26

2.9K 267 51
                                    

"Max! Sungguh suatu kejutan." Wita berjalan cepat menyambut tiga orang lelaki yang berjalan memasuki ruang makan.

Satu orang yang berusia paruh baya dengan rambut putih di beberapa bagian rambutnya itu pastilah Tama Rahardja, papa Rumi. Dua orang lainnya adalah lelaki paling tampan yang pernah Alika lihat. Satu orang terlihat lebih muda dari yang satunya, sama-sama memakai jas lengkap.

Wita merangkul lelaki yang terlihat lebih tua sedikit dibanding lelaki disebelahnya yang baru saja dipanggil Max tadi. "Sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Kau sibuk, Max?"

"Sibuk mengejar wanita, Ma," lelaki di sebelah Max tadi berucap tak acuh. Dia pastilah adik Rumi yang bernama Marco.

"Marco iri pada pesonaku, Tante." Lelaki bernama Max itu tersenyum lebar, senyum yang sangat menawan.

"Siapa dia? Lelaki paruh baya yang berdiri di depan kedua lelaki tadi menunjukkan jarinya ke arah Alika.

Saat ini semua mata menatap ke arahnya. Alika meremas tangannya, untuk mengurangi rasa gugupnya. Alika menelan ludahnya saat kedua lelaki tampan dihadapannya meneliti penampilannya. Lelaki bernama Max tadi kembali tersenyum lebar pada Alika.

"Jaga matamu, sepupu!" Rumi yang tiba-tiba muncul menepuk bahu lelaki bernama Max itu, membuatnya meringis. "Dan kau juga, Marco!" Lelaki bernama Marco itu juga diberi Rumi tepukan keras di bahu.

"Dia Alika, dia datang menjenguk Rumi." Wita tersenyum, mendekat ke arah Alika. "Dia akan ikut makan malam bersama kita.

"Oh, jadi kau Alika yang itu ya?" Marco melangkah mendekati Alika, tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Aku Marco, adik Ale. Dan Kakakku memberimu hak untuk memanggilnya Rumi?"

Alika mengangguk dan menjabat tangan Marco. Lelaki bernama Max itu juga mengulurkan tangannya, bersalaman dengan Alika. Satu-satunya yang belum berkenalan dengan Alika adalah Papa Rumi.

Lelaki paruh baya yang masih terlihat gagah dan berkharisma itu menatap Alika. Rumi yang berdiri di depan Alika menatap dengan wajah khawatir bergantian ke arah Papanya dan Alika.

"Senang mengenalmu, Alika." Tama mengulurkan tangannya yang dengan segera di sambut Alika.

Alika bisa mendengar helaan napas lega semua orang di dalam rumah makan itu. Termasuk dirinya.

Saat semua sudah duduk di kursi makan, sedang memakan makan malam mereka, Marco adik Rumi bertanya pada Alika, "apa kau tahu jika kakakku ini adalah penyair?"

"Marco!" Rumi mendelik menatap tajam adiknya.

Alika tersenyum dan mengangguk. Marco terlihat terkejut. "Kau serius? Dari mana kau tahu? Kakakku ini pendiam dan susah sekali jika diminta mendekati wanita."

"Ya," lelaki bernama Max ikut berbicara. "Aku pun penasaran sekali. Apa yang kau lihat dari sepupuku itu. Dia tidak tampan, tidak romantis dan juga.... Suka sekali menulis puisi."

"Max! Jangan ikut campur." Rumi menatap kesal ke arah sepupunya. "Atau aku akan membocorkan rahasiamu. Kau itu kutu buku. Lebih parahnya lagi kau suka membaca cerita roman. Lelaki mana yang menyukai cerita roman."

Max bukannya marah tetapi tertawa lepas, bahunya sampai berguncang. "Silahkan saja ceritakan, Ale. Aku juga akan membongkar rahasia besarmu. Alika, seumur hidupnya Ale baru satu kali pacaran. Dia akan berkeringat dingin jika berada di dekat wanita. Jadi, jika kau mengharapkan Ale bersikap romantis padamu, itu tidak akan terjadi. Dia bisa pingsan."

Suara tawa kembali terdengar. Rumi menatap kesal bergantian ke arah Marco dan Max. Alika tersenyum. Ia merasa beruntung bisa berada di tengah-tengah kehangatan keluarga seperti ini. Diterima dengan sangat baik, tanpa ditanya berasal dari mana, anak siapa, apa profesi orang tuanya. Mereka menerima dirinya... Begitu saja, tanpa pertanyaan.

Dewi Cinta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang