🍋2🍋

8.1K 764 29
                                    

Mulai sekarang, saya bakal ngeduluin cerita yang lumayan banyak peminatnya. Jadi, buat yang nunggu cerita 'Titian Cinta Delisha', harap sabar menunggu ya, soalnya saya nunggu orang-orang mampir ke sana.

Yuk mari kita baca aja langsung. Selamat membaca, semoga di cuaca yang dingin ini (di tempat saya lagi musim hujan, nggak tau kalau di sana) coretan saya bisa menemani kalian bersantai di rumah.

🍑🍑🍑

Naula sedari belasan menit menghela napas lelah. Tulang punggungnya serasa remuk redam dipaksa bekerja di luar batas kemampuan. Tapi apa mau dikata, beginilah nasib para pekerja dari golongan rendah seperti dirinya.

Waktu istirahat yang seyogyanya digunakan untuk sedikit bersantai menghirup napas untuk mengurangi rasa letih, harus Naula gunakan untuk kembali bekerja memenuhi keinginan para mbak-mbak cantik yang takut riasan wajahnya luntur terkena sinar matahari walau jarak yang ditempuh tidaklah jauh. Hanya tinggal menyebrang, mereka bisa langsung sampai di tujuan.

Naula sendiripun tidak ingin meratapi nasib atau juga mendumel tak ikhlas saat menjalankan tugasnya sebagai pesuruh. Tidak, ia tidak secengeng itu hanya karena menjalani takdir yang mungkin menurut sebagian orang tidak adil. Naula sudah sedari kecil diajarkan oleh mendiang kedua orang tuanya untuk menjadi pribadi yang tangguh. Tidak boleh selalu menggunakan air mata saat situasi susah datang menghampiri.

Apalagi kali ini Naula kembali harus mempertahankan prinsipnya di depan sang atasan yang juga merupakan suami dari kakak sepupunya.

"Kamu tau Naula, saya ini harus menggunakan cara apa lagi untuk menghilangkan sifat keras kepalamu itu?"

Naula mengedikkan bahu, "Saya kan juga udah bilang pak, bahwa saya masih bisa berusaha sendiri. Ini juga lagi nabung sedikit demi sedikit untuk biaya meneruskan pendidikan saya."

"Setidaknya biarkan saya atau Thania membantu kamu. Mungkin dengan mencarikan tempat tinggal yang lebih layak untukmu."

Tegas Naula menggeleng, "Nggak usah pak! Tempat tinggal saya yang sekarang lebih dari cukup buat saya."


Malik menghela napas lelah menghadapi gadis keras kepala yang duduk di seberang mejanya. "Cukup darimananya, Naula? Lingkungan tempat tinggalmu itu rawan sama tindakan kejahatan. Juga tak jauh dari sana, saya dengar-dengar ada tempat prostitusi."

"Yang penting kan saya bisa jaga diri, pak. Urusan yang begituan saya nggak mau urus. Lagian, abang-abang preman di sana udah kenal sama saya, mereka baik dan selalu jagain saya."

"Kamu ini masih muda, Naula. Di daerah perkotaan sekarang ini, gadis muda seperti kamu adalah sasaran empuk dengan yang namanya kejahatan. Entah itu copet, begal, juga tidakkan asusila."

Naula mencebik, "Saya udah bilang kalau saya bisa jaga diri. Bapak sama mbak Clara nggak usah terlalu khawatirin saya. Oh iya... bilangin juga sama bibi, kalau saya baik-baik saja. Masih sehat dan nggak kekurangan satu apapun."


Lagi-lagi Malik menghela napas lelah, entah untuk yang ke berapa kali.

Susah sekali berbicara dengan gadis muda keras kepala di depannya ini. Setiap perkataannya selalu saja dibantah, dan tidak digubris sama sekali.

"Ayolah Naula, kakakmu itu selalu nanyain kamu. Tantemu juga nggak pernah absen minta saya untuk selalu mengabarkan keadaan kamu setiap harinya."

"Makasih pak karena udah perhatian sama saya. Saya tetap nggak bisa, pak, nerima bantuan bapak sama mbak Clara. Kalau urusan bunda, biar saya yang ngomong sama beliau nanti."

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang