THIRD PERSON'S POV
Jimin terbangun dari tidur karena mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup. Suara itu pelan, tapi tidurnya sama sekali tidak nyenyak, bahkan hal sekecil semut pun mungkin akan membuat dia terganggu. Jimin sudah di atas kasur sekarang, bantal menutupi matanya. Badannya terasa lelah, sama sekali tidak mampu dipulihkan oleh tidur singkatnya, dan sayangnya lagi, badan Jimin sudah tidak bisa diajak bekerjasama. Dia tidak bisa kembali tidur.
Kepala Jimin melongok dari bantal, menoleh ke pintu tetapi tidak menemukan siapapun, lalu menoleh ke bawah, ke arah kasur Suga, yang juga tidak ada siapa-siapa di atasnya.
Jimin memaksakan diri bangkit dan turun dari kasur. Dia meregangkan badan sedikit, lalu pergi menuju dapur sambil melihat jam di dinding kamar mereka.
Masih pukul 5.55 pagi.
Aku bahkan belum tidur sampai dua jam.
Laki-laki dengan pipi chubby itu mengambil gelas di rak, mengisinya dengan air di galon.
Saat Jimin berjalan ke ruang tengah, meneguk hampir segelas air sekaligus, matanya menangkap sosok Yoongi, berbaring di sofa. Tangannya sedang memijat dahi pelan-pelan.
Jimin menyimpan gelas kosong di meja dan menjatuhkan diri di sofa yang lebih kecil di sebrang Yoongi.
"Kau darimana, Hyung?,"
Yoongi berhenti memijat kepalanya.
"Saudaraku dari Daegu berkunjung. Aku menemuinya," katanya, ragu-ragu.
Jimin hanya mengangguk dan memejamkan mata.
Aku tidak punya hak untuk ikut campur, ya kan? Jimin mendesah dalam hati. Padahal, sebagai grup, seharusnya Yoongi hyung mengabarkan kami semua.
Sesuatu berdering sesaat setelah beberapa menit hening. Yoongi mengambil handphone dari saku jeansnya dan meletakkannya dengan malas di telinga.
Jimin, mengira akan mengetahui sesuatu, mempertajam pendengarannya.
"Oh, dia sudah bangun, bersamaku sekarang. Mungkin dia tidak memegang handphonenya,"
Jimin membuka mata. Yoongi hyung membicarakanku?
"Apa?,"
"Oh, ya, oke. Kami akan baik-baik saja,"
"Semoga anakmu cepat sembuh, Na Young-shi,"
Jawab Yoongi ke orang di sebrang telepon sana, yang ternyata adalah manajer Na Young."Kenapa dengan anak Na Young noona?,"
"Dia dirawat di rumah sakit, mungkin manajer akan cuti sehari atau dua hari. Dia berusaha menelponmu sebelum menelponku,"
Ahh.. i see. Jimin mengangguk lagi, sedikit kecewa karena apa yang dia dengar tidak seperti yang ia ekspektasikan.
"Yoongi hyung...,"
"Hmm,"
"Apa kau baik-baik saja?"
Diam sejenak. "Yeah, kenapa tiba-tiba bertanya?"
"Yoongi-hyung..,"
"Hm?,"
"...."
Jimin ingin bertanya banyak hal sekarang, terlebih karena tanpa sengaja mereka bisa berdua di kondisi sepi seperti ini. Kesempatan langka. Yoongi kadangkala hanya mengurung diri di Genius Lab untuk membuat lagu, atau tidur di kamar dorm, dan jika pun tidak, anak-anak jahil itu (alias para maknae plus fake maknae Jin) akan mengganggu setiap pembicaraan serius.Walaupun aku juga selalu melakukan hal yang sama, sih.
Jimin menelan ludah, merasa takut. Jimin, entah bagaimana, telah merasakan ada hal tidak bagus yang terjadi sejak Yoongi mengirim pesan ke manajer. Sayangnya, Jimin tidak begitu yakin apakah saat ini Yoongi akan menjawab jujur atau tidak.
Berdasarkan pengalaman, lebih baik tidak mengusik Yoongi saat moodnya sedang tidak baik.Dan tiba-tiba saja aku juga ingin yoongi hyung mengakui hubungannya dengan Da Won noona.
Aku menghindari Da Won noona belakangan ini dan menyerah demi Yoongi hyung bukan untuk membiarkan hubungan mereka berada dalam masalah!
Lagipula, kami semua member bangtan sudah seperti keluarga, kenapa dia dan Hobi hyung harus menyembunyikannya? Aku juga akan merasa lebih mudah merelakan Da Won noona jika--
"Jimin?," Yoongi memanggilnya. Suaranya sarat desakan, tidak suka waktu istirahatnya diganggu dengan ketidakjelasan.
"Ah, um..,"
"Itu, aku.. aku hanya ingin mengatakan, jangan menyimpan banyak hal sendiri. Kita ini keluarga, kan?,"
Jimin tidak bisa membaca arti tatapan Yoongi saat Jimin mengutarakan kalimat itu, entah kaget atau tersentuh.
Untuk detik ini, Jimin terpaksa harus cukup puas dengan anggukan kepala Yoongi yang ragu-ragu sebagai jawaban.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Domino (Park Jimin)
Fiksi PenggemarTidak semua janji bisa ditepati dan tidak semua masa lalu bisa dilupakan.