EMPAT

987 35 0
                                    

VOTE & COMMENT ⭐

Keesokan harinya, Barry sudah menunggu Caca di tempat kemarin dia bertemu dengannya. Begitu Caca muncul, dia lantas menghampiri.

“Nihh.”, katanya sambil memberikan proposal rapi untuk Caca.

“Apaan nih?”

“Udah, pake aja. Tapi kamu harus konsen ama skripsimu.”, Barry langsung pergi.

Caca bingung, lalu membaca proposal itu. Benar saja, itu proposal yang Caca janjiin buat mas Damar. Tapi kenapa Barry bisa melakukannya? Dalam satu malam? Caca penasaran. Apalagi isinya begitu rapi, lengkap, dan sesuai dengan yang ia butuhkan.

Tanpa pikir panjang, Caca menyerahkan proposal itu pada mas Damar dan dari situ dia tahu bahwa Barry memang berniat untuk membantunya.

Esok hari, Caca menunggu Barry di tempat yang sama. Tapi Barry tak jua muncul. Lama menunggu, dan sebuah sms pun diterima. Nomor tak dikenal, Gimana proposalnya? Diterima kan?”

Caca tak membalas, tapi dia langsung menelpon nomor itu.

Phone---)

“Kamu dimana Bar?”

“Oh, ketahuan juga. Hee. Aku di rumah.”

Bisa ketemu?”

Ngapain?”

Bisa nggak? Sekarang!”

“Siang ini aku di jembatan Code. Kalo mau kesini aja.”

“Oh, oke.”

Percakapan singkat itupun berakhir.

Caca pasti datang ke tempat yang ditunjuk Barry. Tapi Barry tak muncul. Caca sedikit kesal, hingga sms Barry memanggilnya,”Aku di bawah jembatan.

Caca faham dan langsung turun. Melepas sandal, mecincingkan celana, lalu masuk ke sungai dangkal di situ. Barry sibuk dengan alat-alat nya sendiri, tak menyadari kalo Caca sudah berdiri di sampingnya.

“Ngapain di sini?”

“Cari kerjaan.”, jawab Barry.

“Haa?”

“Nggak usah kaget gitu. Ada salah satu kontraktor yang melakukan seleksi. Aku lagi bikin proyek sendiri, dibantu temen-temenku. Siapa tahu bisa terpilih.”

“Oh. Bagus juga.”

“Ini pertama kalinya kamu muji aku loh.”
“Biasa aja. Aku kesini mau ngucapin trima kasih. Ehm, soal proposal.”

“Oh itu? Biasa aja juga.”

“Nggak usah ikut-ikutan deh.”

“Lagian, kamu sensi banget. Sini, bantu aku.”

“Sorry, aku mau balik ke kampus.”

“Yahh, aku kira kamu tulus ngucapin trima kasih.”

“Oh, gitu? Aku kira, kamu juga tulus bantuin aku.”

“Duhh, salah kalimat nih aku. Ya udah, kamu pergi aja kalo gitu. Makasih udah mau dateng kesini.”

Caca tak beranjak, tapi dia justru merebut peralatan yang dipegang Barry. “Gini aja musti dibantuin.”, keluh Caca yang justru membuat Barry tersenyum lebar.

Mereka pun asyik bekerja. Sembari dikit demi sedikit merangkai percakapan.

“Kamu suka demo?”, Tanya Barry lebih mendetail tentang Caca.

“Nggak suka.”

“Lalu, mas Damar? proposal? demo minggu depan itu?”

“Itu beneran akan kulakuin.”

“Tapi kenapa? Kamu nggak suka kan? Lagian itu bahaya. Apalagi kamu cewek.”

“Aku harus nglanjutin kegiatan ini. Ini demi kebenaran, demi mereka, dan demi seseorang.”

“Seseorang?”

“Sudahlah, aku pengen berhenti demo, tapi saat ini aku masih harus bertahan.”

Barry mencoba mengerti.

Masalah Hati (CERPEN 2012) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang