11

3K 278 36
                                    

Alika memandang ke arah luar dari jendela mobil. Matahari mulai tenggelam di balik gedung-gedung tinggi, menyisakan semburat warna jingga yang sangat cantik di langit. Sayang, pemandangan seperti itu harus tertutup oleh banyaknya bangunan pencakar langit di pusat kota.

Saat ini mobil yang dinaiki Alika mulai berjalan perlahan dan akhirnya berhenti saat sampai di apartemen milik Aksa yang beberapa hari lalu Alika datangi. Sopir yang menjemputnya membuka pintu mobil di samping Alika. "Kita sudah sampai, Nona. Aku akan mengantarkanmu ke dalam."

Alika turun dan seperti yang sudah menjadi kebiasaannya, ia merapikan gaun hitamnya setelah keluar dari mobil. Alika memperhatikan sopir yang sepertinya masih muda itu saat ia mulai berjalan di depan Alika menuju ke arah lift. Keheningan melingkupi mereka berdua saat sudah berada di dalam lift. Alika tidak tahu harus memulai pembicaraan apa pada lelaki yang menatap lurus ke depan dengan tubuh tegak sempurna itu.

Alika berdeham sebentar, membersihkan tenggorokannya. "Apa kau sudah lama bekerja pada Aksa?"

Lelaki itu menoleh sekilas dan mengangguk. Wajahnya manis, meskipun dia tidak tersenyum. Kerutan dalam di keningnya seperti menandakan jika dia terlalu sering berpikir keras. Hidup yang berat, kah?

Alika memutuskan untuk tidak bertanya apa-apa lagi. Terkadang, ada orang yang ingin menyimpan sendiri apa yang mereka rasakan. Dan Alika cukup bijak untuk memilih diam.

Pintu lift yang terbuka membuat Alika ikut lega, setidaknya ia tidak harus merasakan kecanggungan lagi bersama lelaki yang tidak ia ketahui namanya itu.

"Aku mengantarmu sampai di sini saja. Aksa sudah menunggumu di dalam."

Alika menatap pintu apartemen Aksa dan lelaki di depannya bergantian. Ia menggangguk dan lelaki di depannya segera berbalik, kembali menuju ke arah lift. Alika memencet bel dan mengatakan pada dirinya sendiri jika ia tidak gugup meskipun ia memindahkan clutchnya dari satu tangan ke  tangan lainnya sambil menunggu.

Aku harus bisa melalui malam ini dengan baik, Alika berkata pada dirinya sendiri, bersamaan dengan terbukanya pintu di depannya. Alika menatap melongo memandangi Aksa yang memilih membukakan sendiri pintu untuk Alika.

Alika meneliti penampilan Aksa. Rambutnya dipangkas rapi dan di beri gel rambut, wajahnya bersih dari bakal-bakal janggut. Kemeja hitam berlengan pendek yang dipakainya melekat erat di tubuhnya yang atletis. Celana jeans hitam panjang yang ia pakai membungkus sempurna kaki panjangnya.

Melihat penampilan santai Aksa, Alika bersyukur memilih gaun hitam yang ia pakai saat ini.

"Masuklah." Aksa membuka lebar pintu apartemennya dan menutupnya lagi saat Alika sudah berada di dalam. "Ikut aku," ucapnya lagi.

Alika memperhatikan sosok yang berjalan di depannya itu. Jika melihat penampilan tampan dan segar Aksa saat ini, orang-orang pasti tidak akan percaya jika beberapa hari yang lalu, dia sempat berniat bunuh diri.

"Kita akan makan di balkon saja." Aksa menggeser sebuah pintu yang memisahkan bagian dalam apartemen dengan balkon di luar. "Pemandangannya akan lebih indah."

Alika mengangguk dan ikut melangkah menuju balkon. Hembusan angin yang terasa lumayan kencang ikut menerpa rambut Alika. Alika tergoda untuk berdiam di pinggir balkon dan memandangi bangunan tinggi di depan mereka tapi ia akhirnya memilih ikut duduk di kursi yang telah disusun berhadapan dengan sebuah meja yang berada di tengah-tengah. Di atas meja sudah ada piring dan gelas berisi minuman tetapi belum ada makanan sama sekali.

"Aku paling suka memandangi matahari terbenam dari balkon ini," Aksa yang duduk di depan Alika berbicara. Dia memandang ke arah langit yang sudah mulai berwarna hitam. "Aku menemukan kedamaian setiap kali memandangi langit seperti ini."

Dewi Cinta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang