Udara Bogor yang dingin membuat Vania lelap hingga kesiangan, pukul 09.07 dia baru saja membuka mata dan menikmati suara burung di seberang kamar. Vania melenggang ke ruang tengah dan ruang tamu, tidak ada orang. Mencari orang tuanya di kamar tamu lainnya, juga kosong.
"Nyenyak banget tidurnya sampai digedor-gedor nggak bangun," Vania terkejut dengan kehadiran Devan di belakangnya.
"Ehm, yang lain dimana?" dia bertanya canggung.
"Sudah berangkat jam 8 tadi." Jawab Devan santai.
"Hah?! Kok gue ditinggalin lagi sih?!" lagi-lagi Vania protes.
"Vania, kamu sudah dibangunin Om Tiyan sama Tante Arini, tapi kamu enggak bangun." Terang Devan lembut.
"Alah, ini paling alasan lo aja kan?!"
Devan tertawa geli, "alasan untuk apa memangnya?" dia melangkah ke arah Vania, semakin mendekat langkah Vania semakin ikut melangkah mundur.
Tap! Vania berhenti ketika badannya menyentuh dinding, sedangkan Devan dengan senyumnya yang penuh arti masih saja mendekat ke arah Vania.
"Lo berhenti atau gue yang teriak," ancam Vania.
Devan tidak menggubris, dia tetap mendekat ke arah Vania hingga gadis itu memejamkan matanya saat Devan sudah tepat berhenti di depannya. Vania merasa seperti liliput jika berhadapan dengan Devan yang memiliki postur badan tinggi dan gagah.
"Dev, enggak lucu!" dia berpikir bahwa Devan akan melakukan hal-hal yang buruk padanya.
Melihat Vania dengan wajah yang ketakutan membuat dia gemas dan berakhir mengacak-acak rambut Vania yang memang sudah berantakan karena bangun tidur.
"Kamu itu kebanyakan negative thinking, siapa juga sih yang mau macam-macam sama calon istri sendiri, hm?" Devan tertawa sambil menyentil hidung Vania yang bangir.
"Ish, jangan sentuh-sentuh!" sentak Vania kesal dan buru-buru mengusap pangkal hidungnya.
Devan terkekeh geli, di matanya Vania benar-benar menggemaskan. "Udah sana mandi, nanti kita pergi nyusul yang lain."
"Nyusul kemana?" Tanya Vania sedikit penasaran.
"Liburan dong," jawab Devan sambil mendaratkan punggungnya di sofa.
"Lo aja deh yang pergi, gue enggak ikut." Vania berlalu menuju kamarnya.
"Yakin?" seketika langkah Vania berhenti dan menolah ke arah Devan.
"Maksud lo apaan!?"
"Iya maksudnya saya, kamu beneran yakin mau di rumah ini sendirian? Rumah ini jarang ditinggalin loh, Van." Ucap Devan dengan senyum penuh arti, Vania tau senyuman itu-senyum yang berusaha menakutinya.
"Halah gue enggak takut," entah kenapa memang rumah ini sekilas lebih sunyi dan sendu.
Mendadak dia mengabsen beberapa foto di ruang tengah yang terhubung dengan ruang tamu. Satu foto yang berhasil membuat Vania bergidik ngeri, foto almarhum Reynaldy dengan seragam kebesarannya sebagai seorang TNI. Segera dia menepis sesuatu yang ada dipikirannya.
"Ya sudah kalau begitu, kamu di rumah sendiri ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku, itupun kalau aku tidak asik dengan liburannya." Kembali Devan pergi dengan senyum penuh arti.
Kembali melihat foto Reynaldy membuat Vania gelisah, "iya-iya gue ikut!" teriaknya berhasil membuat Devan tertawa puas.
"Puas?!" sentaknya sekali lagi.
"Cukup puas, dah mandi sana. Saya tunggu di ruang tamu." Senyum Devan penuh kemenangan yang membuat Vania jengah ingin melempar sepatu padanya.
~*~
![](https://img.wattpad.com/cover/143258683-288-k48418.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (Angkasa Kehidupan_Completed✔)
Romansa".....Vania ini orangnya ngeyel-super ngeyel, emosian, tengil, galak, keras kepala, padahal aslinya cengeng dan manja....." Vania membeliak mendengarkan penjelasan Devan, dapat dilihat dari raut wajah dan matanya bahwa laki-laki itu menyeringai somb...