(2)

41 30 8
                                    

Sore itu, seperti biasa aku pergi ke caffe O'ritta. Memesan menu favoritku dan menghabiskan senja bersama Bintang. Namun sepertinya keberuntungan sedang tak berpihak padaku. Bintang tak datang sore itu.

Aku mengirimnya pesan, berniat bertanya tumben ia tak datang. Namun ia tak membalasnya. Tak hanya sore itu saja, hari-hari berikutnya pun sama.

Aku kesal. Aku marah. Dia datang secara tiba-tiba dan menerbangkanku setinggi langit, lalu ia menjatuhkan diriku tanpa mau menangkapku. Entah kenapa aku marah, aku bukan siapa-siapa untuknya. Namun hati ini terasa begitu sakit.

Sejak saat itu pula aku mulai engan pergi ke caffe O'ritta. Tak ada lagi tatapan mata hazelnya yang indah. Tak ada lagi senyuman lembutnya. Namun sore ini aku duduk disini, di Caffe O'ritta. Saat aku melamun entah kenapa, percakapan terakhirku dengan Bintang terlintas dibenakku.

" Raina?Kalo aku pergi, apa reaksimu? "

" Ehh?Entah, sedih mungkin, memangnya kau ingin kemana? "

" Tak ada, hanya bertanya " jawabnya dengan senyuman itu lagi.

" Tapi kusarankan, kau tak perlu sedih bila aku pergi, Cobalah tersenyum! Dan doakan saja kebaikan untukku, walaupun kau tak tau kemana perginya aku " lanjutnya sambil menatapku.

Ucapan terakhirnya itu membuatku tersenyum kecut. Berdoa. Berdoa untuk apa?kebaikannya?ketauhila aku seseorang yang engan untuk mendoakan dia yang tak tau dimana keberadaanya.

Langit sudah mulai mengelap, adzan pun sudah berkumandang. Aku pun kembali kerumah. Malam saat aku ingin tidur, entah mengapa mulut ini dengan lancangnya berkata " Bintang, andai kamu tau betapa aku merindukan dirimu " dengan refleks aku memukul mulutku pelan.

Sekolahku dengan Sekolah Bintang berdekatan. Sudah pernah kuceritakan bukan?dan setiap hari aku melewatinya. Siang itu aku menghentikan langkahku, memandang gerbang sekolahan itu yang ramai murid keluar dari dalamnya, karna jam pulang sudah tiba.

Tiba-tiba seorang perempuan dengan rambut sebahu dan tatapan tajamnya menghapiriku. Menepuk bahuku sedikit agak keras, dan bertanya.

" He lo ngapain liatin sekolaan gue gitu amat? " belum sempat kujawab ia sudah berkata lagi " lo anak sekolah tetanggakan? " begitulah katanya.

" Iya "

" Terus...jawaban buat pertanyaan gue tadi gimana? " kali ini ia melipat tangannya didepan dada dan menaikkan sebelah alisnya.

Aku takut padanya, iya!aku memang penakut. Tapi apa masalahnya?tak adakan?. Namun rasa takut ini dengan mudah dikalahkan oleh rasa penasaranku. Dengan lancang aku bertanya padanya.

" Hmmm, apa kau kenal dengan siswa bernama Bintang?Bintang Sanjaya " begitulah tanyaku.

" Lo?lo siapanya tuh cowok?kok bisa kenal tuh cowok satu? " bukannya menjawab dia malah bertanya balik. Bikin kesal saja.

" Aku Raina, hanya temanya saja " jawabku, walaupun dengan tidak iklas.

" Raina?Raina Maharani?cewek itu? " Hah?bagaimana dia bisa mengetauhi nama lengkapku?bukankah itu aneh?

" kamu tau namaku dari mana? " tanyaku saat itu dengan mata yang masih terbelalak.

" Ngak penting, udah ayok ikut gue aja, penting! NGAK BOLEH NGELAWAN!! " ucapnya sambil menarik tanganku paksa, dia juga menekankan satu kalimat diakhir ucapannya.

Walaupun begitu aku tetap melawan, aku berusaha menarik tanganku. Namun apa boleh buat gadis itu lebih kuat dariku. Dia membawahku masuk kedalam mobilnya.

Saat itu, aku benar-benar bingung kemana gadis itu akan membawaku pergi. Aku hanya diam saat di perjalanan, tak berani bertanya kemana ia akan membawaku pergi.

Hingga mobil yang kami tumpangi berhenti di depan salah satu rumah sakit besar yang berada dikotaku. Dia turun, aku mengikutinya turun. Dia pun menarik tangganku kembali, membawaku dengan tergesa-gesa.

Saat kami sudah berdiri didepan sebuah ruangan, menurut papan kecil yang tergantung didekat pintu itu, tertulis kalau ruangan itu ruang ICU. Perasaan tidak enak mulai muncul dibenakku, entah mengapa.

-To Be Continued-

Jangan lupa voment-nya gaes...

Raina Bintang | Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang