Bagian 6 : Ambisi

228 11 0
                                    

Sehebat-hebatnya ambisi seseorang mengejar sesuatu hal,

Rumah adalah tempat kembali pulang.

.....

Pernahkah kita merasa terlalu ambisi mengejar sesuatu? Ataukah kita pernah merasa terlalu ambisi untuk menjadi seseorang? Terkadang kita selalu mengejar sesuatu hal yang tanda tanya. Kita terlalu sering membuang-buang waktu demi mengejar ambisi kita. Misalnya, kita selalu saja berambisi mengejar cita-cita yang sudah direncanakan dari awal, setelah kita tumbuh dan mengenal orang baru dan idola yang kita agung-agungkan, kemudian kita berambisi ingin menjadi orang lain.

Ambisi kita selalu saja terjebak untuk menjadi diri orang lain atau idola yang kita agung-agungkan itu, membuang-buang waktu yang tidak jelas arahnya, sampai-sampai kita berucap "Wah keren, Gue harus jadi seperti dia", tanpa memulai mencari tahu "Bagaimanakah proses yang dilewatinya? Apakah kita sanggup untuk mengejar ambisi kita itu? Ataukah kita hanya ingin mendapatkan sebuah pujian?".

Kita sering kali mempunyai angan-angan yang mengagungkan. Nyatanya, kita selalu nyaman dengan hangatnya kasur, terpenjara dengan kemalasan, dan menikmati janji-janji manis lalu patah hati. Tapi, apapun yang kita lakukan itu tidak pernah terselesaikan. Ketika jatuh, kita langsung saja menyerah tanpa mencari jalan lain. Ketika di atas, kita langsung nyaman dengan mesranya sebuah pujian.

Demi mendapatkan sebuah pujian tidaklah mudah. Kita harus mendapatkan sakitnya sebuah cacian dan hinaan. Terlebih lagi, kita harus mendapatkan pahitnya patah hati. Patah hati bukan saja didapatkan oleh sang mantan. Tapi, sakit hati yang dilakukan teman jauh lebih menyakitkan. Entah itu teman bermuka dua, bahkan teman makan teman, apalagi udah sayang tapi di anggap teman. Sebagai seseorang yang mempunyai ambisi tinggi, kita harus mendapatkan pahitnya sebuah cacian, hinaan, bahkan patah hati itu. Tujuannya, agar kita mau belajar dan berkembang.

Yang membuang waktu terlalu banyak adalah berambisi untuk memiliki seseorang. Kita selalu saja membuang waktu, demi mendapatkan balasan cinta dari dambaan hati. Terlalu fokus mengejar dambaan hati adalah pekerjaan yang sia-sia. Memulai sesuatu dari awal, terlalu menghabiskan waktu dan materi. Nyatanya kita harus mengejar kebahagiaan, bukan mengejar ambisi. Jadikan ambisi itu adalah rencana, mengejar kebahagiaan adalah caranya.

Dalam percintaan, Bara adalah seseorang yang mempunyai ambisi untuk mendapatkan Neira. Padahal ia sangat tahu, kalau Neira sudah memiliki kekasih. Ia tidak peduli dengan kebahagiaannya itu, demi ambisinya. Ia tidak memikirkan, rasa bahagianya itu harus mendapatkan asupan yang cukup. Banyak pengorbanan yang ia telah berikan kepada Neira. Tapi ia selalu berpikir, dengan itu ia merasa bahagia. Sungguh aneh ketika kita sering mendapatkan kekecewaan, dan menganggap itu adalah hal yang membuat kita merasa bahagia. Terkadang, Bara menjadi sangat bodoh dalam hal percintaan.

Tapi demi sebuah cita-cita, ia bagaikan kayu bakar yang menyala-nyala. Semangatnya tidak akan padam. Walaupun ia sering mendapatkan pahitnya cacian dan hinaan, ia tidak henti mencari jalan lain. Demi sebuah cita-citanya mendirikan sekolah alternatif, ia rela keluar dari pekerjaannya itu. Padahal, posisi di kantornya terbilang "wah". Padahal kalau dipikir-pikir, buat apa ia keluar demi suatu hal yang tanda tanya? Tapi begitulah Bara Aksara. Ketika ia sudah memutuskan suatu hal, ia sudah memikirkan matang-matang untuk mengejar ambisinya itu.

Bahasa Dua Mata : Destinasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang