6

3.2K 293 25
                                    

Dear Secret Admirer

Siapa dirimu?
Kenapa memilih bersembunyi di balik surat?
Apa yang menahanmu?
Apakah aku begitu menyeramkan sehingga kau takut bertemu langsung denganku?
Bertanya kabarku? Kenapa aku harus menceritakannya padamu?

Alika

Alika melipat lagi surat yang ditulisnya di kantor tadi dan memasukkannya ke dalam amplop berwarna biru. Kenapa biru? Karena biru adalah lambang warna untuk lelaki seperti halnya warna pink yang melambangkan kelembutan seorang wanita.

Ucapan Vio dua hari yang lalu telah sedikit menyadarkan Alika. Ia mulai membenarkan ucapan Vio yang mengatakan ia tidak pernah bersikap spontan. Sebenarnya Alika sempat ragu untuk menulis balasan surat seperti ini. Lagi pula Sang Pengagum Rahasia tidak pernah meminta ia untuk membalas suratnya. Tetapi, rasa penasaran yang kian hari kian tumbuh di dalam hatinya membuat Alika memberanikan dirinya.

Ia membuang jauh-jauh semua pikiran negatif yang bercokol di benaknya. Bagaimana jika orang ini hanya iseng? Hanya ingin mengerjai dirinya? Bagaimana jika orang ini adalah pembunuh berantai yang sedang mencari mangsa? Semua itu sempat berkelebat dalam otaknya, tetapi Alika memilih mengikuti kata hatinya, jika seseorang ini jauh dari semua hal buruk yang ia pikirkan.

Alika menatap pintu depan Magnolia dan berjalan masuk. Sepulang dari kantor sore ini, Alika bertekad untuk datang dan menaruh surat itu di tempat ia biasa duduk, dengan harapan Sang Pengagum Rahasia bisa membacanya dan memuaskan rasa penasaran Alika terhadap dirinya.

Suasana cafe sangat ramai. Semua tempat duduk penuh terisi pelanggan termasuk tempat duduk favorit Alika. Ia terdiam sejenak, bingung harus melakukan apa karena skenario seperti ini tidak ia pikirkan sebelumnya. Ia mengedarkan pandangannya menuju ke arah tempat Deni biasa berada. Tetapi Alika tidak melihat sosoknya. Alika menggerutu kesal dalam hati, mulai menyesali semua yang ia lakukan. Seharusnya ia langsung pulang saja. Apa yang ia harapkan? Sang Pengagum Rahasia pun belum tentu tahu ia ada di sini.

"Hai, Al, sendiri?"

Saat mendengar suara sapaan Deni itu, Alika merasakan kelegaan yang luar biasa. Dibalikkannya tubuhnya dan ia tersenyum lebar sembari berjalan mendekati Deni yang baru saja masuk ke dalam cafe.

"Syukurlah aku bertemu denganmu, Deni," ucap Alika saat sudah berdiri di depan Deni. "Dan ya, aku sendirian. Vio tidak menjemputku tadi karena masih ada pekerjaan di kantornya."

Deni terlihat kecewa dengan jawaban Alika tetapi tetap tersenyum. "Lalu kau naik apa kemari?"

"Go-Car."

Deni mengangguk dan mulai berjalan menuju ke arah tempatnya biasa bekerja. Alika ikut menjajari langkahnya dan membuat Deni menoleh, lalu menghentikan langkahnya.

"Kau mengikutiku?" Deni menatap heran.

"Aku memerlukan bantuanmu."

Masih menatap heran Deni berkata, "bantuanku?"

"Ya." Alika mengangguk cepat. "Kau ingat soal surat yang pernah aku tanyakan padamu sebelumnya?"

Deni mengerutkan keningnya sebentar, mungkin mencoba untuk mengingat. Lalu, dia mengangguk. "Ya, aku ingat. Saat itu Bos menegurku. Apa hubungannya semua itu dengan bantuanku?"

"Aku ingin menitipkan ini padamu." Alika mengeluarkan sepucuk surat beramplop biru dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Deni. "Bisa tolong letakkan surat itu di meja tempat aku biasa duduk saat cafe akan tutup?"

Deni mengambil surat yang diserahkan Alika padanya. "Kenapa harus menunggu saat cafe akan tutup?"

"Agar tidak ada orang lain yang mengambil dan membacanya."

Dewi Cinta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang