Prolog [R]

7K 202 13
                                    

Seorang lelaki yang kini setengah mengantuk itu melempar tasnya lalu menjatuhkannya ke tanah. Lantas, ia melompati pagar belakang sekolahnya itu, karena pasti jika lewat gerbang depan tidak dibuka.

"Siapa sih nih!" teriak seorang perempuan yang ternyata terkena tas yang dilempar lelaki itu.

Lelaki itu terkejut, lalu tersenyum miring saat tau siapa yang berteriak, "Gue, Ra." ucapnya.

"Cih!" ujar perempuan itu—Ara—sambil mengusap puncak kepalanya yang tidak sengaja terlempar tas.

"Maaf," ucap lelaki itu—Athif.  "Lo pikir gue bakal bilang gitu?" lanjutnya.

"Ish!" ujar Ara lalu memukul lengan Athif berulang kali membuat Athif berteriak tak menentu, "Woi! Iya! Maaf! Setan! Sakit!"

Ara malah mencubit pinggang Athif dengan cubitan mautnya.

"Kalian berdua ikut saya!" ujar seorang lelaki paruh baya bernama Pak Sapto itu.

"Gara-gara lo!" ujar Ara kesal lalu berlalu mengikuti Pak Sapto. Tapi sebelum itu ia menyempatkan menimpuk muka Athif dengan tasnya.

•••

Keringat sudah bercucuran di wajah keduanya. Pagi ini nampak sangat panas.

"Jangan pingsan ya lo!" ujar Athif setengah berbisik.

"Hm." ujar Ara malas-malasan sambil menurunkan tangannya yang sejak 20 menit yang lalu hormat. Lalu berjalan meninggalkan Athif sendirian.

"Mau kemana lo!?" teriak Athif kepada Ara.

"Kantin." jawab Ara tenang.

Athif melihat ke arah jam tangannya. Benar, waktu hukuman mereka sudah habis.

Athif bergegas menyusul Ara menuju kantin. Entah kenapa, ia ingin saja.

"Es teh satu." teriak Ara. "Dua." sahut suara dibelakangnya—Athif.

Ara mengacuhkannya. Setelah mengambil pesanan es tehnya Ara bergegas duduk dengan tenang di meja paling pojok. Ara memang tidak punya teman dekat. Mukanya yang judes dan tatapan matanya yang tajam serta kelakuannya yang 'cukup' buruk untuk menjadi anak pemilik sekolah ini, membuat banyak para siswi malas berteman dengannya.

Tapi, tak banyak juga yang mau menjadi teman Ara. Hanya untuk memanfaatkan kekayaan orangtua Ara.

"Woi! Main hp mulu lo." ujar Athif sambil menggebrak meja, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Ara hanya menatap Athif sekilas, lalu bermain hp lagi.

"Buset dah, dingin banget lo, ngelebihin ni es teh." cerocos Athif.

"Nggak jelas." kesal Ara.

"Ye si dugong! Gue nggak ngereceh ya." sahut Athif tak kalah kesal.

Ara lagi-lagi hanya menatapnya sekilas, lalu berdiri dan memilih beranjak pergi.

•••

Note :

Seperti yang dulu aku bilang, aku mau revisi cerita ini. Aku sadar ceritaku yang versi kemarin konfliknya selalu tiba-tiba. Kayaknya juga, aku mau rombak semuanya, dari judul, nama, dll.

Aku juga sengaja part yang lama nggak aku unpub soalnya biar bisa bandingin aja.

Semoga kalian suka.
Dan terimakasih untuk 1k readersnya!
Jangan lupa vote dan komen!

Tertanda,
13 Oktober 2018

Athif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang