Ketika Chilla sampai di rumah, yang dia lakukan setelahnya adalah mengusir Adnan jauh-jauh. Sayangnya pria itu malah ikut masuk ke dalam rumah karena bertemu dengan ibunda Chilla. Jadilah, Adnan ikut berkumpul bersama Kris yang kebetulan sedang bermain ps dengan Devon dan tentu saja ada Raka.
Tidak banyak bicara, Chilla memutuskan menuju kamarnya dan tidak menggubris tatapan Raka kepada dirinya juga Adnan tadi. Chilla menggerutu kesal, kenapa hari ini justru ada Raka datang ke rumahnya.
Begitu Chilla sudah siap dengan pakaian rumahnya dan berniat ke dapur membantu ibunya, suara ketukan pintu kamar membuat perempuan itu membuka dengan cepat pintu kamarnya.
Chilla tidak terkejut mendapati siapa yang berdiri di depan pintunya, dia hanya menghela nafas ketika Raka menatapnya tajam. "Iya, ini mau bantuin Mama..."
"Lo tau gue butuh penjelasan, bukan jawaban kayak gitu, Chill..."
Chilla mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. Kosong, berarti aman untuk menarik Raka masuk ke dalam kamarnya dan memberi pelajaran kepada laki-laki itu soal hubungan mereka.
Paham dengan kode Chilla untuk masuk ke dalam kamar perempuan itu. Raka segera meringsek maju dan menarik Chilla ke dalam pelukannya begitu pintu kamar perempuan itu tertutup.
"Lepas..." kata Chilla dengan dingin. Bukannya takut ada yang mendapati mereka berdua seperti ini, tapi Chilla takut Raka tahu kalau jantungnya masih saja berdetak tidak karuan jika ada pria itu di dekatnya
Bukannya menurut, Raka malah mempererat pelukannya kepada tubuh Chilla. "Jangan sama dia..." kata Raka pelan seperti berbisik kepada Chilla
Chilla melepaskan dirinya dengan paksa, tapi memang Raka sudah terlalu kuat mengkungkungnya sampai Chilla mendesah pelan menyerah. "Lo siapa ngatur-ngatur?"
"Soon to be---"
"Bacot!" Chilla menyentak dengan kuat lengan Raka dan berhasil melepaskan dirinya dari Raka. Pria itu sudah menatapnya dengan bingung ketika Chilla tersenyum meremehkan, "Ka, lo masih inget kan? Kalo misalnya gue sama lo itu gak pernah mulai apa-apa?"
Raka menyisir rambutnya sambil terkekeh kepada Chilla, "Tunggu, aja. Kan gue udah bilang kalo lo itu jodoh gue"
"Gila, lu. Gue kirain udah dewasa, malah makin gila aja sekarang..."
Laki-laki di depannya menggelengkan kepala beberapa kali, "Kalo gue dewasa beneran, lo jadi istri gue, ya?"
"Apasih?! Gak mutu, basi. Pertanyaan lo bikin gue pengen muntah" kembali Chilla bergidik ngeri dengan ucapan Raka kepada dirinya. Membayangkan bersama Raka saja sudah membuatnya kesal, kelimpungan dan gelisah.
"Belum diapa-apain, loh. Udah mual aja. Jangan gitu, ntar pada salah paham yang dibawah. Gue kan pengennya nikah sesuai sama urutan, yang istimewa, kan bakalan jadi one and only, terakhir untuk selamanya"
Penjelasan panjang Raka yang sambil tersenyum kepadanya berhasil membuat Chilla mendelik hebat. "Gila, lu. Umur lo sama umur gue itu kejauhan, Rakaaaaa"
"Apa?" Tanya Raka dengan gemas kepada perempuan di depannya. Nyaris saja dia mencubit kedua pipi Chilla yang sedang mengomel panjang lebar di depannya mengenai jarak umur mereka yang terpaut jauh. Sayangnya dia hanya bisa memilih diam dulu menikmati ekspresi kesal Chilla yang sangat dia rindukan.
Beberapa hari belakangan Chilla berhasil menghindarinya dengan alasan pekerjaan juga karena disekitar perempuan itu ada Adnan. Oh, iya. Laki-laki bernama Adnan yang harus dia perjelas status pria itu dikehidupan Chilla saat ini juga. Mengingat mereka sedang berdua, pria itu di ruangan lain, dan mereka berada di rumah orang tua Chilla.
"Gue denger lo sama Adnan ada some kind of relationshit---" Raka menutup mulutnya dengan telunjuknya sambil melayangkan tatapan bertanya, "Gue tau tipe lo, Chill. Gak jauh-jauh sama gue"
Chilla menghela nafas. Tidak mau menjadikan pria lain sebagai tameng karena jelas memberikan isyarat kalau tidak ada pria lain diantara mereka, Raka bisa saja mendapatkannya. Maka Chilla akan menjelaskan secara benar bagaimana Raka harus berusaha mundur dari halusinasinya menjadikan Chilla sebagai istri.
"Chill, i want you..." ucap Raka dengan nada putus asa
"Gak, bisa..."
Pandangan datar Chilla dan juga menyakitkan membuat Raka yakin kalau Chilla sebenarnya memiliki perasaan kepadanya. Raka menelan ludah dengan susah payah lalu menganggukkan kepalanya beberapa kali.
Menarik nafas dengan mantap, Chilla menatap tegak lurus kepada Raka agar pria itu mengerti bahwa mereka tidak akan memulai apapun yang Raka ingin mulai. Karena pada akhirnya Chilla tahu, hanya dia yang akan terluka kalau Chilla mengiyakan perkataan Raka.
"Tante udah nyiapin makan malem, mending kita turun"
Chilla melihat Raka keluar meninggalkannya begitu saja. Dia menghela nafas dengan susah payah sampai akhirnya merasakan kehilangan begitu cepat ketika tubuh Raka sudah menghilang dari pandangannya. Oh, Chilla patah hati untuk kesekian kalinya dengan orang yang sama.