Bab 7 Birrul Walidain

118K 8.1K 58
                                    

Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.

-Anonim-

☀☀☀


Nenek Halimah tidak melepaskan tatapannya barang sekejap pun ke arah Nadya yang sedang menikmati sarapannya. Nadya menyadari hal itu dan balik menatap neneknya sembari mulutnya tidak berhenti mengunyah. Kalau neneknya menatap seperti itu, biasanya ada hal serius yang ingin neneknya bicarakan.

"Ada apa, Nek?" tanya Nadya setelah makanan di mulut sudah ditelan.

"Ada yang mau Nenek omongin sama kamu, tapi habiskan dulu sarapanmu itu dan temui Nenek di ruang keluarga." Nenek Halimah berlalu dari hadapan cucunya.

Nadya kembali melanjutkan sarapannya. Selesai sarapan, ia menyusul neneknya ke ruang keluarga. Setibanya di sana, ia duduk di sofa berhadapan dengan Nenek Halimah. Tanpa tedeng aling-aling, ia langsung mengajukan pertanyaan, "Nenek mau ngomong apa?"

"Semalam Papa sama Mama kamu menghubungi Nenek menanyakan keberadaanmu. Mereka khawatir karena kamu tidak memberitahu mereka ke mana kamu akan pergi," beritahu Nenek Halimah.

Nadya terdiam. Mengapa baru sekarang mereka mencari tahu keberadaannya? Ke mana saja mereka selama ini? Bahkan, pada saat ia pergi liburan ke Bali selama satu minggu bersama teman-temannya, tidak pula mereka menghubunginya. Padahal waktu itu ia juga tidak memberitahukan mereka tentang kepergiannya.

"Nadya, kamu dengerin Nenek nggak?" Keras suara Nenek Halimah menyadarkan Nadya dari lamunannya.

Sontak Nadya terlonjak kaget. "Dengar." Ia terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan ucapannya, "Nenek bilang saja sama mereka kalau Nadya nggak butuh dikhawatirin. Urus saja pekerjaan mereka dan nggak usah peduliin Nadya."

"Astaghfirullah." Nenek Halimah mengelus dadanya. "Mereka kerja untukmu juga. Tidak seharusnya kamu bersikap seperti itu. Nenek yakin mereka sayang sama kamu."

Nadya mendengus sebal. Neneknya selalu saja membela papa dan mamanya. Coba neneknya berada diposisinya, ia yakin neneknya juga akan kecewa, sama seperti yang dirasakannya selama ini. "Mereka nggak sayang sama aku, Nek. Buktinya, mereka nggak ada di saat aku butuhkan."

"Jangan ngomong begitu. Kalau mereka tidak sayang sama kamu tidak mungkin mereka sekhawatir itu. Apalagi kamu anak semata wayang mereka."

Nadya menekuk wajahnya. Kedua tangannya mencengkeram ujung baju. Nadya mengerjap-ngerjakan matanya agar air yang berkumpul di pelupuk mata tidak tumpah. "Nadya udah kecewa banget sama mereka, Nek."

Nenek Halimah berpindah duduk di samping Nadya. Ia memegang kedua bahu cucunya sambil berkata, "Nenek tahu kamu kecewa, tapi kamu juga tidak boleh durhaka sama mereka. Surga itu ada di bawah telapak kaki ibu. Bila kamu menyakiti hati mereka, maka Allah akan murka. Ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Seorang anak wajib taat dan berbakti kepada orang tuanya. Kamu mengerti?"

"Nenek jangan bela mereka terus. Yang bersalah itu mereka, bukan aku," ucap Nadya sebal.

Nenek Halimah geleng-geleng kepala. Percuma dinasihati, sampai lebaran monyet sekali pun, Nadya tidak akan mendengarkannya. Para iblis sudah bersarang di hatinya sehingga susah menerima kebenaran.

"Nenek harap setelah ini kamu hubungi orang tuamu biar mereka tidak khawatir lagi."

Permintaan Nenek Halimah tidak diiyakan, malah Nadya berlari ke kamarnya.

MENGEJAR CINTA USTADZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang