Bagian Final : Distraksi

234 12 1
                                    

Aku sudah bahagia,

Kalau aku berhasil untuk jujur walaupun itu sulit

Kini setengah harapannya telah pupus. Wanita yang ia idam-idamkan itu kini telah menjauh. Ia tidak mengerti maksud dari pesan singkat yang Neira kirimkan. Ia masih bingung arti dari kata "Selamat ya!". Ada banyak makna yang ia perkirakan. Mungkinkah Neira juga membalas cintanya itu? Ataukah hanya memberi ucapan selamat saja sebagai teman? Entah.

Kalau saja waktu bisa diputar kembali, rasanya ia akan lebih sabar menunggu Neira. Tapi apalah arti menunggu, bila Neira tidak cinta kepadanya. Cinta dan cinta yang ia pikirkan pada sore itu. Entah apa yang ia pikirkan menjadi penyakit sore itu. Pada sore itu ia hanya berbicara bersama senja, dengan kopi pahitnya itu.

Memang benar, kita harus mengalihkan sebuah mood yang rusak dengan kegiatan yang menyegarkan hati. Tujuannya agar tidak terlalu larut dalam kepedihan. Memikirkan sesuatu yang tidak masuk akal memang sulit untuk dicerna, kecuali kita harus menanyakan langsung. Itulah yang dilakukan Bara terhadap Neira malam itu.

Malam itu, Bara langsung mengajak Neira ke tempat pertama kali mereka berkencan, yaitu pasar malam. Bara nampak ragu untuk memulai perbincangan yang serius. Tapi, Neira-lah yang memulai perbincangan itu.

"Anna gak marah kalau tau kita jalan?"

"Anna dewasa banget Ra. Dia gak begitu cemburuan. Yang penting aku kabari dia kalau aku lagi sama kamu. Ya dia pasti berpikir kalau urusannya penting".

"Kalau Anna tahu urusannya gak penting? Hehe wanita itu butuh kejujuran seorang lelaki, Bara. Itulah yang wanita inginkan dari seorang pria. Bukankah kamu juga ingin seperti itu?"

"Iya, Ra. Tapi ada hal yang harus aku sampaikan sama kamu. Aku sayang sama kamu, Ra. Apa kamu merasakan hal yang sama?"

"Apa ini terlalu cepat untuk dibicarakan? Sementara kamu selalu menunda obrolan ini".

"Maksudnya?"

"Gak usah berpura-pura tidak tahu".

"Aku gak pernah tahu sama sekali tentang perasaan kamu Ra".

"Terus kalau kamu tahu? Bagaimana dengan Annalies?"

"Aku tidak peduli. Aku cuma ingin tahu langsung dari mulut kamu".

Seketika itu Bianglala pun berhenti, dan Mereka tepat di puncak bianglala. Neira pun langsung memeluk Bara dengan sangat erat. Bara pun masih tidak mengerti apa maksud dari pelukan itu. Mereka pun melepaskan pelukan dengan tatapan penuh tanya. Tidak lama mereka berpandangan, Bibir Bara langsung mendarat tepat disenyum manis Neira.

Ketika mereka berciuman, Bara pun dengan tidak sadar memegang lembut rambut Neira. Namun apa yang Bara lakukan membuat Neira emosi. Neira langsung mengakhiri ciuman itu dan langsung menapar Bara.

"Tidak bisa, Bara! Kamu hargai perasaan Anna!".

Ketika bianglala selesai, mereka langsung perang dingin dan diakhiri Neira yang mendadak memesan ojek online. Bara merasa bodoh saat itu. Ia berpikir apa yang ia lakukan kepada Neira itu sangatlah salah. Nafsu yang menggebu-gebu terlampau khilaf, pikirnya.

.....

"Wah gila lo Bar! Gila!"

Ucap Gayo melalui ponsel yang sangat emosi mendengar cerita Bara itu. Gayo sangat kesal terhadap perlakuan Bara kepada Neira. Gayo menganggap itu adalah sebuah kebodohan Bara sendiri.

Bahasa Dua Mata : Destinasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang