"Bu Priscilla, nanti ada rapat sama supervisor selesai makan siang..."
Chilla menggerutu. Kembali menutup portal web yang menyediakan berbagai kebutuhan skincarenya dan menatap malas ke pintu ruangannya sendiri.
Kepala Sub bagian departementnya sedang mengerjap sambil tersenyum manis kepada dirinya.
"Iye. Dateng kok saya..." kata Chilla dengan kesal. Bibirnya dia katupkan rapat, mengingat-ingat wajah bos besarnya yang kemarin baru saja dia omeli karena memilih Chilla untuk bertanggung jawab atas beberapa project kecil.
Perempuan itu sudah akan mengajukan cuti untuk berlibur seperti biasanya. Hanya saja si tua botak dan berkumis serta tambun yang biasa Chilla panggil Bos itu bergerak lebih cepat untuk mentitahkan sebuah pekerjaan untuk Chilla.
Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang Chilla tanggung hanya karena cancel order terhadap hotel dan juga transportasinya? Lumayan besar untuk seorang Chilla yang menyukai kemewahan.
Chilla adalah kepala bagian untuk departement human relation. Pekerjaannya tidak tanggung-tanggung dan seringkali membuat Chilla tidak bisa menimati waktu liburannya karena terlalu sering bekerja dengan label jalan-jalan ala bos.
Bosan! Chilla sudah tua, oke kali ini dia mengakui dirinya tua. Sementara saja demi liburan, dia akan mengatakan kalau dirinya sudah tua dan tulangnya sudah rapuh. Chilla butuh vitamin Sea dan See. See cowok-cowok ganteng tentu saja.
Oke. Chilla akan datang dan membuat kerusuhan nanti. Saat rapat dia akan pura-pura pingsan dan tentu saja membuat panik seisi ruangan agar membawanya ke ambulans. Bersyukur akhir-akhir ini tekanan darahnya menurun, dokter bisa merekomendasikan dirinya untuk istirahat di rumah.
"OH, YEAH!" Chilla melayangkan tinjunya di udara dengan selamat
Ningsih sampai melebarkan kedua bola matanya melihat atasannya itu, "Mbak Chilla, sehat?"
"Berisik, Ningsih. Ambilin hairdryer dong tolong..." pintanya dengan menunjuk salah satu laci di lemari yang letaknya dekat dengan pintu ruangan
Ningsih mengikuti instruksi Chilla sambil terus bertanya, "Buat apaan? Mau keramas? Iya sih prepare ada cowok ganteng katanya anak baru pindahan cabang gitu di divisi periklanan. Lumayan sih..." perempuan itu kemudian menyerahkan hal yang diminta Chilla dan melipat kedua tangannya dengan kesal
Chilla tidak mengambil waktu sedikit untuk memasangkan kabel-kabel itu sampai haridryernya berfungsi. Perempuan itu dengan cekatan menyetel mode 1 dan mengarahkan moncong hairdryernya ke arah keningnya.
"Heh! Mau ngapain?!" Ningsih shock, jelas saja kalau Chilla ini stress, tapi kelainan ini malah semakin membuat Ningsih panik karena Chilla memejamkan matanya seolah menikmati hembusan angin panas di keningnya
"Ini life hacks number 101 buat gak masuk kerja ala Priscilla. Nanti gue mau pura-pura sakit, Ningsih..."
Ningsih menggelengkan kepalanya, "Gila, lo. Yang ada kulit muka lo mateng Chill..."
"Halah. Ambilin ice pack sekalian ya ke pantry, bawa sini. Gue tunggu..."
Kembali Ningsih berkerut karena perintah Chilla, "Jangan bilang mau lo telen?"
Chilla menghentikan gerakannya dan mematikan hairdryer sambil menatap Ningsih. "Iyalah! Gue bosen kerja mulu, gue butuh hiburan! Gue butuh belaian! Si bos rese malah nyuruh gue kerja mulu. Kasian amat nasib gue, Ningsih..."
"Dih, emang mau liburan kemana sih, lo?" Ningsih menjentikkan jarinya pada kening Chilla sekalian untuk mengetes apakah efek hairdryer itu bekerja atau tidak, tentu saja dia ingin mencobanya
Chilla menganggukkan kepalanya, "Ke... Deket sih sebenernya gak jauh-jauh amat. Gue mau ke..."
Ningsih menatap dengan antusias. Hanya saja dia teringat kalau Chilla itu adalah perempuan usil setengah mati dan kemudian mengurungkan rasa ingin tahunya
"Udah gue cancel sih, tapi lumayan kan ke Phuket..."
"The fuck you're gonna doing there? Mau nidurin anak cowok orang kan, lo? Makanya lo milih thailand? Ngaku aja setan..."
Chilla hanya menampilkan deretan gigi putihnya tanpa mengelak. "Yoi. Bener banget. Gue denger di sana bisa---"
Ningsih bergidik ngeri. Bukan hal baru bagi dirinya yang sudah mengenal Chilla dari gadis itu masih menjadi mahasiswi. Priscilla terkenal dengan cueknya dan dinginnya. Tapi kalau sudah kenal dekat, Chilla itu sakit jiwa. Tapi semua tahu prestasi Chilla sebagai anak perempuan baik dengan hasil kerja memuaskan dan juga anggun. Hanya saja, Chilla itu menutupi satu rahasianya yang hanya beberapa orang dekat saja yang tahu.
Chilla suka, sangat suka sex. Kalau dia tidak memuaskan hasratnya selama minimal dua kali sebulan, Chilla bisa sakit kepala, senewen dan galau.
Jadi bukan suatu hal aneh bagi Ningsih ketika Chilla memilih phuket untuk destinasi wisatanya. Kalau di Indonesia Chilla berlibur seperti itu, perempuan di depannya ini pasti berakhir di kepolisian. Kalau Thailand kan...
"Sakit jiwa. Kawin sana! Daripada lo begini mulu, bunting aja terus gak tau bapaknya yang mana, repot!"
Chilla mengangkat kedua tangannya, "Ada metode pil kontrasepsi, sama pil kontrasepsi darurat. Jangan stres..."
"Kalo gak mempan?"
Mulai. Ningsih kalau sudah mendebatnya hanya akan membuat urusan Chilla panjang untuk berpikir. Chilla paling malas berpikir untuk urusan sepele. Jadi jawabannya adalah, "Ya di aborsilah. Repot amat..."
Ningsih melongo. "Gila. Lo gila. Sakit jiwa. Parah sih... Dosa lo banyak banget buset..."