Bagian VIII

162 5 1
                                    

Setelah malam itu, aku sudah tidak lagi tahan untuk tidak menghubungi Lala. Tapi sudah terlalu malam, Lala juga manusia. Kamu tau rasanya orang yang baru pacaran? Bahagianya tak terhingga, seakan akan tidak mau berpisah.

Kau tau? Setelah aku dan Lala sudah resmi menjadi seorang kekasih, esoknya aku yang mengantar dia untuk pergi menghadiri seminar. Sorenya aku juga merelakan waktuku untuk menjemputnya, dan itu menjadi rutinitasku beberapa hari belakangan ini.

Hari yang telah kami rencanakan akhirnya tiba juga, saatnya kami pergi untuk rekreasi. Semua yang harus di bawa untuk rekreasi sudah aku siapkan sejak semalam. Mulai dari tas, pakaian, kamera, charger, dan tidak lupa daleman juga tidak ketinggalan. Mungkin hanya itu saja yang aku siapkan, menurutku lebih simpel itu lebih baik.

Tiket sudah ada di genggaman, semua urusan seperti hotel dan wisata sudah kami pesan melalui Traveloka. Liburan itu rencananya akan ada 2 hari satu malam, dan kami juga sudah menyiapkan 2 kamar agar tidak seranjang berdua. Belum waktunya.

Aku dan Lala sudah janji untuk ketemuan di stasiun. Tak lama setelah aku mencairkan kode booking, kulihat dia sudah datang dengan medorong koper yang berukuran mini dan juga menggendong tas kecil. Dia berlari ke arahku dan bukannya memelukku malah menyuruhku mendorongkan kopernya.

"Pandaa ... " Katanya datang menghampiriku.

"Bawain koperku ya, aku capek." Katanya saat kami baru bertemu.

"Loh, kamu kok bawa barangnya banyak banget ? Kita kan di sana cuman 2 hari." Ujarku mengomentari barang bawaannya.

"Ya kan kalo aku cantik, kamu juga yang seneng." Jawabnya seenaknya.

Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Wajahnya yang bulat dan postur tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuatku seakan lebih percaya diri untuk menjaganya. Dia berjalan mensejajariku dan menggandeng tangan kiriku, karena tentunya tangan kananku sedang mendorong tas kopernya.

Setelah cek tiket dan masuk kedalam boarding pass, kami memilih untuk duduk terlebih dahulu menunggu kereta kami datang. Karena aku merasa haus, aku memutuskan untuk pergi sebentar membeli minum yang ada di dekat boarding pass.

"Aku mau nyari minum dulu ya." Kataku melepaskan sandaran Lala.

"Jangan lama lama ya, pandaku." Katanya dengan nada manjanya.

Kamu mau tau kenapa dia memanggilku panda ?

Setelah malam itu aku resmi menjadi kekasihnya, malam harinya aku tidak langsung tidur. Aku melanjutkan pekerjaan yang sempat aku tunda karena harus keluar di malam Minggu. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, sehingga aku haruslah cepat istirahat. Jam 9 nanti aku harus mengantarkan Lala untuk berangkat seminar.

Namun, naas saja ternyata malam itu aku tidak bisa tidur. Seringkali memang begitu, bila malam hari aku terjaga hingga lewat tengah malam maka seakan akan rasa kantukku hilang begitu saja.

Karena aku sudah terlanjur seperti itu, aku teruskan saja berselancar di internet untuk mencari sumber-sumber bahan baru untuk mengerjakan pekerjaanku.

Ketika aku sudah bosan dengan semua itu, aku putuskan untuk lanjut bermain game. Dan ternyata game lah yang bisa membantuku mengalahkan rasa kantukku.

Sesuai janjiku kepada Lala, aku menjemputnya di depan kosan tepat jam 9 dengan keadaan belum tidur semalaman. Ketika dia menghampiriku dan menatap mataku dari situlah inspirasinya memanggilku panda.

"Muka kamu kok kaya kusut gitu ?" Tanyanya seakan memberikan perhatian.

"Engga kok, biasa aja." Jawabku

Tentang MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang