2. Permintaan

6K 229 0
                                    

Mendengar apa yang seharusnya tidak dia dengar, membuat gadis dengan perangai keras itu meradang dalam amarahnya. Mobil Fortuner hitam melesak cepat menyusuri jalanan Jakarta yang sudah berubah menjadi senggang. Umpatan demi umpatan keluar dari mulut mungil Vania, kepala semakin penat jika mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

"Van, kamu mau kemana? Kita semua belum selesai." Sergah Arini melihat Vania yang melenggang keluar dari kediaman Ratna dan Devan.

Langkah kecilnya terhenti, kembali menoleh dan memperhatikan satu per satu wajah orang yang ada di ruangan itu. "Jadi aku harus gimana? Menerima perjodohan konyol ini? Vania rasa papa sama mama juga tahu apa keinginan terbesarku saat ini. Yang pasti itu bukan untuk menikah, apalagi dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal." Jawab Vania dengan nada menyindir di ucapan terakhirnya sambil melirik kepada Devan, tanpa sengaja kedua mata mereka bertemu dan saling memandang-cukup lekat.

Tanpa memperdulikan reaksi semua orang, Vania kembali melenggang keluar dan melajukan mobilnya memecah hiruk-pikuk kota di malam hari.

Vania kembali memijat pelipisnya yang terasa berat saat teringat apa yang terjadi, perjodohan? membayangkan saja membuatnya murka. Tapi bagaimana bisa, kedua orang tuanya melakukanya itu padanya. Sedangkan Vania sangat tahu, bahwa kedua orang tuanya bukanlah sosok orang tua yang kolot kepada anak-anaknya.

"Mbak buka pintunya dong," Vania terus menggedor pintu memanggil sesorang untuk dibukakan.

"Iya, sebentar mbak." Ucapnya seorang perempuan dari balik pintu, dan kemudian pintu terbuka.

"Lama banget sih," sentak Vania, Lasmi yang merupakan asisten rumah tangga di rumah itu tidak kaget dengan sikap Vania yang kadang naik turun. Sudah bisa ditebak, pasti terjadi sesuatu.

"Maaf, Mbak Vania. Tadi teh saya di belakang lagi bersih-bersih dapur." 

Tidak mengambil pusing, Vania berlalu pergi melewati Lasmi begitu saja. Baru satu, dua langkah kakinya menyentuh anak tangga menuju kamar, langkah kaki kembali berhenti ketika suara Ristyanto menggema di ruangan.

"Vania! Seumur-umur papa selalu mengajarkan kamu sopan santun." Ucap Ristyanto yang masih berada di ambang pintu.

Vania menoleh membalikkan badan, begitu juga Ristyanto dan Arini berjalan menuju arah Vania.

"Vania harus gimana, pa? coba jelasin, Vania harus nurut sama perjodohan konyol yang tidak masuk akal itu?!" Tak kalah telak, Vania menyeimbangi nada Ristyanto.

Sikap keras dan tegasnya Vania kembali mendominasi disaat seperti ini, Ristyanto tahu bahwa gadis kecilnya itu pasti akan menjadi counternya sendiri. Puncaknya adalah hari ini.

"Papa tahu, gimana Vania mati-matian mencoba menyeimbangkan karir Vania?" ucap Vania menambahkan.

"Van, bagi mama dan papa karir kamu sudah sangat bagus sayang. Kamu mau seperti apa lagi? Menjadi dokter yang hebat diusia 27 tahun, kamu juga sudah mendirikan yayasan panti asuhan yang kamu impikan sejak kecil. Kurang apalagi?" Kini giliran Arini yang frustasi dengan pikiran Vania.

Vania menyeringai, "dari sudut pandang manapun, sepertinya memang papa sama mama nggak akan pernah bisa mengerti apa kemauan Vania." Dia kembali melangkah meninggalkan Arini dan Ristyanto yang masih mencoba meluluhkan hati gadis kecilnya.

"Van.." ucapan Ristyanto seketika membuat tubuh Vania bergetar. Tidak, aku tidak bisa jika papa seperti ini. Ucapnya menguatkan diri dalam hati.

"Kamu tahu Van, kalau bukan karena Om Pram mungkin keluarga kita tidak akan bisa berada dalam posisi ini. Kalau bukan karena Om Pram, Kakakmu Ardan tidak mungkin bisa memulai bisnisnya hingga berkembang pesat. Tentu, kalau bukan karena Om Pram yang membantu papa mengusahakan semuanya. Kamu akan sangat sulit untuk bisa sekolah akselerasi dan menempuh pendidikan kedokteran." Entah sudah sebanyak apa yang Ristyanto sembunyikan dari Vania, mulai dari perjodohan hingga sekarang kondisi keluarganya.

Perfect Love (Angkasa Kehidupan_Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang