Sembilanbelas

4K 554 32
                                    

Raka diberikan tugas yang cukup berat. Dia harus meeting dengan beberapa pihak dari sponsorship untuk kegiatan bulan depan sehingga saat ini masih berkutat dengan makan malam yang diadakan kantor juga partnernya.

Salah satu partnernya kebetulan kenal dengan Raka karena mereka pernah tidak sengaja saling mengenal. Dulu laki-laki itu adalah pacar salah satu sahabat Raka dan cukup dekat dengan Raka.

Sehingga akhirnya mereka terlibat pembicaraan yang cukup santai setelah rapat diselesaikan. Walaupun kadang-kadang mereka menyinggung masalah pekerjaan di sela-sela nostalgia mereka.

"Lo belom mau married? Enak, lho. Asik. Gak capek lagi itu mikirin anak orang yang kalo mau diajak keluar mesti ijin dulu sama bokap-nyokapnya..."

Satria menggelengkan kepalanya, "Gak, belom. Nabung dulu gue. Cewek gue yang sekarang kan hidupnya high abis. Lo pikir aja sendiri harga tas kecil-kecil yang cuma buat hp aja bisa sampe belasan juta, iya kali gue kawinin sekarang dah..."

Mereka tertawa pada akhirnya. Dalam hati bersyukur juga kalau Chilla tidak banyak menuntut pada Raka. Misalnya saja untuk membeli parfum, yang Raka tahu pada akhirnya kalau Chilla sering membeli dengan potongan voucher atau ternyata istrinya itu menunggu harbolnas. Karena Raka sempat kaget sendiri melihat harga satu set brand favorite Chilla mulai dari parfum sabun mandi, sampai lotion mencapai angka 10 juta.

"Terus, lo gimana sama bini lo? Gue gak diundang nih makanya gue gak tau bini lo yang mana..." pria itu menaik turunkan alisnya dan kemudian menyikut Raka, "Lo kenalinlah, bisa kan kalo gue numpang makan siang di tempet lo apa sekedar nobar sama anak-anak"

"Ya..." Raka tertawa pelan, "Main aja ke rumah, bini gue juga kayaknya senengan kalo gue main di rumah dari pada keluyuran. Tapi lo bawa minuman sama snack sendiri, gue gak mau repot kena omel beresin rumah ntar..."

"Gampanglah. Lo stay dimana emang?"

Raka menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal dan kemudian berkata, "Di Pluit..."

"Anjir. Ya, udah ntar pan kapan gue samperin. Tapi emang gak apa-apa gue main?" Satria tidak enak hati juga. Masalahnya mereka memang tidak terlalu dekat, tapi kemudian Raka malah mengangguk sebagai jawaban.

"Paling deket-deket ini mau ada syukuran, sih. Nyonya lagi isi soalnya..."

"Oh, lo mau bikin acara yang lagi hits jaman sekarang itu, ya? Apaan itu namanya? Babyshower?"

Raka menganggukkan kepalanya. Dengan antusias dia kembali menjelaskan, "Iya, yang itulah. Maklum aja ini gue anak pertama. Gue kan dulu sama yang itu gak punya anak, Sat"

"Selamat, ya. Wah, lancar-lancar. Terus udah berapa bulan sekarang?"

"Masuk 2 bulan, sih. Tunggu aja ntar main ke rumah gue..."

"Bahagia amat, sih. Calon bapak mah, ya beda. Anak kesayangan ini kayaknya..."

Raka tidak menampik ucapan itu. Pasalnya dia memang sudah menantikan sejak lama kehadiran anak dalam hubungannya dengan Chilla. Agar mereka semakin tidak terpisahkan saja begitu, bisa jadi alasan agar Chilla nanti tidak sewaktu-waktu minta pisah darinya. "Iyalah. Gue naksir udah lama sama istri gue dulu, Sat. Kesampean, terus dapet rejeki kan, bahagia gak sih gue harusnya..."

"Sa ae, lo. Mana sih, bini lo? Penasaran gue sama cewek yang bikin Raka yang suka gantungin anak orang se-excited ini punya anak..." Satria kemudian merapatkan tubuhnya kepada Raka dan memandang pada layar ponsel Raka. Keningnya berkerut seketika, "Eh, bentar. Gue liat, nih..."

Raka menyerahkan ponselnya kepada Satria agar pria itu bisa lebih jelas melihat wajah Chilla.

Satria semakin berkerut ketika memandang foto yang diberikan Raka kepada dirinya dan melirik bergantian pada Raka juga ponselnya, "Eh, serius lo, Ka?"

"He-eh..."

Pria itu melongo. Menepuk pundak Raka sambil kemudian menganggukkan kepala dan menyerahkan ponsel Raka pada pemiliknya. Ada senyum bangga juga kagum seketika yang diberikan Satria kepada Raka akhirnya, "Gile. Hebat juga, lo. Jadi juga lo sama itu cewek..."

"Hah?" Raka mengerutkan keningnya, "Lo kenal sama bini gue?"

"Lah?" Satria menatap bingung, "Itu bukan cewek yang lo uber-uber dulu selama di Bali, Ka?"

"Bali?" Raka kembali mengerutkan keningnya. Kapan dia ke Bali dan bertemu Chilla?

"Itu, lho. Dulu! Yang pas lo masih deket sama si artis naek daon yang dulu itu, Ka. Kita kan ke Bali, gue sama sahabat lo masi pacaran waktu itu..." Satria menggaruk tengkuknya kemudian karena merasa Raka tidak mengingat kejadian itu, "Iya, yang itu loh. Yang pas kita masih sekolah. Terus lo malah jalan sama itu mbak-mbak. Lo bilang lo naksir ama dia, terus lo malah liburan berdua ama dia..."

"Bentar-bentar..." Raka mengangkat telapak tangannya dan meminta penjelasan pada Satria, "Kapan lo bilang waktu itu? Liburan? Itu bukannya udah..." kemudian dia menarik nafas karena menyadari sesuatu

"Sepuluh taun yang lalu..." Satria kemudian kembali antusias dan sangat bangga karena berhasil mengingat saat itu, "Gile, sih. Jago banget lo gebet dari taun kapan juga, akhirnya nikah anjir. Gelo..."

Raka menahan nafasnya dan menatap kosong, "Sepuluh tahun yang lalu, Sat..."

"Iye. Itu kan pas kita liburan pertama kali dan terakhir kalinya, Ka. Makanya gue inget banget lo malah ngacir nganggurin si Artis malah ngejer di mbak clubing..."

Pria itu lantas terkejut karena detik berikutnya Raka menegang dan mencengkram lengannya.

"Sat, sepuluh tahun yang lalu... Gue..." Raka tidak dapat bersuara lagi karena sepertinya dia sudah mendapatkan jawaban yang dia cari beberapa hari ini, "Lo inget kita perginya kapan, tanggal berapa atau bulan apa?"

"Hah? Ya enggaklah, Ka. Itu udah lama. Tapi kalo lo..." Satria memandang dengan bingung kemudian mengerjap beberapa kali, "Kalo gak salah sih, liburan kejepit Ka. Yang  bulan-bulan April kayaknya..." Satria menepis tangan Raka kemudian berkata lagi, "Tapi gue masih ada fotonya sih, lo---"

"Gue harus liat! Kirimin gue malem ini juga..." Raka menelan ludahnya. Oh, Raka harus segera pulang ke rumah dan mengecek tanggalan di print foto janin Chilla yang ditinggalkan perempuan itu di rumah. Feelingnya mengatakan, Chilla sudah menggugurkan anak mereka.

Sial. Raka sekarang tidak bisa berpikir dengan jelas karena kemungkinan yang sekarang semakin jelas menjadi sebuah kepastian. Itu anak mereka, janin di bunga Anyelir itu anak mereka yang Chilla pilih untuk digugurkan.

Nafas Raka memendek seketika.






...

Ya Allah, udah part segini aja. Makasi ya semuanya. Hehe. Btw karena aku sudah pernah share di ig soal ini, jadi mau ngasi tau aja kalo dari part terakhir itu, 1 vote kalian sudah menyumbang 1 kebaikan buat saudara2 kita yg membutuhkan. Hitung2 kan kita berbuat kebaikan sama2. Jd sumbangannya aku kirim berupa donasi buat saudara2 ketimbang ngemis. Jadi cerita aku bisa ngehibur kalian, kalian secara gak langsung uda bantu saudara2 kita. Makasi ya semuanya.

IFMVIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang