Caraku mencintaimu mungkin berbeda dengan orang lain yang pernah mencintaimu, tapi satu yang terpenting 'Aku Tulus'.
-Anonim-
☀☀☀
Nadya dan Nayla memasuki salah satu kamar yang berada di asrama putri. Kamar itu bentuknya memanjang, dua sisinya diisi oleh beberapa buah ranjang berukuran single. Di sampingnya disediakan lemari kecil untuk menyimpan pakaian para santri.Nayla mengajak Nadya ke sudut ruangan yang berseberangan dengan pintu dan meletakkan tas berisi pakaian di atas ranjang. Nadya duduk di atasnya, lalu menepuk-nepuk permukaan kasur. "Nggak ada ya kasur yang lebih keras lagi dari ini?" sindirnya.
"Maksud kamu apa?"
Pertanyaan Nayla membuat Nadya geram. Jelas sekali kalau kata-katanya itu berupa sindiran, masih saja Nayla bertanya maksudnya. Ingin marah, tapi kasihan juga. Nayla sudah banyak membantunya.
"Nayla sayang, maksudku itu, ada nggak kasur yang lebih empuk dari ini? Ini terlalu keras untuk kutiduri, bisa-bisa punggungku sakit setelah tidur di kasur ini." Nadya membuat suaranya selembut mungkin dan tersenyum agar Nayla paham.
"Ya, nggak ada. Kasurnya memang seperti ini semuanya. Namanya juga mondok, kalau mau yang empuk tidur saja di hotel." Nayla tergelak dengan ucapannya.
"Aku nggak usah asrama saja bagaimana?"
"Kamu mau batal mondoknya?"
Batal? Nadya tidak mungkin batal untuk mondok. Bisa-bisanya Nayla berpikiran seperti itu. Sampai kiamat pun ia tidak akan pernah merubah keputusannya. Sia-sia saja usahanya untuk membuat papanya yakin bahwa ia akan serius nyantri bila dibatalkan.
"Nggaklah, masa aku batalin. Ntar aku nggak bisa dekat dong sama Ustadz Adnan."
"Lalu?"
"Ya, aku tetap tinggal di rumah Nenek. Nanti aku bisa setiap hari datang ke sini."
Nayla menggeleng. "Nggak bisa, Nad. Itu kan sudah menjadi peraturannya bahwa setiap santri diwajibkan untuk asrama."
Nadya memberengut sebal. Ia tidak terima bila harus menempati kamar yang ditempati beramai-ramai karena ia tidak suka campur dengan orang lain. Apa peraturan itu tidak bisa dikecualikan untuknya, atau setidaknya ia ada kamar sendiri? Berapa pun akan dibayarnya asal ia nyaman dan punya privasi sendiri.
"Anggap saja ini perjuanganmu untuk mendapatkan cinta ustadzmu itu," ujar Nayla.
Nadya nampak berpikir. Benar yang dikatakan Nayla. Baru awal saja ia sudah menggerutu, bagaimana nanti kedepannya? Pokoknya ia harus semangat, karena perjuangannya untuk merebut hati ustadznya itu masih panjang.
Tapi ia merasa ada yang aneh, biasanya para pria yang mengejarnya, sekarang ia yang harus mengejar kaum adam. Pikiran itu langsung dienyahkannya. Anggap saja Adnan berbeda dengan kebanyakan pria di luaran sana sehingga Adnan pantas untuk dikejar apalagi diperjuangkan.
"Aku mau nempatin kamar ini," pasrahnya.
Memungut kertas yang terlipat dari saku baju gamis, Nayla menyodorkannya ke arah Nadya. Nadya mengambilnya dan melirik sekilas. Pada bagian atas tertulis peraturan pesantren serta program yang harus diikuti selama ia jadi santri. Ia mengernyitkan kening saat membacanya. Banyak sekali kegiatan yang harus diikuti. Ia menyipitkan mata, merasa ada yang aneh dengan jadwal yang tertera di kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR CINTA USTADZ
Roman d'amourCerita ini hanya fiktif belaka. 💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧 "Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik...