Jaka mengembuskan napas lega. Akhirnya USBN matematika yang paling mematikan berakhir. Dua hari lagi baru ia benar-benar bisa lega.
"Ntar lo lanjut mana, Jak?" Bani merangkul Jaka dari belakang. Mereka berdua berjalan menuju kantin yang penuh diisi pejuang USBN.
Mengenai hal itu, Jaka sudah memikirkan matang-matang. "Kharisma. Lo?" Jaka bertanya balik.
Bani menarik kursi dan duduk di sana. Untung saja mereka berdua kebagian kursi kantin. "Kenapa nggak negeri? Karena Dara?" Bani menggelengkan kepala mendapat respon Jaka berupa anggukan semangat dan cepat. "Gue ngikut lo ajadeh, Jak." Lanjutnya.
Jaka mencibir. "Ogah gue ama lu, cari sekolah lain sana!"
Bani bangkit, menggeplak kepala Jaka sembari berkata. "Ntar lo kangen gue." Bani terkekeh geli meninggalkan Jaka untuk mengantre memesan makanan.
Jaka mendesis kencang. "Najis lo!"
Sambil menunggu Bani, Jaka mengeluarkan ponsel yang sebelumnya ia ambil di dalam loker. Pasalnya, selama ujian tidak boleh membawa ponsel. Jaka menjelajahi media sosialnya.
"Jaka, aku boleh duduk di sini?" Jaka mengenal suara itu. Perempuan dengan rambut terkuncir satu serta poni yang menutupi dahinya itu sangat tidak asing untuk Jaka.
Jaka mengangguk, tanpa memandang wajah cantik putri yang tersenyum sumringah.
"Gimana ujian kamu? Bisa?" Suara lembut Putri mengalun lembut di telinga Jaka.
Jaka yang menyibukkan diri dengan ponsel kini mematikan ponselnya, menyimpan di saku bajunya. "Menurut lo aja Put, gue mah bego di mtk," jawab Jaka seraya terkekeh kecil.
Putri tersenyum, ia mendorong es teh yang sebelumnya sudah ia minum ke tengah meja. "Kalau kamu belajar, kamu pasti bisa. Asal nggak nyontek aja."
Jaka mengangguk. "Lagian mana bisa nyontek Put, balik-balik gue tinggal nama aja."
Putri tertawa geli. Pipi putih perempuan itu terlihat memerah saat ia tertawa. Walau tanpa polesan blush on sedikitpun.
Sebenarnya Putri itu masuk jajaran perempuan cantik. Apalagi sifat dan sikapnya. Lembut, ramah, tapi namanya Jaka, mau bagaimanapun, ia tidak bisa berpaling.
"Seru amat, ketinggalan apaan nih gue?" Celetuk Bani sambil meletakan nampan makanan di atas meja.
Jaka langsung mengambil batagor dan es teh nya, menikmati makanan itu tanpa menjawab pertanyaan dari Bani.
"Nggak ada apa-apa kok, Ban. Oh iya, nanti kalian rencananya lanjut ke mana?" Putri menjawab sekaligus menambahkan pertanyaan di jawabannya tersebut. Ia terkekeh geli melihat Jaka sangat begitu menikmati makanannya. "Pelan-pelan, Jak."
Bani menghela napas panjang. Ia mengulas senyum samar sebelum menjawab pertanyaan Putri. "Jaka masuk Kharisma, gue juga kayaknya. Elo?"
Putri melahap sepotong roti yang sudah ia potong kecil ke dalam mulutnya. "Aku belum tahu. Belum diskusiin sama orang tuaku," jawabnya setelah selesai menelan potongan roti tersebut.
"Nggak mau Kharisma aja, Put? Sama Jaka." Bani tertawa hambar, tapi tidak ada yang menyadari.
Pipi Putri memerah. Ia tersenyum masam memandang Jaka yang tampak tidak peduli dengan sekitarannya. "Liat nanti deh. Eh, aku duluan ya, bye Jaka, Ban!" Putri memilih untuk pergi dari sana.
Selepas Putri pergi, Jaka menyelesaikan aksi makannya dengan meneguk es teh hingga habis.
"Dapet yang cantik lo tolak, Jak. Move on kali, Jak. Ingat Dara lebih tua dari lo." Bani menyeru setelah menenggak air mineralnya.
Jaka mengedikkan bahunya tidak peduli. "Terus kenapa kalau lebih tua? Cinta mah nggak mandang usia. Udah ah, mau ikut kagak lo?" Jaka beranjak, bersiap melangkah, tapi masih menunggu jawaban Bani.
Bani menggeleng. "Duluan sono lu!"
🌹🌹🌹
"JAK!" Dara tertawa keras setelah berteriak memanggil cowok yang ternyata sedang sibuk dengan berbagai buku di hadapannya. Tawanya masih menggelegar saat ia datang menghampiri Jaka yang sudah menatapnya dengan nyalang.
"Aelah lo, nggak butek apa mata lo? Beli es krim, yuk?" Dara ikut tengkurap di samping Jaka. Jaka meraih bantal dan meletakkanya di bawah dadanya.
Jaka mengembuskan napas. Menutup buku yang berada di hadapannya satu persatu. "Capek, Dar. Pijitin kek."
Dara terkekeh, kemudian ia kembali duduk dan beralih memijit-mijit punggung serta bahu Jaka. "Belajar yang bener, Jak. Oh iya, lanjut mana lo?"
Jaka memutar tubuhnya menjadi telentang, ia sedikit meringis. "Lo anggap punggung gue samsak apa? Sakit, Dar!" Keluh Jaka. Meski Dara perempuan, tapi tenaga perempuan itu memang tidak bisa diremehkan. Perempuan dengan sabuk coklat karate itu memang benar-benar tangguh.
Dara tertawa, matanya menjadi segaris. "Sori, hehehe. Jadi ntar lo lanjut mana?" Dara mengulang pertanyaannya. "Jangan bilang lo masuk Kharisma?" Lanjut Dara dengan ucapan yang tepat sasaran.
Jaka cengengesan. "Maunya sih gitu."
Dara menyentil pelan dahi Jaka. Namun, pelan dalam definisi Dara berbeda. Buktinya, Jaka meringis memegang dahinya yang terdapat bulatan merah. "Sakit? Alay lo, Jak. Pelan gitu," ucap Dara.
Jaka mengusap-usap dahinya. "Alay-alay, sakit, Dar. Liat noh!" Jaka menunjuk dahinya yang terasa perih.
Dara memajukan wajahnya, memandang dahi Jaka dengan dekat. Lantas ia mengusap-usapkan jempolnya di dahi Jaka yang terlihat memerah.
Memandang Dara dari jarak seperti ini, membuat Jaka harus menahan napas serta degub jantungnya.
"Masih sakit?" Suara Dara terdengar pelan. Lalu mata Dara turun memandang mata Jaka. Sesaat keadaan hening, usapan Dara di dahi Jaka juga berhenti.
Dara mengedipkan mata, kemudian dengan kikuk ia memundurkan badannya. Terlihat salah tingkah. Jaka pun begitu.
"Beli es krim yuk, Jak?" Ajak Dara dengan suara canggung.
Jaka ikutan duduk, ia tersenyum geli melihat Dara yang terlihat salah tingkah. Kemudian Jaka bangkit, berdiri di depan Dara yang masih duduk di kasurnya. "Lucu banget sih Dar kalau salting gini."
Pipi pucat Dara bersemu merah. "G-gue tunggu di depan." Lalu Dara berlari ngacir keluar dari kamar Jaka.
Jaka menggelengkan kepalanya. Ia membuka lemari untuk mengganti kaosnya.
Sambil memakai baju, Jaka berkata, "Dara.. Dara, makin cinta gue."
Sepi banget euy cerita ini! Hehe ngga apa-apa deng, semoga readersnya nambah, Aamiin.
Jangan lupa vote dan komentar ya, Guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaka & Dara
Roman pour AdolescentsMau bagaimanapun, Dara Berliana tidak akan pernah bisa Jaka miliki. Perempuan yang lebih tua dua tahun darinya itu akan selalu menganggap dirinya sebagai 'adik'. Padahal Jaka paling benci dengan panggilan itu. Bagi Jaka, Dara adalah pusat dunianya...