Hari ini adalah jadwal Vania libur setelah dua minggu dia mendapat jadwal kerja yang sangat padat di meja operasi. Arini dan Ristyanto sudah sibuk di ruang tengah dengan beberapa buku menu catering dan dekorasi pernikahan, yang telah di sediakan oleh vendor pilihan mereka.
"Lagi pada sibuk ngapain sih?" tanya Vania yang baru saja turun dari kamar dengan keadaan bangun tidur.
Arini melotot kearah Vania saat tahu anak kesayangannya itu baru saja bangun di pukul 9 pagi, "kamu itu ya, sudah mau jadi istri orang masih aja bangunnya siang. Nanti kalau suami kamu berangkat kerja kamu masih tidur gimana, Vania...?" pekik Arini dengan melempar bantal sofa yang berhasil Vania tangkap.
"Santai aja kali, Ma. Nanti ya suami Vania dong yang nyiapin sarapan, rapihin rumah sebelum dia kerja." Jawab Vania santai sambil mendaratkan punggungnya di seberang Arini dan Ristyanto.
"Untung nanti suami kamu itu Devan, coba kalau bukan? mana mau melakukan apa yang tadi kamu bilang." Sahut Ristyanto santai masih dengan kesibukan yang sama, membolak-balikkan buku catering dan referensi dekorasi pernikahan.
Vania memutar bola matanya jengah, "kan belum tentu suami Vania itu Devan, bisa aja orang lain yang jauh berkali-kali lipat baiknya dari laki-laki bebal itu." Selorohnya santai.
Arini memukul lengan Vania dengan buku catering, "sudah Mama bilangin, kalau manggil Devan itu yang sopan. Dia itu calon suami kamu, orang sebaik, seganteng, dan semapan itu malah kamu kata-katain!" ucap Arini galak.
Seperti biasa, Vania enggan menanggapi jika orang tuanya sudah mulai memuja-muja Devan. "Ini pada sibuk ngapain sih?" tanya Vania sekali lagi untuk mengalihkan pembicaraan.
"Mama sama Papa lagi milih menu makanan dan dekorasi untuk pernikahan kamu nanti," jawab Arini yang kini sudah kembali fokus membolak-balikkan beberapa buku.
Seperti dugaannya, semua telah disiapkan tanpa meminta persetujuan darinya. Pernikahan Vania dan Devan sudah ditentukan, tepatnya adalah 2 bulan dari acara lamaran dua minggu lalu.
"Kok nggak tanya ke Vania sih? kan yang nikah itu Vania, bukan Mama sama Papa." Ucap Vania dengan memberengut kesal. Mendengar hal itu membuat Arini dan Ristyanto kompak menoleh ke arah Vania dengan tatapan penuh arti. Beberapa saat kemudian Vania sadar, bahwa ucapannya tadi terdengar seperti peduli dengan pernikahan itu dan mengharuskan dirinya untuk dilibatkan dalam persiapan acara. Sial, padahal ucapannya itu hanya sekedar basa-basi dan tidak memiliki arti apapun.
"Maksudnya, kalau semua tidak sesuai dengan kriteria Vania, kan bisa aja tuh pernikahannya dibatalin." Sahutnya cepat memberi alasan.
Ristyanto menatapannya tajam memperingatkan, "jangan macam-macam kamu,"
Vania hanya mengedikkan bahu sebagai tanda responnya acuh, dan tidak lama kemudian munculah Devan dari arah kamar mandi tamu.
"Lo ngapain di sini sepagi ini, hah?!" tanya Vania melotot terkejut.
"Heh, udah dibilangin tadi yang sopan sama Devan." Arini kembali memperingatkan Vania dengan geram.
"Hei, kamu baru bangun ya?" satu pertanyaan Devan yang membuat Vania malu dan segera merapikan rambutnya dengan jari.
Kenapa aku harus merapikan diri? toh dia udah pernah lihat aku bangun tidur, biar aja dia semakin ilfeel dan batalin perjodohan itu. Dia pun berhenti dan kembali membuat rambutan berantakan.
Devan menahan tawa melihat tingkah Vania yang lagi-lagi terlihat konyol, "Devan ini ke sini mau ngajak kamu belanja untuk keperluan pernikahan. Tadi Devan juga sudah banyak bantuin Mama sama Papa milih-milih menu dan dekorasi, nggak kayak kamu." Seloroh Arini lagi-lagi masih memuji Devan secara terang-terangan.
![](https://img.wattpad.com/cover/143258683-288-k48418.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (Angkasa Kehidupan_Completed✔)
Romansa".....Vania ini orangnya ngeyel-super ngeyel, emosian, tengil, galak, keras kepala, padahal aslinya cengeng dan manja....." Vania membeliak mendengarkan penjelasan Devan, dapat dilihat dari raut wajah dan matanya bahwa laki-laki itu menyeringai somb...