Bagian XIV

138 3 1
                                    

Bukan takdir baik ternyata bagi Rahmad dan Lala. Rencana mereka yang semula ingin pulang bersama harus batal, Rahmad diwajibkan mengikuti meeting yang di adakan mendadak oleh kliennya. Meskipun menyisakan kecewa, namun mereka berdua bisa menerima.

"Maaf ya sayang, aku ngga bisa pulang bareng." Ucap Rahmad di saat mereka berdua sedang bersama menikmati menu makan siang.

"Nggapapa kok, tapi kamu janji kan akan nyusul pas kerjaan udah selesai?" Tanya Lala untuk memastikan kepulangan Rahmad.

"Iya, aku janji kok ngga bohong."

"Aku percaya kok sama omonganmu, cuman perasaanku kok nggak enak ya." Lala seperti memasang ekspresi serius di wajahnya.

"Hmmm, ada apa? Apakah mungkin karena pembicaraanmu tempo hari dengan keluargamu itu?" Tanya Rahmad memastikan dengan apa yang terjadi pada Lala.

"Mungkin seperti itu, tapi aku rasa semua akan baik-baik saja." Jawab Lala menepis segala firasat buruk tentang perbincangan dengan keluarganya tempo hari.

Satu minggu yang lalu. Sudah menjadi kebiasaan Lala dan memang rutinitas Lala untuk mengabari keluarganya di kampung setiap minimal satu bulan sekali. Walau kadang bisa empat kali atau lebih bergantung pada kesibukan yang sedang Lala jalani.

Pada saat itu, ayahnya yang seorang pengusaha tidak biasanya ikut mengobrol dengannya. Seringkali, sebenarnya Lala hanya mengobrol dengan ibunya saja. Namun, kali itu tumben sekali ayahnya ikut angkat bicara.

"Nduk, kemarin ayah bertemu dengan sahabat lama ayah. Dia mengatakan kalau anaknya juga ternyata sedang menempuh pendidikan lanjutannya di sekolah yang sama denganmu." Jelas ayahnya dari seberang telfon.

"Oh ya? Mungkin itu hanya kebetulan saja ayah." Jawab Lala sedikit menggunakan nada bercanda.

"Sahabat lama ayah itu sekarang sudah menjadi kiyai di kampung barunya, dan ayah dengar juga anaknya sebentar lagi akan wisuda. Hanya menunggu waktu saja dia menyelesaikan skripsi dan sidang." Lanjut ayahnya kemudian.

"Wah, kalau itu berarti kemungkinan besar Lala tidak mengenalnya Ayah, banyak kakak tingkat di sekolah Lala. Lala juga tidak mungkin mampu menghafal mereka semua."

"Benar juga nak, Ayah dengar sebentar lagi kamu akan ada liburan?"

"Iya yah, aku juga berencana akan pulang besok."

"Kabar baik nak, ayah tunggu kepulanganmu. Ayah berencana mengenalkanmu pada sahabat ayah itu."

Itu adalah kalimat terakhir ayahnya sebelum kemudian ayahnya mengembalikan telfonnya kepada sang ibu. Lala terbawa gembira saat sudah banyak berbincang dengan ibunya itu, hingga ia tidak memedulikan apa yang tadi terakhir ayahnya sampaikan itu.

Setelah beberapa waktu di tengah malam yang dingin, tiba-tiba terlintas dalam pikiran Lala tentang perkataan ayahnya tempo hari. Apakah akan ada hal buruk yang terjadi? Namun, ia selalu menepis segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Berbeda dengan suasana hati Lala yang runyam, Rahmad semakin hari semakin terlihat lebih rajin untuk menghadiri majelis taklim bersama sahabatnya. Yusuf. Walaupun pekerjaannya terlihat semakin padat, bukan perkara penghalang untuk Rahmad absen dari pengajian yang ada di masjid kampus.

Hingga tiba saat sang pemateri menyampaikan.

"Dan janganlah engkau mendekati zina, karena itu adalah perkara yang keji dan suatu jalan yang buruk." Lalu sang pemateri melanjutkan. "Zaman sekarang sudah banyak kita temui tentang fenomena yang sangat mendekati zina! Bisa kita pesempit pengertiannya dengan pacaran! Dua orang lelaki dan perempuan yang bertemu tanpa ada sekat maka di situ sudah bisa dikatakan dengan sudah mendekati zina."

Rahmad termenung mendengarkan materi tersebut, dia seakan tertampar dengan perkataan sang ustadz yang menyampaikan materi. Dia merasa bersalah dengan dirinya dan juga Lala. Apa yang telah terjadi di antara keduanya ternyata adalah sebuah pelanggaran dalam syari'at Islam. Hingga berakhirnya materi Rahmad masih saja termenung, apa jalan yang harus ia ambil saat itu.

Tibalah di sesi tanya jawab dan sang moderator mempersilahkan kepada semua peserta untuk mengajukan pertanyaan. Rahmad yang dari tadi hanya termenung akhirnya memberanikan diri untuk mengacungkan tangannya ke atas.

"Maaf sebelumnya ustadz, saya ingin bertanya tentang materi yang tadi telah anda sampaikan."

"Silahkan." Jawab sang pemateri mempersilahkan Rahmad untuk melanjutkan bicaranya.

"Apakah ada solusi untuk dua orang yang sudah saling mencintai, tanpa harus berpacaran?" Ucap Rahmad menanyakan perihal pertentangan batinnya yang sedari tadi memaksanya untuk termenung.

"Pertanyaan yang bagus sekali." Ujar sang pemateri, lalu ia melanjutkan. "Nabi telah menganjurkan, bahwa solusi bagi para pemuda maupun pemudi untuk menahan atau melampiaskan syahwatnya adalah dengan menikah. Apabila tidak bisa maka berpuasalah." Jawab pemateri tadi untuk pertanyaan Rahmad dan dia juga sedikit menyampaikan tentang anjuran untuk menikah.

Menikah adalah ibadah. Tidak masalah itu yang sudah tua, atau yang masih muda. Ibadah tidaklah memandang usia, namun memandang keadaan. Apabila seseorang yang sudah mampu untuk menikah maka menikahlah. Namun, bila ia belum mampu dan mau untuk menikah, maka ibadah masihlah menjadi anjuran. Bukan sebagai kewajiban.

Rahmad sepertinya sudah sedikit memahami tentang apa yang tadi telah di sampaikan oleh sang pemateri. Ia tersenyum dan sepertinya terbesit dalam pikirannya untuk melakukan sesuatu.

Kepulangan Lala sudahlah berlalu 2 Minggu, bersamaan dengan kepulangan temannya. Ucup. Selama seminggu pertama kepulangan Lala, hubungan mereka tidaklah menghadapi masalah. Namun entah apa yang terjadi di dua hari setelahnya, Lala seperti sibuk sekali. Awalnya Rahmad berfikir, mungkin di kampungnya dia sedang kesusahan untuk menemukan sinyal. Jadi, ia memaklumi hal tersebut.

Di suatu pagi, Rahmad mendapatkan pesan dari Ucup yang berbunyi.

From : Ucup
"Mad, Minggu depan kamu udah di rumah? Kebetulan aku Minggu depan mau main ke kotamu, siapa tau kita bisa bertemu?"

To : Ucup
"Kayanya si udah, nanti aku usahain deh."

Kebetulan sekali pikir Rahmad, ia juga sudah berencana untuk pulang ke kampung halamannya. Ia sudah rindu dengan bapak-ibunya, serta keluarga lainnya. Terutama ia juga rindu Lala. Sudah beberapa hari ini ia merasa hilang kontak.

Persiapan sudah dilakukan, semua barang sudah di siapkan. Tak lupa sebelum pulang ia menyempatkan diri untuk berjalan-jalan mencari oleh-oleh untuk keluarganya di rumah. Ia juga sejenak singgah untuk membeli sesuatu di sebuah toko perhiasan.

Tanpa waktu lama setelah semua barang telah siap, ia pun pulang dengan menggunakan jasa kereta api. Banyak sudah ia menenteng barang bawaan. Tak lupa ia juga sudah mengirimkan pada pesan pada Lala.

To: Lala
"Hari ini aku pulang."

Walaupun pesan itu masih tak berbalas, tiba juga ia untuk menaiki kereta dan mulai melucuti pelan-pelan, rindu yang sudah lama ia pendam. Tentang kampung halaman dan orang yang tersayang.

Ia tak pernah tau apa yang akan terjadi setelah itu, semuanya berlangsung cepat tanpa bisa ada yang menebak.

Dalam perjalanan, Rahmad lebih banyak diam membuang pandang pada setiap Padang yang di lalui oleh kereta yang sudah disesaki penumpang. Diam dan kemudian terlelap.

Setelah sekian lama
Terimakasih sudah membaca
😊😊😊

Tentang MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang