Bab 9 Yakin

110K 7.5K 158
                                    

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. Al-Hujurat:1)

☀☀☀


"Nadya! Nadya! Nadya!" panggil Nenek Halimah berkali-kali, tetapi cucunya itu sama sekali tidak merespons. Ia heran, sepanjang hari Nadya selalu melamun sambil senyum-senyum tidak jelas.

Bugh!

Nenek Halimah menepuk pundak cucunya itu cukup keras saking geramnya. Nadya tersadar dari lamunannya. "Aww!" Telapak tangannya mengusap-usap pundaknya yang sakit itu. "Nenek kok pukul Nadya? Sakit tahu!"

"Habis Nenek perhatiin kamu hari ini aneh," jawab Nenek Halimah terlihat tidak bersalah.

"Aneh gimana? Perasaan Nadya baik-baik saja."

"Baik-baik apanya? Itu kamu senyum kayak orang gila," jelas Nenek Halimah. "Ada apa?"

Mata Nadya melotot karena secara tidak langsung neneknya mengatakan ia orang gila. "Nadya masih waras, Nek," protesnya tidak terima.

"Nenek tidak bilang kamu gila." Nenek Halimah mencubit pelan pipi kiri Nadya. "Kamu kenapa?"

Nadya menggaruk kepalanya dengan tangan kanan, bingung bagaimana harus menjelaskannya. Tidak mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya kalau ia sedang jatuh cinta pada pria yang baru pertama kali dilihatnya. Bahkan, nama pria itu saja ia tidak tahu sama sekali. Terdengar konyol kalau sampai itu dilakukannya.

"Nggak ada apa-apa, kok!"

"Beneran? Nenek tadinya takut kamu kesambet."

Wanita 65 tahun itu tidak percaya begitu saja dengan jawaban yang diberikan cucunya. Ia sudah merasakan pahit manisnya kehidupan, ia bisa merasakan kalau cucunya itu sedang bahagia, lebih tepatnya jatuh cinta.

"Mana ada orang kesambet siang bolong. Nenek ini ada-ada saja." Nadya geleng-geleng kepala.

"Ada," bantah Nenek Halimah.

"Daripada kita membicarakan hal yang nggak penting, mending kita nonton saja, Nek," saran Nadya untuk menghentikan pembahasan itu.

Ruang keluarga itu senyap. Hanya terdengar suara berisik dari tv yang sedang menyala, disaksikan oleh dua pasang mata yang hanya fokus ke layar di depan.

"Dingin ya, Nek. Hujan nggak henti-hentinya turun dari siang," kata Nadya memecahkan keheningan di antara mereka.

"Hujan itu rahmat dari Allah yang patut kita syukuri. Ya, walaupun Nenek tidak bisa pergi ke masjid." Ucap Nenek Halimah dengan mata masih fokus ke layar tv.

Ngomong-ngomong soal masjid, Nadya jadi teringat tentang sosok ustadz yang memberi ceramah kemarin malam, yang membuatnya gelisah semalaman.

"Kemarin siapa yang ceramah di masjid, Nek?"

Pertanyaan cucunya itu langsung dijawab oleh Nenek Halimah, "Ustadz Adnan." Nadya hanya mengangguk mendengar nama yang disebutkan neneknya. "Kenapa kamu bertanya begitu?" Nenek Halimah menyipitkan mata ke arah Nadya.

Nadya gelagapan. "Ah, memangnya Nadya nggak boleh tanya?" tanyanya balik untuk menutupi gugupnya.

"Boleh-boleh saja, tidak ada yang larang juga," jawab Nenek Halimah cuek. "Kamu suka ya sama Ustadz Adnan?"

MENGEJAR CINTA USTADZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang