Duapuluhdelapan

9.2K 565 36
                                    

"Gak tau, gak tau kenapa... Nanya mulu! Bawel! Berisik!"

Raka menghisap kedua belah pipinya dan kemudian diam sambil sesekali mengusap tangan istrinya. Bingung, lelah, tapi juga gemas menjadi satu.

Dari kemarin kerjaan istrinya itu suka tiba-tiba menangis, tiba-tiba marah, tiba-tiba manja. Untung belum tiba-tiba usir Raka dari kamar. Dia mengusap dada dengan lega karena memikirkan kemungkinan itu.

Chilla berhenti menangis, dia mengusap air matanya dan kemudian mengambil lumpia lalu menyodorkannya kepada Raka, "Gigit dong, Ka..."

Raka hanya melakukan perintah Chilla lalu dengan cepat menggigit kecil. Dia melihat Chilla kemudian memakan sisa potongan lumpia itu dan tersenyum kepadanya. "Laper?"

Chilla mengangguk, "Meta tuh, nyebelin banget"

"Mantan istri aku, itu"

"Makanya dia nyebelin"

"Oke..." Raka mengangguk setuju saja

Chilla menggigit lagi dengan kasar potongan lumpianya dan berkata dengan mulut penuh, "Awhas ahjah yah kwahloh kwahmoh---"

Raka memotong ucapan istrinya dengan tegas, "Kunyah dulu, telen, baru ngomong"

Perempuan itu menyipit tapi kemudian menuruti apa yang diucapkan Raka. "Awas aja ya kalo kamu balik sama dia"

"Gimana ceritanya ya bisa balik sama dia? Kurang apa aku sama kamu selama ini?"

Chilla diam saja dan kembali sibuk dengan lumpianya. Nyatanya perempuan itu memang kembali memikirkan bagaimana Raka dan mantan istrinya akan kembali.

"Inget jangan banyak gerak, kata dokter kamu perlu diawasin..."

Chilla menatap serius suaminya, "Iya, tau"

Merasa tidak enak sudah mengingatkan Chilla mengenai ucapan dokter sewaktu mereka periksa kemarin, Raka memutuskan menggigit kembali lumpia di tangan istrinya dan tersenyum kecil.

Kemarin mereka memang sempat ke dokter, kontrol kandungan. Dan dokter menanyakan apakah Chilla pernah keguguran atau sebagainya. Benar saja, itu berpengaruh untuk kehamilan yang sekarang.

Bukan bermaksud mengingatkan Chilla atas kesalahan perempuan itu dulu tapi Raka benar-benar tidak ingin Chilla dan bayi mereka mengalami masalah.

"Kalo ada apa-apa, bilang ke aku. Ya?"

Chilla hanya mengedikkan bahunya saja. "Mama sama Papa gak tau masalah ini, kan?"

Raka menggelengkan kepalanya, dia tersenyum melihat Chilla serius menatap dirinya. "Kamu cantik banget, sih..."

"Apasih..." sinis Chilla dan kemudian memalingkan wajahnya, "Udah tau aku cantik, dari dulu disia-siain"

"Mana ada..." Raka memaksa perempuan itu untuk menatapnya, "Kapan aku begitu?" Tanyanya lagi ketika Chilla sudah melihatnya, "Mana? Kapan? Kan aku sibuk ditinggalin sama kamu"

Istrinya menggembungkan pipi yang terlihat sangat menggemaskan untuk Raka. "Dulu..."

Pria itu hanya terkekeh. "Kamu tau kan i'm mad about you dari dulu? Gak tau, ya?"

Chilla berdecak dan kemudian menghela nafas.

"Tapi aku masih kecil, kamu udah dewasa banget..." Raka menyela kembali sebelum Chilla akhirnya bicara, "Makanya aku mau sukses dulu terus lamar kamu..."

"Terus kenapa sama Meta dulu?"

Raka menghela nafas dan kembali menjelaskan kepada istrinya, "Kamu tau gak sih rasanya suka sama orang tapi ternyata orang yang kamu suka sibuk ngehindarin kamu?"

Dari situ, Chilla terdiam. Dia memilih untuk mengingat-ingat alasan kenapa dia menghindari Raka dulu. Selain takut dengan kata orang kenapa dia bisa bersama Raka yang terpaut jauh usianya, Chilla juga takut Raka tahu tentang anak mereka.

"Aku pikir, kamu gak nyaman sama aku. Makanya aku pergi, Chill"

Chilla menghela nafas cukup lama sampai akhirnya dia mengangguk.

"Aku aja yang terlalu cepet nyerahnya..."

"Gak, kok" Chilla berusaha tersenyum menatap suaminya, "Aku jadi kamu, juga bakalan nyerah cepet kalo ngadepin orang yang sikapnya kayak aku..."

Raka menganggukkan kepalanya, "Aku sayang banget sama kamu, Chill. Gak ada obatnya..." pria itu menjatuhkan kepalanya dipangkuan Chilla dan mendekatkan telinganya ke perut istrinya. "Kata orang anak pertama itu paling ditunggu-tunggu..."

Chilla diam saja dan menyisir rambut Raka dengan jari-jari tangannya. Lembut, Chilla sampai tersenyum karena Raka sudah memejamkan matanya.

"Kalo buat aku, semua anak itu emang paling ditunggu-tunggu..." Raka membuka matanya dan tersenyum, memilih untuk mencium perut Chilla dan kemudian berbisik, "Sehat-sehat ya, anak Papa..."

"Anak Mama juga..."

"Anak Mama sama Papa..." Raka terkekeh, "You got all the love in this world baby..." katanya lalu mencium perut istrinya kembali.

Mereka menikmati momen bicara dengan bayi yang masih berada dalam kandungan itu di tengah keramaian acara yang mereka buat sendiri.

Adnan yang melihat dari jauh bagaimana kedua orang tu berinteraksi hanya bisa tersenyum. Di sampingnya ada Evelyn dan juga Kris yang sibuk dengan es kopyor yang berada dalam genggaman Evelyn.

"Adem ya liatnya, kak?" Tanya Evelyn

Adnan menganggukkan kepalanya, "Adem emang kalo liat orang yang saling cinta gitu berduaan..." lalu menolehkan kepalanya kepada Evelyn dan Kris, "Kayak liat kalian makan es kopyor berdua. Adem banget..."

Kris dan Evelyn hanya melirik satu sama lain dan kembali melirik Adnan. Kris memutuskan untuk bicara, "Buru nikah deh lu, bang. Mabok santen kayaknya lu..."

"Jam terbang gue buat urusan naksir diem-diem tuh lebih tinggi dari lo ya, Kris. Khatam gue masalah cinta diem-diem. Mangat, ye..." lalu pria itu meninggalkan Kris yang sudah berdecak kesal. "Gak kakak, gak adek, sama aja ah..." gumamnya





....
E N D

IFMVIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang