Deep From My Heart, I Say I Love You

4.5K 675 169
                                    








Jimin takut.

Kali ini, Yoongi memang benar-benar ingin bunuh diri--ia mengancam Jimin.

"Jika Papa tidak bisa memutuskan, maka Yoongi akan pergi sekarang!"

Beberapa menit yang lalu, pria manis itu berdiri membelakangi konter dapur, bilang mau memasak makan siang. Tapi yang ada, Yoongi malah berbalik, menatap wajah Jimin dengan tangan memegang pisau--yang tertancap di perut kirinya.

"Yoongi harus mati, supaya Papa bisa bahagia," ucapnya lirih sebelum hilang kesadarannya.

Saat ini Jimin duduk di depan ruang operasi--begitu ambulance sampai, ia dengan panik naik dan perawat mengatakan bahwa luka Yoongi harus dioperasi sebelum terlambat.

Jimin harus menunggu satu jam sebelum akhirnya dokter keluar--disusul dengan beberapa perawat yang menggiring Yoongi ke ruang rawat inap.

Dokter mengatakan bahwa Yoongi baik-baik saja. Itu hanya luka kecil, dan Jimin disarankan untuk menjaga kesehatan mental sang istri sebelum menjadi-jadi. Setelahnya, dokter pamit pergi.

Jimin menghela napas lega. Ia diberitahu salah satu perawat dimana Yoongi akan dirawat untuk beberapa hari ke depan--sebelum ia merasakan tepukan kecil pada bahu.

Jimin menoleh. Mendapati sosok gadis di belakangnya.


"S-Seulgi?"


.

.

.

"Bagaimana kabar oppa? Oppa baik-baik saja, kan?"

"Seperti yang kau lihat."

Saat ini keduanya duduk di taman rumah sakit, setelah Seulgi memohon dengan sangat agar Jimin mau menemaninya jalan-jalan.

"Sedang apa oppa disini?"

"Istriku, Yoongi, sakit. Jadi aku harus merawatnya."

"Padahal kata oppa, dia akan diceraikan. Lalu, kenapa sampai sekarang oppa belum putus hubungan juga dengan dia?"

Jimin menggaruk tengkuk salah tingkah. Ia ingat sekali apa yang ia katakan sebelum Seulgi kecelakaan.

'Mungkin dia akan kuceraikan, lagipula, dia tak bisa lagi memberiku keturunan. Tak ada gunanya mempertahankan jalang itu.'

Seulgi tertawa melihat wajah tegang milik Jimin. "Hei! Kemana ekspresi yang kau gunakan untuk membicarakan Yoongi saat bersamaku? Kenapa kau setegang ini?"

"Terakhir kali kulihat kau ada di rumah sakit jiwa, kenapa pindah?"

"Aku punya penyakit pernafasan karena kejadian hari itu, jadi mereka memindahkanku kemari karena takut akan terjadi apa-apa," jawab Seulgi santai.

"Seulgi, aku izin sebentar. Mungkin saja Yoongi sudah sadar," Jimin berdiri, membungkuk sejenak lalu berjalan masuk ke gedung tanpa menghiraukan ocehan Seulgi di belakangnya.

.

.

.

Saat Jimin sampai, Yoongi sudah sadar. Dan pria manis itu tidak sendirian di kamarnya. Ada seorang pria lain duduk disamping ranjangnya, memegang kotak makan yang diperuntukkan untuk pasien.

Kim Jungkook.

"Jungkook-ah?"

Pria itu menoleh, tersenyum, kemudian kembali pada kegiatan semula--menyuapi Yoongi.

"Hei, ada apa kau kemari?"

"Hyung lupa kalau aku kerja di rumah sakit ini?"

Dan hal itu membuat Jimin menepuk dahi seperti orang bodoh. "Tapi, Kook, bukannya kau kerja di gedung sebelah?"

"Gedung sebelah sudah direnovasi menjadi kantin, hyung. Hyung pikir kerjaku jadi tukang masak?"

Ternyata, hidup bersama Taehyung membuat seorang Jeon--Kim--Jungkook ikut menyebalkan seperti Taehyung.

"Aku kesini karena mendengar Yoongi hyung kecelakaan. Jadi tidak apa-apa, kan? Lagipula ini jam istirahatku. Jadwalku sampai nanti malam pun kosong," ucap Jungkook seraya menyuapkan sesendok makanan ke mulut Yoongi.

"Benarkah? Kosong sampai malam?" Yoongi bertanya--agak tidak jelas karena mulutnya penuh. Jungkook menoleh, meletakkan piring di nakas, lalu meraih tisu dan membersihkan tetesan sup di sudut bibir Yoongi.

"Iya, hyung. Tidak ada janji, tugasku hanya keliling mengecek kondisi pasien saja. Kalau sedang tidak sibuk mau kutemani, kan?"

"Boleh!" Yoongi menjawab antusias. Pemuda yang tengah mengandung di hadapannya tetap baik seperti dulu. Si manis itu menurunkan sedikit pandangannya, ke arah perut Jungkook yang membuncit.

"Berapa usianya, Kookie?"

Jungkook tersenyum, mengusap perutnya lembut. "6 bulan, hyung. Morning sickness itu berat juga, ya?"

Yoongi mengacak surai cokelat Jungkook seraya tersenyum. "Itu karma, karena kau dulu mengejekku."

"Hehe, maafkan aku, hyung. Anu, aku pergi dulu, ya? Aku harus ke atas," Jungkook berdiri, berpamitan.

Membiarkan Jimin dan Yoongi berada di kamar.

"Mau kusuapi, hyung?"

"Pakai cinta tidak? Kalau pakai, lebih baik suapi Seulgi sana. Suapi aku pakai sendok saja, cintamu basi," Yoongi bersedekap, merajuk.

"Jangan jahat padaku, Yoon. Aku tidak salah sepenuhnya. Hanya sedikit bimbang, maafkan aku," Jimin duduk di samping Yoongi--memeluknya.

"Papa jahat padaku. Tidak boleh dibalas?"

"Jangan, jangan pernah balas."



.

.

.




Sorenya, Jungkook kembali ke kamar Yoongi. Jimin izin sebentar untuk kembali ke apartemen, mengambilkan beberapa potong pakaian untuk dirinya dan Yoongi--juga membersihkan kekacauan yang dibuat Yoongi siang tadi.

Di perjalanan, Jimin berharap hari esok adalah hari keberuntungannya.





To be continued...





A/N:

Keberuntungan paan, hidup udah kena timpal sial begitu😂🔫



Makasih udah mampir!

With love,

Kirishima💕

pjm's babyboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang