Pagi hari meja makan keluarga Ristyanto sudah tersaji beberapa menu makanan yang banyak, tidak seperti hari-hari biasanya. "Wahh, tumben makanannya banyak. Ada acara apa nih?" tanya Vania menyapu pandang seluruh menu makanan pagi itu.
"Nanti ada tamu yang ke sini." Jawab Arini masih menata beberapa menu makanan.
"Siapa, Ma? Mas Ardan sama Mbak Sarah?" tanya Vania excited.
"Kepo kamu, ini tuh tamu spesialnya Papa. Jadi nanti kamu jangan bertingkah macam-macam." Ucap Ristyanto setengah mengancam.
"Woles kali, Pa. Selagi itu bukan laki-laki bebal itu, Vania tidak akan mengobrak-abrik meja makan ini." sahut Vania dengan bercanda. Dari lubuk hatinya, dia rindu momen bercanda dengan Ayahnya. Namun sayang, semenjak perjodohan itu hanya ada pertengkaran yang ada diantara mereka.
Belum sempat Vania mendaratkan punggung di kursi makan, bel rumah berbunyi nyaring. "Van, buka pintunya gih." Suruh Arini yang masih menata meja makan. Kayak mau nyambut presiden aja. Batin Vania kesal.
"Sebentar," ucapnya nyari menggema di seluruh ruang tamu.
Saat pintu terbuka, matanya langsung membeliak terkejut. "Selamat pagi, Vania." Sapa Devan dengan senyum lima jari yang menunjukkan gigi putihnya yang rapi.
"Lo ngapain ke sini?" balas Vania dengan nada sengit.
"Om Tiyan mengundang saya untuk sarapan bersama." Jawabnya santai.
Vania menyipit benci ke arah ruang makan, "Van, tamu Papa sudah datang ya?" suara Ristyanto menggema dari ruang makan.
Tidak ada tanggapan, "lo mending pergi sekarang, daripada gue usir secara paksa." Ucap Vania berusaha tenang walaupun dengan nada penuh penekanan.
Alis Devan terangkat sebelah, "maaf, tapi saya datang ke sini atas undangan Om Tiyan. Jadi yang berhak mengusir saya hanya beliau." Ucapnya dengan senyum yang lagi-lagi membuat Vania muak.
"Tapi gue nggak ngijinin lo masuk!"
"Woalah Devan sudah datang toh ternyata," Ristyanto mengagetkan Vania dari belakang.
"Selamat pagi, Om." Sapa Devan sopan sambil mencium tangan kanan Ristyanto.
"Kamu ini, kenapa nggak diajak masuk si Devannya? Ayo Dev, masuk. Sarapannya sudah siap loh." Ristyanto mengajak Devan masuk tanpa memperdulikan Vania yang mematung menahan emosi.
"Permisi, Vania." Ucap Devan dengan mengejek.
"Kenapa gak bilang kalau tamunya si bebal ini sih, Pa." Protes Vania saat mereka sudah duduk di kursi makan.
"Hush, jaga bicara kamu." Ucap Arini memperingatkan.
"Ya kenapa harus bilang, ini kan tamu Papa." Jawab Ristyanto santai.
Vania memutar bola matanya jengah, "ayo Devan dimakan, masakannya semua enak loh. Ini Tante tadi masak sama Mbak Lasmi." Arini memamerkan keahlian memasaknya kepada Devan.
"Wah, terimakasih banyak, Tante. Maaf malah merepotkan." Lagi-lagi senyum menyebalkan itu yang Vania lihat.
"Halah, tidak repot. Nanti kalau sudah menikah, ajarin Vania masak ya. Dia hanya bisa masak pastry doang, Dev." Ucapan Arini membuat nafsu makan Vania mendadak hilang.
Devan tersenyum ke arah perempuan yang sedang dibahas. Tidak ada senyuman dan hanya menikmati makanan yang baginya hambar.
"Oh iya, Om tidak merepotkanmu untuk mengantar Vania kerja kan, Dev?" pertanyaan Ristyanto membuat perhatian Vania teralihkan.
"Maksudnya?" tanya Vania curiga.
"Mobil Papa masuk bengkel, Van. Jadi nanti Papa pinjem mobil kamu untuk pergi ke kantor ya. Biar Devan yang hari ini mengantar dan menjemput kamu ke rumah sakit." Matanya membeliak mendengar jawaban Ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (Angkasa Kehidupan_Completed✔)
Romance".....Vania ini orangnya ngeyel-super ngeyel, emosian, tengil, galak, keras kepala, padahal aslinya cengeng dan manja....." Vania membeliak mendengarkan penjelasan Devan, dapat dilihat dari raut wajah dan matanya bahwa laki-laki itu menyeringai somb...