"Sudah settle semuanya?" Papa melirik menantunya dengan pelan kemudian melirik putri sulungnya. Manja sekali, sudah mau makan asal Raka ikut duduk sampai pria itu harus cuti.
Evelyn sudah berangkat tadi bersama Devon. Jadi hanya ada mereka berempat di rumah. Ruang makan menjadi agak sedikit berisik karena omelan Chilla dan rengekan perempuan hamil itu yang minta disuapi setelah Raka mencicipi sedikit makanannya.
Mama hanya bisa mengedikkan bahu. Chilla yang biasanya sangat mandiri dan jutek bisa jadi semanja itu pada suaminya. "Untung aja suami kamu tabah, Chill. Coba kalo sama yang lain, dipulangin ke mertua"
"Bisa cari yang lebih muda juga" tambah Papa
Woah. Raka menahan nafas, Chilla sudah memandangnya dengan tajam. Cukuplah semalam tangis-tangisan dan rahasia Chilla itu jadi rahasia mereka. Sudah sepakat sejak tadi pagi. Chilla tidak mau menambah masalah keluarganya juga keluarga Raka.
Dan sekarang mertuanya bercanda seperti ini. Lupa kalau anak perempuan mereka ini super galak dan sangat sulit ditaklukan.
"Kamu mau cari yang lain?"
Raka mencelos, menoleh ke sebelahnya dan kemudian menggelengkan kepala. "Cari apa yang lain?"
Chilla berdesis kemudian mengambil sendiri sendoknya dan melirik tajam Raka. Dia benci dengan moodnya sendiri sekarang. Kenapa juga dia harus merasa seposesif itu terhadap Raka.
Tapi wajar, dong. Rakan kan suaminya. Suami kan tidak untuk dibagi. Dia juga sedang hamil. Enak banget Raka kalau mau meninggalkan dirinya yang sedang mengandung anak mereka. Apa perlu Chilla pasangkan detektor ke pria itu atau alat kejut semacamnyalah agar Raka tidak bisa kabur darinya.
Enak saja, sudah menikah begini Raka mau cari yang lain. Kalau begitu ceritanya, Chilla juga bisa cari cowok yang lain. Toh juga dia belum terlalu tua. Artis korea saja kan menikah di usia 30-an. Tenang saja, Chilla juga cantik kok.
"Hm... Kalo moodnya kayak gini, harusnya sih sudah settle..." Papa bangkit dengan pelan dari duduknya mengambil koran dan juga cangkir kopinya
Brak!
Papa berjengit mundur. Mama juga sama kagetnya. Mereka berdua melirik Chilla yang baru saja menggebrak meja dan menatap mereka tajam.
Raka cuma bisa urut dada. Kalau lagi di rumah mertua begini, memang bisanya cuma diam saja. Maklum, selain Chilla lebih tua, ini adalah daerah kekuasaan Chilla. Makanya dari semalam dia nurut saja.
Aslinya ingin menjadi suami yang sholeh mengingatkan kesalahan istri dan menuntun ke jalan yang benar. Sayangnya Chilla tipe pemberontak. Lihat saja sekarang, sendok sama piring beradu menimbulkan suara tidak menyenangkan.
"Hm. Chill mau bikin acara baby shower, gak?" Raka memutuskan menatap Chilla sambil tersenyum berusaha agar istrinya itu langsung merubah moodnya
...
"Oh, kalo misalnya gue bikin acara gitu, lu kudu dateng ya, Nan..."
"Jadi ini pemaksaan supaya gue dateng, terus bawa kue atau hadiah semacamnyalah. Iya, kan?"
Chilla mengedikkan bahunya, pura-pura tidak mengiyakan padahal ingin menyetujui pemikiran Adnan. Dia memang sudah lama ingin mencoba acara baby shower. Hanya ingin. "Udah, dateng aja. Temen gue banyak yang cantik"
Adnan di seberang sana mendesah, "Tapi kan gue, laki"
"Tapi kan lo sahabat gue..."
"Since when???"
Chilla yakin Adnan sudah berjengit mundur dengan suara melengkingnya. Sejak kapan juga mereka berteman. Yang ada hanya teman saling menghina satu sama lain.
"Tapi, boleh juga sih. Gue pengen makan enak. Menunya apaan?"
"Martabak telor..."
"Cih... Gak tertarik, makasih. I need european feasts"
Chilla mendesah. "Dateng gak, lu? Gue juga pengen ngundang cowo. Masa laki gue doang yang bisa ngundang cewek..."
"Finally the truth's reveal. Iya, iya... Demi lu, gue dateng. Emang siapa yang diundang ama laki lu? Mertua? Mertua lu cewek juga kan itungannya?"
Aduh. Chilla ingin mengumpat. Untung saja dia ingat ada anak dalam perutnya. Jadi Chilla hanya bisa mengelus perutnya dengan pelan dan kemudian menghela nafas.
Raka memang sudah bilang siapa yang akan datang ke acara baby showernya. Siapa lagi, kalau bukan...
"Mantan bininya laki gue..."
"WOAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHH, MANTUL ANJING"