Empat

2 1 0
                                    

Empat belas tahun yang lalu.

"Ini..Aku membelikan kalian roti selai kacang."Ucap Jae-In sambil duduk dan memberikan kedua bongkus roti yang ada ditangannya pada Heung-Soo dan seorang laki-laki lain yang bersandar disebelah Heung-Soo.

Mereka sedang bersandar disebuah pohon rindang yang ada ditaman belakang sekolah mereka.

Tempat ini adalah basecamp bagi mereka bertiga.Tak banyak orang yang datang kemari,tapi tempat ini benar-benar sejuk karena sebuah pohon tua yang menjulang tinggi dengan rindangnya.Melindungi mereka dari teriknya matahari musim panas.

"Kau dikejar-kejar lagi pagi ini?"Tanya Heung-Soo seraya membuka bungkus roti miliknya dan langsung melahapnya.

Jae-In mengerutkan bibirnya."Benar..Mereka benar-benar menyebalkan."Sahutnya seraya ikut memakan roti miliknya.

Tentu saja,ia sangat sering diikuti seperti orang gila oleh para Ahjussi,Ahjumma bahkan laki-laki tampan yang menamai diri mereka agen pencari bakat.

Mereka selalu menawarkan hal yang sama.Menjamin masa depan,terkenal dan lain sebagainya.Padahal Jae-In sama sekali tak berminat.

Tidak sama sekali..

Ia pernah mencobanya sekali dan pekerjaan itu benar-benar menguras seluruh waktunya.

Bahkan ia tak bisa berangkat kesekolah.Tempat yang paling ia sukai dihidupnya.

Yah..Bagi ia yang tidak mempunyai orang tua,hanya tempat ini satu-satunya tempat yang membuat dirinya nyaman.Setidaknya ia tak akan merasa kesepian disini.

Karena ia mempunyai dua orang sahabat yang selalu menemaninya.

Jae-In memandangi Heung-Soo dan seorang laki-laki yang bersandar sisi lain pohon yang hampir tak terlihat olehya."Tapi untunglah ada dia.."Ucap Jae-In menunjuk laki-laki itu."Jika saja ia tak menyelamatkanku tadi.Mungkin Ahjussi itu benar-benar akan menculikku."Sahut Jae-In dengan keseruannya.

Heung-Soo langsung menoleh kearah laki-laki itu."Benarkah?Ia tak terlihat bisa melindungimu."Sahutnya tersenyum jahil.

Laki-laki itu langsung menyikutnya."Hey..Apa aku tak terlihat kuat?"Laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya untuk menunjukkan otot lengannya."Lihatlah meskipun aku terlihat begitu imut tapi aku adalah ketua anggota klub baseball."Sahut laki-laki itu tak terima.

Jae-In dan Heung-Soo hanya saling pandang dan tersenyum.

Yah..Begitulah ia,ia selalu narsis dan begitu mencintai dirinya sendiri.

Jae-In kembali mengerutkan bibirnya."Tapi tetap saja kulitmu gelap."Sahutnya seraya menjulurkan lidahnya membuat laki-laki itu langsung cemberut.

"Yah ia memang lebih dikenal karena kulit gelapnya."Tambah Heung-Soo hingga membuat laki-laki itu benar-benar kesal.Ia langsung bangkit dan mencekik Heung-Soo dengan lengannya."Kau berani mengatakan hal itu?"Sahut laki-laki itu kesal sambil terus mencekik leher Heung-Soo.

Heung-Soo berpura-pura kesakitan,mereka sempat bergerumul.Berguling-guling diatas rumput hijau yang menutupi seluruh taman belakang sekolah.

Sayangnya kemenangan laki-laki itu hanya berlangsung beberapa detik,karena Heung-Soo dengan sigapya menyergap tangan laki-laki itu lalu memutarnya untuk membalikkan keadaaan.

Dan benar saja,sekarang justru laki-laki itu yang mengerang kesakitan karena Heung-Soo memelintir tangannya kebelakang."Masih terlalu cepat seratus tahun untuk mengalahkanku."Sahutnya bangga seraya tersenyum tipis lalu melepaskan tangan laki-laki itu.

Laki-laki itu hanya bisa cemberut seraya mengibas-ngibaskan tangannya yang masih kesakitan.Jae-Inpun hanya bisa tertawa melihatnya.Begitulah mereka berdua,memang persahabatan yang aneh.

****

Jae-In tersenyum tipis mengingat kejadian itu.Ia hanya berdiri memandang lurus keluar apartementnya melalui jendela,entah memandang apa dan kemana.Karena matanya tak fokus pada apapun.

Hanya sekedar memandang karena pikirannya tak ada disini.Mengingat saat-saat itu membuat Jae-In begitu bahagia..Namun disudut hatinya yang lain juga terasa sakit..

Seandainya saja ia bisa memutar waktu,ia akan memperbaiki semua kesalahannya saat itu. Jae-In tersenyum tipis dan menutup tirai jendela miliknya.

****


higher than meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang