan istrimu?” ucap Edward.

“Aku mohon ayah, biarkan aku untuk malam ini mengingatnya kembali.” Ucap Sebastian.

______________________________________

     ‘Salah satu dari hati kalian pun memilih membuka kembali kisah yang sudah terbalik dan tertutup.’
______________________________________

Sebastian melajukan kudanya kedalam hutan. Kemudian berhenti di tepi danau. Melihat pancaran bulan yang terpantul dari air.

“Aku mengingat saat dimana kita pertama kali bertemu.” Ucap Sebastian.

Sebastian mendudukkan dirinya ditepi danau. Ciel menatap Sebastian dari balik pohon.

“Saat dimana aku memandang wajahmu. Dan aku pun jatuh cinta saat itu.” Ucap Sebastian.

Sebastian mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Kemudian dia menatap ke belakang.

“Ciel.” Sebastian terkejut mengetahui Ciel berjalan kearahnya.

Sebastian berdiri, dan akan memeluk Ciel, tapi Ciel memberi isyarat dengan tangannya.

“Tetap disana pangeran Michaelis.” Ucap Ciel.

______________________________________

     ‘Kau akan menyerah atau tetap berusaha menyentuhnya setelah kau membuka kisah yang telah tertutup itu?’
______________________________________

Sebastian menghentikannya langkahnya.

“Apa kau tidak merindukanku Ciel?” ucap Sebastian.

Ciel terdiam. Menatap mata merah Sebastian.

“Tidak.” Ucap ciel.

Suara petir mulai bergemuruh. Sebastian tersentak mendengar jawaban Ciel.

“Bisakah aku mengetahui jawaban kenapa kau tidak merindukanku?” ucap Sebastian.

“Kau sudah tidak punya hak lagi untuk mengetahui alasannya. Kau sudah bukan tunanganku lagi. Dan kau bukan cintaku lagi.” Ucap Ciel.

Ciel berjalan, melewati Sebastian dan mendekati danau. Sebastian berbalik dan menatap punggung Ciel.

“Entah kenapa malam ini lebih indah dari pada malam – malam sebelumnya.” Ucap Ciel.

Ciel menatap pantulan wajahnya di air.

“Bisakah aku mengatakan maaf untuk semuanya?” Ucap Sebastian.

Ciel berbalik dan menatap Sebastian.

“Kalau memang dengan kata maaf semua bisa kembali, lalu kenapa ada hukum?” Ucap Ciel.

Sebastian terdiam.

“Kata maaf dan air mata tidak berguna sekarang. Jadi percuma saja.” Ucap Ciel.

Ciel kembali menatap danau.

“Aku terpaksa.” Ucap Sebastian.

Ciel tidak menjawab.

"Jika aku tidak melaksanakannya, maka peperangan akan kembali terjadi.” Ucap Sebastian.

“Jangan katakan kalau kau memitaku untuk mengerti hal sudah terjadi. Aku mengerti semua, dan aku tidak mempermasalahkannya. Sampai sekarang!” Tegas ciel.

“Lalu apa yang membuatmu terganggu sampai sekarang?” Ucap Sebastian.

“Kau tidak perlu tahu.” Ucap Ciel.

Mereka berdua terdiam. Kunang – kunang mulai mengelilingi mereka dengan cahaya yang remang – remang.

“Aku pernah melihat ini.” Ucap Sebastian.

Ciel melihat kesekelilingnya.

“Saat itu aku akan menyatakan cinta dan melamarmu.” Ucap Sebastian.

Jari Ciel yang menggapai kunang – kunang kini berhenti. setetes air mata menetes perlahan dari mata biru redupnya.

“Aku ingin melupakan semuanya.” Ucap Ciel.

“Apa maksudmu?” Ucap Sebastian.

Ciel berbalik dengan tegas. Terlihat raut wajah sedihnya.

“Lupakan aku! Lupakan semuanya. Kau hanya akan membuatku terluka jika kau terus menceritakannya.” Bentak ciel.

______________________________________

     ‘Usahamu pun menjadi sia – sia.’
______________________________________

.

.
.

Huuuwaaa.....masih amatiran, maafkan saya jika ada typo, kesalahan ejaan dan kata - kata yang tidak jelas.....

Dan terima kasih saya ucapkan untuk pembaca yang mau membaca karya saya yang payah ini :v saran dan kritik di perlukan...

FAIRYTALE (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang