Bagian X

144 8 0
                                    

Liburan telah berlalu, sekarang adalah waktunya kembali pada rutinitas. 2 hari yang telah aku habiskan bersama Lala sudah cukup untuk meyakinkanku. Aku semakin jatuh dan terus jatuh ke dalam hatinya, seakan menjadi manusia paling bahagia.

Setelah liburan semester kemarin, aku memutuskan untuk pindah dari kosan untuk kemudian menyewa rumah kontrakan. Tidak terlalu besar, namun cukup untukku membangun singgasana.

Rumah dengan ukuran 6 x 6 yang terdiri dari 2 kamar tidur, lalu satu ruang tamu, 1 ruang keluarga, dapur dan 1 kamar mandi. Itulah rumah yang saat ini aku tinggali. 2 kamar itu aku bagi fungsinya menjadi, 1 ruangan untuk istirahat & satu ruangan yang lain untuk istirahat. Aku juga sedikit demi sedikit sudah melengkapi barang kebutuhan rumah tangga. Seperti barang-barang dapur, lalu sofa ruang tamu, dan yang tak kalah penting adalah koneksi internet penuh. Seperti yang sudah aku dambakan sejak dulu.

Pekerjaanku juga belakangan ini sudah tidak terlalu memakan waktu, sehingga aku saat ini bisa fokus untuk mengerjakan skripsi yang nantinya akan menjadi syarat kelulusanku.

Yang paling penting adalah dengan sedikit keluangan waktuku, Aku bisa lebih sering bertemu dengan Lala. Entah apapun kegiatannya. Baik itu hanya sekedar makan, menonton bioskop bersama, atau keluar untuk refreshing mencari spot-spot yang memiliki pemandangan indah di ujung kota ini.

Dengan posisiku yang sudah tidak di kosan, seringkali aku mengundang teman-temanku untuk sekedar berkumpul. Lala sendiri juga sering main ke kontrakan. Kadang dia membawakan makanan, atau hanya sekedar ingin bertemu saja.

Seperti yang sekarang sedang terjadi. Lala datang dan langsung masuk menuju ruangan kerjaku.

"Kamu kok, udah di ketok pintunya sampe tiga kali ngga di buka-buka?" Tanyanya ketika menemuiku sedang fokus pada pekerjaanku.

Aku yang kaget karena Lala sudah berada di dalam rumah hanya bisa tersenyum bersalah. Pasalnya, tadi aku sedang menggunakan headsetku dan menyetel musik yang cukup untuk meredam kebisingan dari suara apapun.

"Maaf." Ucapku sambil menghentikan pekerjaanku sementara. Dan menghampiri Lala yang masih berdiri di dekat pintu kamar kerjaku.

"Iya, aku udah maklum." Katanya sambil berlalu menuju ruangan dapur.

"Kamu pasti lupa makan kan?" Tanyanya menanyakan hal yang seringkali aku lupakan saat sudah fokus bekerja.

Aku keluar menuju ruang tengah dan duduk di sofa. Sementara waktu, aku tinggalkan dulu pekerjaanku untuk kepentingan pribadiku.

"Perasaan tadi pagi aku baru juga sarapan." Jawabku pada Lala yang sudah membawakan ke hadapanku semangkuk soti ayam beserta sepiring nasi.

"Sekarang kan udah jam setengah 3 pandaku sayang, udah waktunya buat makan siang." Katanya sambil meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja yang ada di hadapanku.

"Iya iya, aku terlalu fokus." Kataku. "Waduh ngerepotin kamu lagi nih sampe harus bawa makanan, harusnya kan aku, yang bawain makan ke kosan kamu." Lanjutku.

"Kamu tuh kebiasaan ya, kerja, sampe lupa makan." Katanya seolah memberiku nasihat. "Kalo kamu kaya gini terus nanti kamu bisa sakit loh, kalo sakit juga kan kamu sendiri yang nantinya menderita." Lanjutnya.

Berbeda dengan kisah lain yang seringkali menceritakan seorang pria yang selalu mengkhawatirkan wanitanya, kali ini akulah justru yang sering di khawatirkan oleh Lala perihal kebiasaan burukku ini.

Kejadian seperti ini sebenarnya bukan kali pertama, sudah biasa aku di kejutkan dengan kedatangan Lala yang tiba-tiba, tanpa ada kabar-kabar terlebih dahulu. Kalau alasan yang dia ungkapkan, katanya karena aku tidak memberikan kabar hampir setengah hari. Jadi, dia memastikan langsung dengan mengecek keadaanku di kontrakan.

Tentang MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang