Duapuluhlima

4K 484 12
                                    

Chilla bangun dari tidurnya. Bukannya langsung duduk, dia memutuskan menatapi jendela kamarnya yang tampak masih gelap. Memutuskan memeluk guling yang berada di dekatnya kemudian melirik ke arah jam kamarnya. Masih terlalu pagi untuk bangun. Jadi Chilla memutuskan memutar tubuhnya.

Deg.

Perempuan hamil itu memegangi dadanya dengan spontan. Ada punggung Raka di sana. Chilla meneteskan air mata sambil meraih tubuh Raka. Tangannya sudah melingkar memeluk tubuh Raka yang besar itu.

"Huhu, kangen..." isaknya. Biar saja Raka bangun, Chilla rela Raka marah padanya karena sudah marah-marah ke ibu mertuanya.

Raka menyipit. Tidurnya terganggu karena mendengar isakan. Siapa lagi kalau bukan istri tersayangnya. Tapi dia tahu, membalikkan tubuh saat ini bukan saat yang tepat. Chilla menangis saja, Raka merasa bersalah.

Bagaimana tidak? Sejak pertama melihat Chilla, hati kecil Raka sudah cenat-cenut tidak karuan. Berharap kalau Chilla adalah jodohnya. Setiap hari, hampir setiap hari nama Chilla dia selipkan di dalam doanya. Tidak mau tahu, egois berdoa pada Tuhan kalau jodohnya harus Chilla. Kenapa? Raka memang cuma mau Chilla saja.

Jadi ketika dia membalikkan badan dan berbalik memeluk perempuan itu, bukannya marah, Raka malah mencium puncak kepala Chilla. Lama sampai istrinya itu berhenti menangis. Diajaknya duduk istrinya, pelan-pelan dan kemudian menatap Chilla lalu menghela nafas

"Udah, udahan nangisnya?"

Chilla menggelengkan kepalanya, "Maafin aku udah bentak Mama kamu..."

Raka menganggukkan kepalanya. Menarik nafas sebentar kemudian menatap mata Chilla yang masih berair. "Chill,,,"

Istrinya mengerjap beberapa kali

Pria itu terdiam. Menelan ludah karena tidak mau terkesan mencari tahu apa yang tidak boleh dia ketahui. Chilla diam pasti ada alasannya. Kenapa Chilla tidak pernah mengatakan perihal aborsi pasti ada alasannya. Coba saja dulu dia bukan anak sekolahan, coba saja Raka bukan bocah ingusan di mata Chilla...

Chilla melihat rahang Raka mengatup dan mata laki-laki itu berair. Raka menangis? "Ka, kamu udah tau, ya?"

Raka mengulum bibirnya. Meraih tangan Chilla lalu menggenggamnya erat.

Ketika akhirnya Raka tidak membalas tatapannya. Air mata Chilla tumpah dan tangisan perempuan itu pecah. Chilla terisak, bahunya bergetar.

Tidak banyak yang Raka bisa perbuat selain melihat Chilla menangis di depannya. Ampun. Betapa Raka ingin menyingkirkan semua beban dan rasa bersalah yang Chilla rasakan lalu menggantikan posisi perempuan itu.

"Aku jahat, ya?" Kata Chilla sambil menyeka air matanya, mata perempuan itu menatap suaminya dengan sendu, "Aku jahat ya, Ka..."

Raka menggelengkan kepalanya. "I wish i were older than you, Chill..."

Chilla mengedikkan bahunya. "Maafin, aku..."

Raka menghela nafas, mulutnya terbuka sebentar tapi kembali mengatup. Apa yang ingin Chilla dengar sekarang? Dia minta maaf? Raka juga tidak mau lahir lebih muda. Raka juga tidak mau Chilla melewati semua itu sendirian sampai menggugurkan anak mereka.

Pria itu juga tidak mau melihat Chilla seperti ini. Tapi bagaimana? Raka juga ingin tahu alasan apa yang akan Chilla berikan kalau-kalau dia bertanya kenapa Chilla memilih menggugurkan anak mereka dulu.

"Kenapa...?" Sumpah sedetik kemudian Raka menyesal karena kata itu yang keluar dari mulutnya. Bukannya menenangkan istrinya, Raka malah bertanya. Dia malah tidak kuat terus memandangi Chilla sampai akhirnya dia mengalihkan pandangan ke arah lain.

Chilla terkejut. Dia menghela nafas dan mencoba menghentikan isakkannya. "Kamu... Kamu dulu..."

Raka menunggu dan tanpa sengaja menelan ludahnya sendiri

"Kamu dulu, gak cinta sama aku..." Chilla menunduk setelah mengatakannya. Lalu kembali menangis, "Kamu dulu sama cewek itu jalan... kamu..." Chilla menelan ludahnya kemudian kembali menatap Raka, "Kamu cuma main-main sama aku, Ka..."

Raka mencelos. Perempuan yang mana? Seumur hidup Raka, dia cuma mengejar Chilla. Apa Chilla pernah tahu dia sampai nekat titip salam ke Devon pas cowok itu main ke rumahnya?

"Dulu kamu gak mau sama aku..." Chilla terisak lagi sambil berusaha menghapus air matanya yang terus saja mengalir tanpa henti

Raka menggelengkan kepalanya, "Cewek yang mana?" Kembali Raka mengutuk dirinya karena menayakan hal yang tidak perlu

Chilla memberanikan diri memandang suaminya, "Yang di Bali..."

Oh. Raka ingat. Cewek yang entah siapa namanya, artis naik daun pada saat itu. Demi popularitas, panjat sosial kepada Raka.

"Aku minta maaf. Gara-gara itu aku akhirnya..."

Raka menarik Chilla ke dalam pelukannya. "Chill..." matanya berair dan memeluk Chilla lebih erat. Pria itu menangis. "Chill, maafin aku. Maafin aku..."

Chilla menangis lagi. Memeluk Raka lebih erat karena tidak tahu bagaimana dia minta maaf kepada Raka.

Sementara Raka, pria itu memejamkan matanya sambil menangis. Tidak terbayang betapa sakitnya menjadi Chilla, harus menggugurkan anak mereka. Melewati pengobatan sendirian. Melihatnya menikah dengan perempuan lain.

"Chill... Jangan nangis lagi..."

Tangisan Chilla bertambah kencang.

"Aku bangga sama kamu, Chill. Kamu ibu yang hebat. Kamu gak jahat. Anak kita bangga sama kamu, Chill..."

"Raka..." Chilla menangis lagi, berusaha memeluk Raka lebih erat dari sebelumnya. Dia tahu, Raka pasti merasa bersalah kepadanya. Raka marah, tapi rasa sayang pria itu kepada dirinya lebih besar. "Makasih udah maafin aku..."

Raka menganggukkan kepalanya. Mencium puncak kepala Chilla lama, berusaha memberitahukan kalau semua akan baik-baik saja. Kalau semua yang mereka lakukan dulu bukanlah kesalahan, tetapi sebuah pelajaran.

IFMVIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang