Bintang, kamu tidak tahu bahwa aku merindukanmu disetiap malam. Setiap hembusan angin berlalu tanpa kamu. Setiap tenggelamnya mentari pada senja hari menjadi sunyi dan sepi. Aku sendirian. Aku tidak tahu bagaimana kabarmu? Sedang apa? Dan apakah kamu masih enggan bertemu denganku?
🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹
"Non, Ibu hari ini ga kerja, katanya sakit." Bi Resti menghampiriku yang tengah terduduk di kursi kamar.
"Sakit apa?"tanyaku.
"Ga tau non, dari tadi Ibumu mual-mual."
Aku hanya ber-oh ria.
Lalu aku beranjak menemui Ibuku yang sedang berada di kamar mewahnya yang berdekorasi serba merah.
Kulihat Ibuku sedang berbaring lemas di kasur merahnya.
"Ibu mau ke dokter?"tanyaku. Ibuku hanya menggeleng pelan. Aku pun menghampirinya. Kulihat bubur yang ada di meja sampingnya masih utuh belum disentuh sedikit pun. "Bu, sarapan dulu." Ucapku. Ku ambil mangkuk bubur itu. Kuraih sesendok bubur yang sudah mulai tak terasa panas lagi. "Bu, ayo makan." Ucapku lagi.
Ibuku melahap sesendok bubur yang kuberikan. "Sudah."Katanya.
"Ibu, mau minum teh."Katanya lagi.
Aku pun mengambil teh hangat yang berada di mejanya "ini, bu."
Selesai ibu meminumnya sedikit, aku meletakan kembali cangkir teh itu ke tempat asalnya.
"Bu, dimakan lagi buburnya." Aku menyodorkan sesuap bubur pada ibu. Dan ibuku mau melahapnya.
"Sudah, nak. Ibu mau tidur."
Aku pun meletakan mangkuk itu ke tempat asalnya. Lalu berbaring di samping ibuku. Hari ini aku punya waktu lama dengan ibuku. Rasanya aku tidak ingin meninggalkan ibu di rumah bersama Bi Resti.
Tapi...
"Non, ayo berangkat sekolah! Nanti kesiangan lagi!" teriak Bi Resti.
Aku harus bersekolah. Pasalnya kemarin lusa aku bolos bersama Dion. Kalau aku bolos lagi, aku malah tambah membebankan ibuku.
"Iya, Bi. Sebentar, aku di sepatu dulu."
Aku berniat untuk berpamitan pada ibuku. Namun, kulihat ibuku sudah tertidur. Aku tak tega membangunkan ibu. Dan akhirnya aku bergegas merapikan seragam, memakai sepatu, dan menggandong ranselku. Setelah itu aku segera masuk ke mobil.
***
Di tempat yang kian ramai saat bel sekolah tepatnya kantin, aku duduk sendirian. Meja paling pojok sebelah kanan adalah favorite-ku sedari dulu , dengan semangkuk mie bakso yang kulahap perlahan juga sudah menjadi hidangan favorite-ku di sekolah.Siang itu, di sampingku ada kerumunan cowok anak IPS dengan style bad boy nya. Beberapa anak kemeja nya dikeluarkan mungkin bukan tanpa sengaja, memakai sepatu berbagai macam, rambut warna-warni bak seperti kemoceng, dan beberapa diantara bukan pula orang yang beretika.
Aku memang tidak nyaman melihat pemandangan disini. Namun, apa daya aku yang datang ke kantin lebih cepat sebelum datangnya cowok-cowok berandalan itu. Untungnya aku sudah melahap setengah porsi mie bakso ku.
Di meja yang ada di hadapanku. Ada gengser cewek-cewek yang cukup bergaya glamor dan tentunya kelas papan atas. Kerjaannya tak lain lagi seperti berdandan agar mempercantik dirinya masing-masing atau pergi ke mall memborong belanjaan ber-merk.
"Ramai, tapi aku merasa sendirian." Batinku.
Kini, aku sibuk memainkan sendok dan garpu sambil melamun sendirian. Hingga suara parau memanggil namaku membuatku menoleh ke arahnya. "Senja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Rindu untuk Senjani[Terbit||GuePedia2019]
RomanceBeberapa kali highest rank in #puitis [Terbit oleh Guepedia] [Sebagian cerita ini belum di revisi, harap maklum apabila ada kesalahan ketik] Maaf. Hanya kata itu yang selalu terucap dari bibirku. Hanya kabar dari senja yang kuberikan untukmu. Caha...