Sebelas (END)

1.1K 36 6
                                    

⭐⭐⭐⭐⭐

Dua hari berikutnya, Caca bertemu Barry di toko mebel. Mereka tak sengaja bertemu. Caca ingin mencari perabot dapur dan Barry mencari keperluannya sendiri. Berpapasan saat memilih-milih barang, tak berkata apapun. Barry meluncur pergi mengacuhkan Caca.

Caca sempat menyapa, " Bar...", dengan sedikit berteriak.

"Segitunya kamu marah sama aku?", Tanya Caca spontan.

"Bisa berpikir kan?! Oh Sorry, urusan ku masih banyak. Aku pergi dulu.", sedikit ketus.

Caca kembali pulang dengan tangis. Sang ayah kembali resah, tapi kali ini Caca mau membagi cerita. Dia bingung akan sikap Barry yang demikian. Ayah Caca justru tersenyum.

"Ayah...", keluh Caca.

"Lagian, kalau masih sayang, ngapain di sia-siain. Nyesel kan sekarang?"

"Ayah, aku serius. Barry jahat. Dulu aku cuma butuh waktu buat berpikir."

Tiba-tiba pintu rumah Caca diketok. Ada kiriman barang buat dia. Karena penasaran dan tanpa nama pengirim, Caca pun segera membukanya. Dia terkejut atas isi kotak itu. Dia menunjukkan pada ayahnya.

"Ayah, isinya...brosur perabot. Ada tulisannya, kamu suka yang putih atau hitam?. Maksudnya?"

"Terus yang lain apa?", ayah Caca penasaran.

"Ini...kunci. Bandulnya bunga, tapi warnanya macem-macem."

"Itu kunci apa?"

"Ayah, ini...kaya' kunci rumah. Haah, apa sih maksudnya ini?"

"Oh, ayah tau. Tapi coba kamu angkat isi lainnya."

"Ayah tau? Lohh, adaaa........ buku tabungan. Ini kan? Raissa Jagadityo. Yah? Ini?"

"Ehemh, itu pasti dari Barry kan? Ayah yakin kamu juga tahu."

"Terus maksud dia ngirim ini apa?"

"Ih, masa kamu nggak mudeng sih. Tuh, buku tabungan. Buka dalemnya."

"Saldonya terus bertambah lho Yah.", Caca penasaran.

"Ya iyalah, Barry selalu ngisi tiap bulan kok. Terus kunci itu. Lihat dengan teliti !"

"Kunci. Kunci rumah? Bandulnya, oh iya..dulu pertama kami bertemu gara-gara bunga. Tapi kenapa kunci rumah?"

"Ya emang itu kunci rumah. Selama ini dia sudah membangun rumah sendiri. Dengan hasil design nya sendiri. Ayah juga belum tau rumah dia itu kaya' apa. Tapi dari cerita dia sih bagus."

"Tunggu..tunguu. Dari mana ayah tau semua itu. Dan apa maksudnya dari cerita dia ? Ayah pernah ketemu Barry?"

"Lahh, sering. Orang dia sering banget kok datengin ayah. Justru kamu tuh yang nggak pernah. Dua tahun tanpa pulang."

"Ayah serius?"

"Serius. Dan maaf kalo ayah nggak bisa jaga rahasia. Ayah ceritain semua curhat kamu tentang dia. Termasuk kamu yang tiap hari mikirin dia terus. Hee !!"

"Ayyaaahhh....."

"Maaf, tapi dengan gitu kan ayah nggak kehilangan calon mantu idola."

"Ayah apaan sih..!! Barry marah sama aku."

"Siapa bilang? Terus kalo dia marah, ngapain dia ngasih kamu brosur perabot itu? Dia juga udah ngabarin ayah kalo kalian tadi ketemu di toko mebel."

"Ayah sekongkol sama Barry? Kok gitu sih. Terus apa artinya brosur ini?"

"Duuhh, masih belum jelas juga? gimana kamu nih. Baca tulisannya dong. Dia minta pendapat kamu, kamu suka yang mana?! Berarti perabot itu buat kamu. Buat ngisi rumah barunya, berarti itu juga menjadi rumah kamu. Berarti dia melamar kamu."

"Apaaa??? Ayahh....nggak mungkin."

Barry berdiri di pintu. Mendengarkan saja apa yang mereka bicarakan. Begitu selesai, Barry menarik tangan Caca yang sejak tadi berdiri memebelakangi.

Dia tarik Caca ke pelukannya, "Awas kalo kamu nggak mau terima lamaran aku. Jangan coba lari karena seluruh dunia berpihak padaku. Aku sayang kamu."

Caca tersenyum manis dan mendekap Barry lebih erat. Ayah Caca turut bahagia akan hal itu.

-Selesai-

21-04-2012
⭐⭐⭐⭐ vote dan rekomendasikan

Masalah Hati (CERPEN 2012) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang