Part 2

31 3 7
                                    

"Bu, Aku berangkat ya.. Assalamualaikum." ucapku berpamitan dengan Ibu.

"Waalaikumsalam, hati-hati nak." 

Duh gimana ya nyeritain nya, oke gini ya semoga kalian paham maksud aku ya,, Aku lahir dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai Penjual Gorengan dan Bapak yang bekerja di Warung Nasi diluar daerah. Aku punya dua orang Kakak Laki-laki, yang pertama sudah merried dan tinggal di daerah yang sama dengan Bapak dan profesi yang sama juga, Kakak Laki-laki Ku  yang nomor dua sudah merantau ke Daerah Batam dan bekerja di sebuah PT. disana selepas tamat sekolah, dan yang terakhir Anak Bungsu alias Adik laki-laki ku sekarang baru berumur 14 tahun atau setara kelas IX SMP. Oke sip begitu sepenggal rincian tentang keluarga ku, oke next to the story.

 Aku mempercepat langkahku karena jam tangan hitam yang kugunakan sudah menunjukkan pukul 07.05 WIB itu artinya 10 menit lagi sebelum bel sekolah ku berbunyi. 

"Alamak, udah jam segini mati aku-mati aku." Melewati jalan yang sudah 2 tahun ini rutin aku lewati yaitu Jalur Kereta Api tujuan Kota Padang-Padang Panjang, tiba-tiba langkah kakiku berhenti setelah melihat sosok yang sudah tak asing berjalan beberapa langkah didepan ku. 

Aku pun memicingkan dan memfokuskan mata karena cahaya langit pagi yang menyilaukan mata sipit ku. Setelah memastikan dia orang yang ku kenal aku pun panik dan bingung harus memutar jalan kearah mana, karena di Jalur Kereta Api yang biasa aku lewati untuk sampai ke terminal mikrolet hanya satu arah saja.

"Ya Amplop cobaan apa lagi ini? Kalau sampai gua telat lagi, bisa kurus nih body." Dengan langkah perlahan-lahan aku berjalan menyusuri Jalur Kereta Api yang cukup ramai di lewati anak-anak yang bertujuan sama dengan ku untuk berangkat ke sekolah. Karena hanya jalur ini yang bisa kami gunakan untuk sampai di Pusat Kota.

"Semoga dia gak ngelirik kebelakang." Aku pun memohon didalam hati karena seseorang yang kumaksud adalah seseorang yang pernah kusukai waktu masih duduk di Kelas IX SMP, Ije adalah nama panggilannya seseorang yang pernah mengabaikan perasaan suka ku dulu, dan membuat ku kehilangan muka saat bertemu dengannya. Aku memilih mendaftar di SMK yang terpelosok, demi menghindarinya. Tapi takdir berkata lain saat MOS aku melihat Ije berbaris dibarisan yang sama dengan ku dan yang lebih parahnya lagi sekarang dia satu kelas dengan ku. 

"Tidak ada yang lebih perih dari pada diabaikan dan tidak direspon saat kau menyukai seseorang." Aku bergumam sambil mengingat masa lalu yang menurut ku cukup kelam untuk diingat.

Sambil melirik-lirik barisan angkot yang tersusun rapi didepan taman kota, aku pun memastikan angkot yang akan aku naiki tidak sama dengan Ije. "Alhamdulillah sampai." Aku mendudukkan diriku dibarisan depan pintu. 

Memasuki gerbang sekolah, akhirnya dengan keahlian ku berjalan kaki selama bertahun-tahun belakangan memang tidak sia-sia. Pukul 07.12 WIB aku sampai di sekolah dengan selamat. Melewati koridor sekolah menuju komplek kelas XII aku melirik di pintu kelas XII TKJ 3.

"Oe, Cha tumben lu dateng pagi?" 

"Lu kagak denger apa guru kejuruan yang sekarang killer, gua mah ogah dihukum." Tutur Icha. Menyandang peringkat pertama dan kedua Icha dan Taul memang dikenal disiplin dan patuh terhadap aturan, beda dengan diriku yang peringkat sembilan atau kalau lagi beruntung mah peringkat tujuh yang suka seenaknya melanggar. 

"Ya deh, ntar istirahat maen ketempat gua ya, barengan jajannya. Oke."

  "Masih pagi woi, Lambung aja yang keinget sama lu." Omel Icha sambil menoyor kepala ku.

"Maklum gue kagak sarapan, ya udah bye."

Dari 33 orang dengan 10 orang perempuan membuat suasana kelas kami seperti taman bermain. Ketua Kelas yang membuat ku ilfeel dari awal memang terbukti seperti biang onar. Bukan Kelas seperti ini yang aku harapkan. 

"Eh Dil itu siapa sih gue gak tau namanya." Aku bertanya karena ada beberapa penduduk kelas yang memang belum pernah satu kelas denganku. Memiliki kepribadian yang sedikit introvert apalagi setelah ditolak seseorang yang kusukai kepercayaan diri ku bagaikan hilang ditelan bumi dan meyakinkan diri,  sendiri itu lebih happy. Makanya aku mendapatkan prediket si Kuper dari Dila. 

"Oh itu, yang tinggi namanya Qauqi dia mah atlit voly masa lu kagak tau, kemane aje lu ha?"

"Kalau yang kulitnya kayak orang habis jemuran plus jenggot kambingnya itu siape Dil?"

"Itu si Udin, sembarangan lu ngatain kambing atlit juga tuh. Oh ya yang duduk di sebelah meja kita yang dekat dinding itu nama nya Rio, agak pendiam sih tapi gantengkan?"

"Ah biasa aja kok, matanya gak ada gitu lo bilang ganteng."

"Awas lu kemakan omongan sendiri." Cecar Dila.

Lagi-lagi hari pertama belajar ya seperti itu monoton aja.     

  

My OirWhere stories live. Discover now