Punge Blang Cut adalah sebuah kampung di kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, provinsi Aceh.
Tahun 1966 Perkampungan II Punge di Pecahkan menjadi 2 (dua) Perkampungan,
Kampung Punge Jurong dan Kampung Punge Blang Cut,
Punge Blang Cut di Pimpin oleh Keuchik H.Hamzah Ibrahim.
kampung Punge Jurong dipimpin oleh Keuchik Sanusi Lidan.setelah keluarnya SK Gub.KDH.Istimewa Aceh Nomor 27/GA/1963,
pada tanggal 14 Agustus 1963, Kecamatan Kuta Raja Timur dirubah menjadi Kecamatan Kuta Alam,
dan Kecamatan Kuta Raja Barat dirubah menjadi Kecamatan Baiturahman.
Pada pemekaran Kecamatan di tahun 1980, Punge Blang Cut menjadi Kecamatan Meuraxa yang memiliki seorang Camat bernama Ifrizal Yunus BA.
Hinggah terjadinya perluasan Kotamadya dan bertambahnya Kecamatan menjadi 9 (sembilan ) Kecamatan, maka kampung Punge Blang Cut tunduk dalam Kecamatan Jaya Baru yang di Pimpin oleh Camat Meuraxa yaitu Drs. Saifullah Jamil.Penduduk disana sangat padat dan salah satunya adalah keluarga ku, keluarga yang lahir dari sebuah keterbatasan.
Kampung kami Sederhana, dimana terbentang pohon kuda kuda di setiap langkah jalan mereka.
Rumah rumah panggung yang pernah menjadi rumah populer masih banyak terdapat di kampung kami.
Mungkin itu salah satu Bukti sebagai kesenjangan sosial yang tak pernah hilang.
Dikampung ini juga menjadi tempat dimana seorang ibu berjuang keras untuk membuka mata, telinga, dan membebaskan ku dari dunia rahim yang begitu sempit.
Tahun 1988, Aku lahir dari semangat seorang wanita dan sabarnya seorang pria yang dimana mereka selalu ada untukku.
Tapi mungkin dalam beberapa waktu tanpa persiapan, mereka akan pergi meninggalkanku.
Itu yang menjadi pacuanku agar selalu menghargai mereka.
Dan aku rasa tak hanya aku, setiap anak yang terlahir pasti berfikiran sama seperti aku.
Anak Aceh, siapapun dan bagaimanapun tingkah mereka saya pastikan mereka akan sangat dan sangat patuh terhadap orang yang lebih tua , apalagi orang tua mereka sendiri.
Bayangku tentang masa lalu pun hilang, aku kembali dalam ketakutan.
Aku masih berdiri di atap rumah salah satu warga yang masih bertahan.
Tanganku tak lagi mempunyai kekuatan untuk bertahan, aku bergetar saat kembali kealam sadar ku,
rasa takut terpendam dalam dalam satu titik dimana seluruh daya aku serahkan kepada yang kuasa.
Buliran air yang bergenang di mata tak mengalir, ia juga merasakan dingin nya jiwaku, dia seakan tahu bahwa dia tak pantas untuk mengalir pada saat ini.
Tak ada kesedihan, hanya rasa takut dalam ketidak tahuan.
Tak lama gemuruh berhenti, kami menunggu hinggah air itu benar benar kembali ketempatnya semula.
Beberapa jam, aku dan beberapa orang turun dari atap rumah.
Ayah menyambutku.
Tatapan ayah penuh harapan saat menanti ku untuk turun.
Aku berdiri disampingnya, dan dia menggenggam tanganku.
Setelah aku menginjak bangku sltp, ayah tak pernah melakukan ini.
Ini genggaman yang ia lakukan saat aku masih kecil.
Aku melihat wajah ayah, dia menganggukkan kepalanya.
Dia sedikit menarikku untuk mengikutinya.
Dia memastikan semua sudah berakhir, semua akan baik baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ice cream di tanoh Aceh
Fiksi SejarahAku hidup dimana sebuah bencana menghancurkan kotaku, bahkan sebagian keluargaku. Aku "Rahmat Ridha". salah satu saksi hidup dasyatnya ujian Tsunami di Banda Aceh, yang memberiku pelajaran berharga. Usaha Orang tuaku hancur, bahkan Ibu dan Kakakku m...