16.Menikah(2)

67 25 5
                                    

Menikah

Menikah itu satu hari
Namun setiap orang sibuk memikirkan satu hari itu dan sebagian tidak memikirkan bagaimana menjalani satu hari setelah itu.
Satu hari yang dimaksud setelah itu adalah untuk seumur hidup. Selamanya.

"Ayah? Tante Key?"panggil Rindu, ia langsung menggubris tubuh ayahnya. Namun Ayah hanya memeluk tubuh Rindu sebentar dengan ekspresi datarnya.

"Salam pada Mama Key,"pinta Ayah kepada kami.

Aku dan Rindu pun menuruti perkataan Ayahku.

"Rindu, Senja, Ayah mau bicara dengan kalian." Ucap Ayah-duduk di sofa yang terletak di ruang tamu.

"Ayah nggak istirahat dulu?"tanyaku.

Kami duduk bersama-sama di sofa. "Ada hal yang penting yang perlu Ayah bicarakan." Ucap Ayah tanpa menghiraukan pertanyaanku.

Aku melihat Ayah mengambil ponsel yang terletak di dalam tas nya.

Halo?

...

Ya, saya baik-baik saja dan sudah sampai ke Indonesia.

...

Saya sudah di rumah bersama Senja dan Rindu. Kamu bisa datang ke sini sekarang kan?

...

Om tunggu sekarang ya.

...

Penting

...

"Ayah nelepon siapa?" tanyaku dengan penuh rasa penasaran.

"Dion." Satu nama yang tidak asing di pendengaranku.

Sudah kuduga! Manusia genit itu lagi yang Ayah sebut-sebut membuatku muak dan bosan mendengarnya. Seperti tidak ada laki-laki lain saja yang jauh lebih baik dari pada Dion.

Aku mendengus kesal "Ayah ngapain sih nelepon manusia itu lagi!"

Ayah menarik napas panjang,sorot matanya semakin tajam menatapku"Diam kamu Senja! kamu tidak boleh begitu pada Dion. Dasar kamu itu, tidak tahu diuntung! Sudah banyak diberi ini itu malah protes!" pekik Ayah seakan memekakan gendang telingaku.

Aku menggebrak meja, kali ini aku sudah benar-benar naik darah. Baru saja Ayah pulang ke rumah beberapa menit, sudah membuat kepalaku pening.

"Apa Ayah!?Senja nggak tahu diuntung? Asal Ayah tahu, Senja nggak pernah minta apapun sama Ayah apalagi Dion!"

Bi Resti yang sudah meletakan beberapa cangkir minuman ke atas meja kini terdiam mematung melihat pertikaian diantara kami.

"Resti, saya minta kamu pergi ke belakang!" lagi-lagi nada bicara Ayah semakin naik.

Aku merasa kasihan pada Bi Resti yang menjadi pelampiasan amarah Ayahku.

"Sabar sayang,"ucap Mama Keyla sembari mengelus-elus pundak Ayah. Lalu ia mengambil secangkir minuman dan ia berikan kepada Ayahku.

Aku dan Rindu yang melihat perlakuan Mama Keyla kepada Ayah, merasa jijik.

"So perhatian banget ya,"gumamku pelan.

Tiba-tiba Mama Keyla menatap sinis ke arah kami. "Kalian itu sebagai anak, harusnya kalian nurut dong! Ini tuh kan Ayah kandung kalian!"ucapnya.

Mama Keyla mendelik tanda tak suka kepada kami. "Memang dasar anak tidak tahu diuntung! Kami datang ke sini juga bukan disambut baik-baik malah dibantah seperti ini." Lanjutnya lagi.

Kami yang mendengar Mama Keyla berucap semakin kesal. "Tante Keyla Amardita yang terhormat. Tante seharusnya juga mikir tuh jangan cuma pakai otak tapi juga pakai hati!Tante Key belum pernah ngerasain rasanya dipaksa-paksa, kan!?"

"Keterlaluan kamu itu-" aku memotong perkataan Mama Keyla.

"Seharusnya kalian tuh mikir!? Selama ini kalian sudah menelantarkan kami! Kalian selalu saja sibuk dengan urusan kalian! Mesra-mesraan tanpa memikirkan keadaan kami! Dan kalian hanya mengabarkan kami untuk memaksa kami melakukan apa yang tidak kami ingin kan selama ini!"ucapku panjang lebar. Tak tertahankan, air mata yang kubendung sedari tadi kini membuncah.

"Kurang ajar kamu Senja!" Ayah menaikan sebelah tangannya, tangannya hampir saja mendarat pada pipi mulusku.

Namun, belum sempat tangan Ayah mendarat di pipiku, Rindu jatuh pingsan.

"Ri-rindu? Kamu kenapa dek?"tanyaku sambil menepuk-nepuk pipi Rindu.

Ayah meletakan kembali tangannya, tidak jadi untuk menampar pipiku. "Nak, kamu kenapa nak?" Ayahku mengelus Puncak kepala Rindu.

"Bi! Bi Resti!"teriakku.

Bi Resti segera bergegas ke arah kami dengan ekspresi kagetnya "Masyaallah, non... Dek Rindu kenapa?" Bi Resti segera mendekat ke arah Rindu.

Perlahan, cairan berwarna merah mengalir dari hidung mancung milik Rindu.

"Astagfirullah, Rindu mimisan non, Bibi takut Rindu kenapa-kenapa" Bi Resti beranjak mengambil secarik tisu lalu menghapus darah yang mengalir itu.

"Kita bawa ke kamar saja? Atau cek ke rumah sakit untuk memastikan keadaannya?" Tanya Mama Keyla.

Aku masih meneteskan air mata melihat adik kesayanganku terbaring lemah. "Bawa ke rumah sakit aja,"lirihku.

"Ya Allah, Om, tante! Rindu kenapa?!" Seseorang bertubuh jangkung bergegas ke arah kami-menggubris tubuh Rindu bak pahlawan kesiangan.

"Sudah, ayo cepat kita bawa ke rumah sakit!"ucap Ayah.

"Ayo! Pakai mobil Dion saja."
Dion bersama Ayah pun menggotong tubuh Rindu menuju mobil milik Dion.

Aku masih saja tak henti menangis, meratapi kisah kami yang semakin tragis.

"Ya Tuhan, cobaan apalagi yang kau berikan kepada kami."Batinku.

Hidup kami sudah perih, ditambah perih lagi melihat adik kesayanganku Rindu terbaring lemah tak berdaya.

Tbc... Jangan lupa vomments ya guys!

Sebuah Cerita Rindu untuk Senjani[Terbit||GuePedia2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang