4. Awal

4.5K 192 0
                                    

Hari-hari telah berlalu sejak keputusan besar yang Vania ambil, seperti biasa dia kembali melakukan aktivitasnya di rumah sakit sebagai dokter bedah umum. Hari ini dia sudah menangani 2 operasi dari pukul 7 pagi, hingga dia lupa kalau memiliki janji dengan seseorang.

"Sus, nanti untuk pasien di bangsal 23 tolong di cek tekanan darah dan perkembangan hasil operasinya ya. Kemarin saya mendapat informasi kalau pasien masih merasa pusing di kepala bagian kiri." Vania memberi intruksi saat menuju ruang pribadinya.

"Kemudian untuk pasien di bangsal 30, tolong kirimkan hasil laboratoroiumnya ke email saya." Lanjutnya membolak-balikkan beberapa berkas sambil berjalan. Dia tidak sadar bahwa di depan ruangannya sudah ada yang menunggu sejak 2 jam yang lalu. Mendengar suara Vania yang berjalan di lorong ruangannya, laki-laki itu memperhatikan Vania lekat dalam diam.

Tap. Vania berhenti di depan pintu, "satu lagi, tolong kirimkan ke email saya juga beberapa data pasien dengan jadwal operasi terdekat." intruksi Vania yang terakhir.

"Dokter Vania, ya?" laki-laki itu berdiri menyapa Vania.

Vania menoleh,"benar, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya Devan, Devandra Aditya Pramana. Calon suami kamu." Devan tersenyum mengulurkan tangan. 

Vania terkejut bukan kepalang, sejenak dia memperhatikan gurat wajah laki-laki di depannya itu. Wajah tampan, tubuhnya yang tegap, tinggi, gagah berpadu warna kulit kuning langsat memakai kemeja setengah lengan dengan celana hitam bahan. Vania membelalak seketika setelah ingat, laki-laki ini adalah orang yang sama, yang dia temui di rumah Ratna malam itu.

Vania tidak menyambut tangan Devan, "Suster, kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu." Ucap Vania berlalu masuk ke ruangannya dan di susul oleh Devan.

Dia membalikkan badan, berhadapan dengan Devan. "Lo ngapain sih di sini?" tanya Vania ketus.

"Jemput kamu," Devan mendaratkan tubuhnya di sofa tamu sambil tersenyum.

Vania masih tidak habis pikir bagaimana bisa Devan ada di tempat kerjanya, "kamu nggak capek kerja dari pagi bahkan nyaris sampai pagi lagi?" Devan mencondongkan badannya ke depan berusaha memberikan intensi kepada Vania, tatapannya adalah tatapan khawatir.

"Enggak usah basa-basi deh, lo ke sini mau ngapain?" tanya Vania masih dengan nada ketus, dan melipat kedua tangan di depan dada.

"Kamu lupa hari ini ada acara pengajian di rumahku."

"Hah, pengajian? Pengajian apaan?"

"Hari ini ulang tahun mama, jadi kita mengadakan pengajian dan kamu diminta kesana."

"Om Tiyan yang minta tolong kepada saya untuk langsung jemput kamu, karena tau kamu pasti enggak mau datang dengan alasan kerjaan. Satu lagi, kamu juga pasti akan kecapekan jika harus nyetir ke Bogor." Ucap Devan Melanjutkan.

"Bogor? Ngapain ke Bogor?"

"Acara pengajiannya di sana, Van. Di rumah masa kecil almarhum papa." Hati Vania menculas ketika Devan menyebutkan 'almarhum papa'.

"Bentar, gue nggak dikasih tahu tuh kalau acaranya di Bogor. Jangan-jangan lo mau bawa gue kabur, dan mau berbuat macam-macam sama gue ya?!" Tanya Vania waspada sambil bergidik ngeri memperhatikan Devan yang masih santai duduk di sofa.

Devan menghela napas, "kalau kamu tidak percaya, kamu bisa telfon Om Tiyan sekarang."

Vania tidak menanggapi Devan, dia segera mencari dimana ponselnya dan menggeser layarnya memilah nomor ponsel papanya.

Tersambung, "hallo sayang," ucap Ristyanto di seberang sana.

"Pa, Vania kan udah bilang minggu lalu kalau Vania enggak bisa ikut acara pengajian ke rumah Tante Ratna." Ucap Vania protes.

Perfect Love (Angkasa Kehidupan_Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang