Chapter 5

42 4 2
                                    

Halloooo, chapter 5 nih. Ketika Andan akan datang, eh Farlis malah hilang. Anet jadi semakin bimbang. Yuk baca yuk! Ada alasan kenapa Anet membuka coffee shop lho di chapter ini.

-ooo-

Bulan telah berganti. Januari baru saja berlalu kemarin. Sudah dua hari sejak malam itu, Farlis tak menampakkan batang hidungnya bahkan berkabar lewat telepon pun tak ada. Padahal jatah cutinya masih tersisa tiga hari lagi. Harap dan cemas tengah bergumul dalam batin Aneta. Dia memikirkan dua pria sekaligus kali ini.

Tak adanya kabar dari Farlis membuat dia bertanya-tanya. Mengapa setelah mengungkapkan perasaannya, dia malah menghilang. Sejujurnya ada sedikit rindu untuk Farlis yang selalu membuatnya merasa menjadi wanita istimewa.

Selain itu, dia juga tengah menanti-nanti kedatangan Andan yang entah kapan mendarat di Indonesia. Akankah mereka segera meramu rindu dalam secangkir temu? Atau Aneta masih harus meremah resah pada secawan gelisah? Tak sabar rasanya bagi Aneta untuk segera berjumpa dengan Andan dan menyajikan secangkir mocha kesukaannya.

"Satu, dua, tiga, empat, lima. Lima? Lima cangkir mocha? Hey... untuk siapa semua ini Anet?" hitung Abell yang baru saja datang sembari celingukan melihat-lihat kursi pengunjung yang lengang. Hanya ada tiga pengunjung saja disana, itupun dengan kopi yang sudah tersaji di meja mereka. Abell heran.

"Coba kau icip!" Anet menyodorkan secangkir racikan espresso dan susu yang ditambahkan coklat itu.

"Mmm... enak." Komentarnya, lalu disesapnya sekali lagi. "Boleh minta whipped cream?!"

"Ah tentu." Tangan Aneta langsung sibuk menggapai botol krim kocok.

Mocha adalah minuman kopi yang disukai Andan. Dulu jika akhir pekan, Andan dan Anet selalu mengunjungi sebuah coffee shop sederhana yang jaraknya hanya terhalang lima bangunan dari sekolah SMA mereka. Pemilik kedai itu adalah Pak Tua yang dulunya seorang barista ternama. Karena seringnya Andan dan Anet berkunjung kesana, maka Pak Tua pun sudah tak segan lagi meminta bantuan keduanya saat cafe ramai pengunjung untuk mengantarkan kopi-kopi ke meja pemesan. Bahkan Anet pun belajar meracik kopi darinya. Khususnya mocha. Saat Andan memesan, tak jarang Anet selalu menggantikan Pak Tua saat meraciknya.

"Buatlah secangkir kopimu dengan ketulusan di dalamnya, Anet. Bukan hanya sekedar menyeduh dan meracik, agar sepahit apapun kopi yang tersaji tetap terasa nikmat. Sama halnya dengan mencintai seseorang, cintailah dia dengan ketulusan! Agar sepahit apapun balasan yang kau terima darinya, kau masih tetap bisa berlapang dada." Nasehat Pak Tua suatu hari, saat melihat wajah Anet yang kesal dan bersedih karena secangkir mocha yang ia sajikan untuk Andan dikomentarinya tidak enak. Padahal Anet merasa dia sudah bersusah payah membuat kopi itu hampir sama seperti racikan Pak Tua.

"Kenapa, kau menyangkut pautkannya dengan cinta Pak Tua?" Anet mendengus.

Barista tua itu terkekeh, "aku tahu isi hatimu Anet. Aku sudah banyak pengalaman. Hanya untuk sekedar melihat isi hati seorang gadis bau kencur sepertimu, sangatlah mudah bagiku. Kau mencintainya, dapat ku lihat dari cara perlakuanmu." Tangan yang mulai keriput itu menunjuk ke arah Andan yang duduk dan sibuk dengan buku biologinya.

"Pak Tua..." Anet merengek sembari tersipu malu. "Ku mohon, jangan kau beri tahu apa yang kau tahu pada anak laki-laki menyebalkan itu."

"Baiklah, tapi aku tidak berjanji." Lalu tangannya meraih secangkir mocha buatan Anet, "sepertinya mocha cangkir ketiga ini sudah nikmat, cepat kau antar ke meja pangeranmu itu!" serunya menggoda Anet. Gadis itu pura-pura kesal, tapi tersenyum senang.

Coffee Shop LoveWhere stories live. Discover now