10 tahun sebelumnya
Chilla diam. Bukan karena dia kaget, atau bahagia, atau terharu atau lantas senang karena tiba-tiba ada cowok cakep yang menyapanya di saat seperti ini. Tapi lebih kepada berpikir kenapa bisa ada makhluk seperti ini di depannya.
Gadis itu menyadari ada yang berbeda dari senyuman cowok di depannya. Oh? Bukan senyuman, ya. Hanya seringai kecil yang mengisyaratkan kalau cowok itu akhirnya menemukannya di tempat ini.
Kembali Chilla terpaksa memutar ingatannya apakah dia pernah melihat cowok itu sebelumnya. Dia menyadari ada gurat-guratan mirip seseorang yang juga memiliki pahatan rahang yang sama dengan anak ini.
Devon adiknya memiliki salah satu sahabat yang seingatnya memiliki postur sampai garis wajah yang sama. Tapi seingat Chilla, sahabat Devon yang bernama Kris itu tidak se-uhm... Chilla menelan ludahnya... Tubuh cowok itu sepertinya lebih mengkal dibanding Kris.
Ah! Chilla ingat.
"Hai, mbak. Lama juga ya gak ketemu, kita..." anak cowok itu mendekat, dengan santainya berdiri di samping Chilla dan merangkul Chilla lalu kembali berkata, "Kenapa lo makin pendek ya?"
Chilla tidak menghindar ketika cowok itu dengan santainya mengacak rambutnya, tapi juga merapikannya kembali. Menyisir rambut Chilla dengan jari tangannya dan memperlakukan Chilla seolah-olah dirinya adalah boneka.
Cowok itu mendekatkan wajahnya ke telinga Chilla, dan gadis itu merasakan degup jantung yang cukup kencang di belakangnya dan tentu saja, bisikkan nakal dengan kalimat paling menjijikkan untuk dirinya, "I guessed, we're destined afterall"
Setelah cukup merinding dan bercampur jijik mendengarnya, Chilla mendorong wajah cowok itu menjauh sebelum si cowok tengil ini berhasil mencium pipinya. "Basi, Raka. Jauh-jauh... Atau otong lo minta ditendang..."
Bukannya menghindar, Raka malah mengunci Chilla dan terkekeh. "Udalah, jodoh. Diem aja, sih. Kapan lagi dipeluk cogan..."
"Ck. Sana deh, gue lagi nyari cowok ganteng buat digebet. Ada lo begini nanti pada lari ngirain gue doyan berondong..." Chilla melepaskan paksa dirinya dan mendapati Raka setengah mendengus kepada dirinya
Masih belum berubah ternyata. Raka adalah adik Kris, sahabat Devon yang merupakan adik Chilla. Jika Chilla dan Devon saja berjarak 2 tahun dan Kris berjarak 3 tahun dengan Raka, bisa dibayangkan berapa tahun jarak umur mereka.
Kalau ada yang melihat mereka bisa saja Chilla dikira tante-tante pecinta darah muda yang sedang haus belaian. Penampilannya malam ini cukup terbuka karena menghadiri theme party di club terkenal Bali. Dan dia sudah berniat untuk setidaknya mendapatkan satu cowok yang bisa diajak bersenang-senang malam ini sampai besok pagi.
Tapi kenapa si tengil Raka yang sudah sekian tahun tidak dia lihat ini yang malah dia temukan berada di sini?
"Lo ngapain di sini? Lo kan masih anak-anak..."
Raka hanya mengedikkan dagunya ke sekumpulan perempuan yang Chilla kenal salah satunya. "Temennya temen gue ngajakin gitu, ada freepass. Ya udah gue ikutan. Feeling kuat banget ketemu lo..."
Chilla memutar bola matanya jengah. "Wait. Lo gak sekolah?"
"Nope..." Raka menarik pinggul perempuan itu sampai menabrak tubuhnya, menahan Chilla agar tidak memukulnya juga kabur disaat bersamaan, "Gue lagi libur makanya gue balik..."
Nada suara Raka yang berubah menjadi lebih dalam juga berat dan posisi cowok itu yang menunduk sangat dekat membuat Chilla sedikit risih. Sejak kecil, anak ini memang berbakat membuat Chilla risih dan tidak nyaman entah kenapa.
"Eh, eh..." Raka menahan kembali pergerakkan Chilla dan kembali berbisik, "Ayo balik, gue anterin..."
Chilla mendengus dan tersenyum meremehkan. "Bego. Kita lagi liburan di Bali. Mau balik ke..." Chilla memutuskan mengalungkan lengannya ke leher pemuda itu dan mendekatkan wajahnya, "Tempat gue? Atau tempat lo?"
Raka menegang. Dan Chilla menaikkan satu sudut bibirnya untuk tersenyum. Mengejek lebih tepatnya. Dia tahu reputasi Raka selama ini dari adiknya. Entah kenapa, dia merasa sekali-kali harus memberikan pelajaran kepada anak nakal semacam ini agar tidak mematahkan hati banyak perempuan.
"Gu-gue..." Raka menelan ludahnya, menatap manik mata Chilla -yang walaupun sedikit terlihat remang tapi dia yakin sedang menatapnya juga- dengan gugup
"Kalo suka nakalin anak orang harus bisa dinakalin juga dong, Raka..." Chilla menutup bibir Raka dengan telunjuknya lalu mendekatkan tubuhnya dan berjinjit.
Raka yang masih kaku karena terkejut dengan perubahan Chilla, hanya bisa diam ketika perempuan itu menatap matanya dan kadang beralih pada bibir atau entahlah. Raka hanya bisa diam ketika lengannya dicengkram paksa Chilla sebagai sandaran ketika perempuan itu akhirnya menyentuh leher jenjangnya dengan lidahnya.
Chilla menyapu lembut bahu cowok itu yang terbuka dan menjalarkan lidahnya sampai keatas hingga menyentuh ujung bibir Raka. Berhenti di sana dan kemudian tersenyum, "Eheum. Udah, kan? You're not my--- hmpffft!"
Raka menciumnya dengan sangat kasar sampai Chilla berusaha menarik dirinya sendiri hanya saja... sialan Raka menahan kepala dan tubuhnya menjauh! Bahkan Chilla memukul juga mendorong tubuh Raka menjauh dari dirinya tapi... Tuhan Chilla kehabisan nafas dan sekarang mulutnya terasa asin!