LIMA

878 43 0
                                    

⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐

Kian hari, mereka terlihat akrab. Caca sudah tak terlihat irit bicara atau terkesan kaku lagi. Dia kini sedikit lepas saat Barry mencandainya. Barry merasa, Caca yang lembut sudah kembali.

Beberapa kali, Barry berkesempatan menjemput dan mengantar Caca pulang. Perhatian yang tak biasa dari seorang Barry.

Seminggu berlalu, Barry sudah lebih mengenal Caca. Dia juga menyadari bahwa Caca berada dalam lingkup tekanan hatinya sendiri.

Caca tidak suka demo, tapi karena satu hal, dia harus melakukannya. Barry tak bisa menahan atau menghentikannya.

Demo itupun tiba. Caca berangkat, sebelumnya sudah memberi kabar pada Barry. Dia minta agar Barry tidak menghawatirkannya.

Suara Damar begitu lantang, berbicara apapun agar bisa menyindir pemerintah. Dari A sampai Z sudah tersuar.

Entah bagaimana, tapi demo itu berubah anarkis. Di tengah keramaian, Caca merasa bingung. Dia hanya bisa menangis atas ketakutannya. Seseorang lalu menarik tangannya dari kericuhan itu. Barry.

Yah, dia Barry. Dia tidak bisa melepaskan Caca begitu saja, karena dia tahu bahwa demo tak selalu berjalan lancar.

Menjauh dari situ Caca menumpahkan ketakutannya di pelukan Barry. Dia menangis di sana.

Barry menenangkan. Tapi Caca berpikir lain.

”Kenapa kamu tarik aku ke sini? Aku masih pengen di sana. Jangan hentiin aku !”, katanya sambil terus menangis.

Barry menjawab dengan kesal, “Oh, aku diemin kamu di sana. Dan biarin kamu terluka? Gillaa.”

Mendengar itu, Caca tak berkata dan terus menangis.

“Denger Ca, Jangan ngorbanin dirimu buat hal seperti ini. Demo boleh, tapi kalo jatuhnya demo anarkis kayak gini, apa jadinya kamu? Lagian aku yakin kamu udah kenal sifat tempramennya Damar.”

“Kamu kenal dia?”

“Nggak penting, tapi sikap dia bisa berujung anarkis. Intinya, kamu masih diperluin sama orang-orang yang nyayangin kamu. Jangan buat mereka khawatir atau sedih. Tapi buat mereka bangga. Kamu bilang, kamu nggak suka demo. Sekarang saatnya kamu dengerin kata hati kamu sendiri. Aku percaya kamu cukup bijak menyikapinya.”

“Kamu percaya kalo aku bisa lebih baik?”

“Nggak ada alasan buat ngeraguin itu.”, melepas pelukannya dan menatap Caca dalam-dalam.

Caca pun mengerti dengan permintaan Barry. Lama berpikir, tapi dia bisa mengambil keputusan.










VOTE

Masalah Hati (CERPEN 2012) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang