Bagian 1 : Titik Temu

1.7K 39 1
                                    

Seseorang bisa saja berbicara banyak hal,
Tapi tidak soal cinta dan perasaan.
.....

Tabik !

Aku, Bara Aksara.

Orang memanggil ku, Bara.

Namaku sendiri ditentukan oleh kedua orang tuaku yang meraciknya dengan santai di sebuah kamar ketika melepas masa lajangnya. Sedangkan namaku sendiri tak perlu ku sebutkan namanya. Aku tidak mempunyai ambisi untuk terkenal seperti kebanyakan orang di Instastory . Aku hanyalah manusia yang beruntung dilahirkan dan menikmati kemacetan di Jakarta dengan sunset yang indah. Aku, Bara maksudnya.

Kehidupan di Jakarta membuatnya merasakan banyak sekali keresahan dan kesenangan karena banyak sekali bertemu dengan orang-orang hebat. Hebat dalam menghadapi macetnya Jakarta. Tapi nyatanya, sepatu kets lusuhnya sudah memanggilnya untuk bergegas pergi dari kasur yang nyaman, dan matanya ingin melihat pemandangan Ibu Kota.

Ada karya penulis sastra dengan empat buku tetraloginya yang ia incar membuatnya harus menyusuri kota, dan itu bukan hal yang mudah. Sudah seminggu ia berselancar di toko online. Terlintas dalam hatinya, "Masa iya harus membeli buku bajakan yang jelas-jelas rasanya tidak menghormati karya penulis...???".

Ia mulai berangkat dengan rasa penasaran apakah buku tersebut apa masih dijual atau tidak. Ternyata, ia pun berhenti sejenak untuk memuaskan perutnya yang harus diisi. Ketoprak adalah makanan kesukaannya. Selain harganya bersahabat, porsinya yang cukup banyak membuatnya merasa puas. Begitulah penduduk asli Indonesia. Banyak, namun harga bersahabat.

Di persimpangan jalan Kwitang Jakarta Pusat, sambil menikmati makanannya, membuatnya sedikit agak penasaran. Ia melihat jajaran toko buku bekas. Ternyata setelah ia tanya kepada penjual ketoprak tersebut, tempat itu memang menjual buku bekas namun langka. Setelah ia menghabiskan makanannya, kakinya seperti bergerak otomatis ke toko buku tersebut. Bara tidak langsung bertanya judul yang ia cari. Dengan menghabiskan waktu beberapa menit untuk memanjakan matanya, secara otomatis tangannya pun bergerak ke arah dompetnya. "Ya ampun, kurang lagi". Rasa kekecewaannya ia ungkapkan dengan membaca di toko buku tersebut seharian.

Lagi asyik membaca, ketika ingin menoleh kebelakang tiba-tiba seorang wanita menabrak buku yang ia pegang. "Maaf, nggak sengaja" ujar seorang wanita yang langsung membantu Bara merapihkan buku yang jatuh tersebut.

"Loh, kok berantakan gini?" tanya seorang pemilik toko buku.

"Aku nggak sengaja nyenggol dia. Maaf ya. Oh iya, perkenalkan namaku Neira". Sambil menyapa pemuda kurus kusam itu dengan senyuman sangat indah di bibir tipisnya itu.

"Oh iya, namaku Bara".

Setelah mereka berkenalan, sepertinya Neira adalah pengunjung setia toko tersebut. Terlihat dari cara menyapa dan berbincang dengan pemilik toko.

"Wah kalau itu sudah tidak ada, Mas. Sudah banyak yang nyari dari kemarin-kemarin".

Sedikit kecewa, namun Bara harus menerima pernyataan tersebut. Karena buku tersebut sudah sangat langka dan tidak mudah untuk mencarinya. Akhirnya ia pun bergegas pulang dengan menaiki sepeda motornya yang terbilang langka juga. Kemacetan Jakarta tidak membuatnya merasa putus asa. Terlintas dipikirannya, tiba-tiba ia memikirkan sosok gadis rambut panjang mengenakan kacamata, kaos band Nirvana, dan celana panjang motif batik. Mungkin paras cantiknya membuat Bara tidak hilang ingatan. Dan kemudian, ia pun meramalnya kalau mereka akan bertemu minggu depan. Walaupun hanya sekadar meramalnya dalam hati.

Bahasa Dua Mata : Destinasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang