Holiday

15 6 0
                                    

“Bukannya itu Bram ya?”

Lamunan Sam tiba-tiba buyar begitu saja. Dia segera menghidupkan motornya untuk mengejar Bram. Namun, motor Bram mogok dan sulit untuk menghidupkannya.

*Bruuumm

Sam berhenti di persimpangan

“Kemana perginya tuh anak? Cepat kali jalan motornya. Lagian kenapa motor ini harus mogok coba... Ah sudahlah, lebih baik aku pulang saja”

***

“Aar, kita tidak pergi syuting?”

“Tidak”

“Kenapa?”

“Aku berhenti”

“Kau sudah memulainya dan tiba-tiba saja memutuskan untuk berhenti?”

“Kau tidak tahu apa-apa Sam”

“Bagaimana mungkin aku bisa tahu jika kau tidak mau memberitahuku apa masalahmu?”

*diam

“Aaron, aku memang tidak tahu masalahmu apa, tapi jika kau sudah memulai sesuatu janganlah berhenti. Jika kau jatuh maka bangkitlah. Jika kau kehilangan carilah itu. Jika kau dalam kesulitan percayalah kemudahan pasti akan datang. Tidak apa jika saat ini kau tidak mau memberitahuku masalahmu, tapi percayalah aku bersamamu”

“Kau bicara seperti orang dewasa saja, ayo”

“Kemana?”

“Kau ingin kata-kata mu tadi sia-sia saja?”

“Tidak”

“Kalau begitu ayo pergi syuting”

4 bulan pun berlalu, akhirnya film ini mencapai setengahnya. Sejak kejadian yang lalu hubungan Aaron dan Zea sedikit renggang. Tidak ada percakapan seperti dulu lagi. Abrisam yang dari dulu sangat penasaran dengan lanjutan naskahnya, kini sangat bersemangat karena akhirnya dia bisa mengetahui naskahnya itu.

“Seperti janji kakak 4 Bulan yang lalu, lanjutan naskahku mana?”

“Nanti bakalan kakak kasih”

“Kapan?”

“Setelah kita sampai di tempat liburan?”

“Maksudnya?”

“Yah, kakak berencana untuk berlibur ke luar kota bersama kalian. Yang lain sudah setuju untuk ikut, hanya saja beberapa orang lagi menolak. Kakak juga membuat rencana seperti ini untuk menambah rasa persaudaraan diantara kita. Selain itu, hubungan Aaron dan Zea sudah sangat buruk, kakak ingin mereka berdua kembali berbaikan demi kesuksesan film ini”

“Liburan keluar kota?”

“Iya, kenapa? Kau tidak mau ikut?”

“Tentu saja aku akan ikut, ini yang kutunggu-tunggu dari dulu haha”

“Kalau begitu berkemaslah, kita akan berangkat besok sore”

***

“Jadi Cuma kita 8 aja ya yang bisa pergi?” tanya Clear

“Iya, kru yang lainnya sibuk dan memilih untuk berlibur bersama keluarganya” jawab Sun

“Sudah tidak ada yang tinggal lagi kan?” tanya Dika

“Tidak ada, ayo berangkat” jawab Sam

Mereka pun berangkat menuju lokasi liburan. Perjalanan ini memakan waktu yang cukup lama, yakni sekitar kurang lebih 4 jam untuk sampai di lokasi. Sesampainya disana, mereka langsung mencari hotel untuk beristirahat dan sebagai tempat tinggal sementara. Setiap kamar hanya boleh ditempati oleh 3 orang saja. Karena jumlah perempuan hanya ada 3 orang sedangkan laki-laki 5 orang, maka diputuskanlah hanya laki-laki saja yang akan mengambil undian untuk siapa yang akan tidur berdua dalam satu kamar. Akhirnya, Dika, Aaron, dan Abrisam mendapat kamar yang sama, sementara Sun dan Bram berada di kamar yang lainnya. Setelah itu, mereka pun masuk kedalam kamar masing-masing untuk beristirahat dan membersihkan diri. Tidak lama kemudian, semua pun terlelap kecuali Aaron. Dia tidak bisa tidur malam itu dan memutuskan memandang langit malam yang di penuhi bintang-bintang di teras hotel.
“Aar?” Zea tiba-tiba datang

“Eh Zea”

“Kamu ngapain disini?”

“Menikmati angin malam”

“Gak bisa tidur?”

“Sepertinya begitu”

“Aku juga”

Mereka berdua diam sejenak

“Bagaimana dengan Clear dan Green?” tanya Aaron

“Mereka sudah tidur duluan”

“Oh begitu ya”

“Uhm”

Keduanya kembali terdiam dan mencoba untuk mecari kata-kata apa yang cocok untuk memulai suatu percakapan.

“Aa, aa, Aar..”

“Iya?”

“Kau masih marah?”

“Marah karena apa?”

“Yah itu yang kemarin di Cafe”

“Ze, tak ada hal yang layak untuk disalahkan dari hal yang tak dapat diungkapkan seseorang” (sambil memegang kepala Zea dan tersenyum)
*degdeg

“Hmm” (senyum)

“Kenapa senyum?”

“Tidak ada”

“Oh iya Aar, kemarin kenapa tidak mau bicara denganku?”

“Bukannya aku tidak mau bicara denganmu, hanya saja kau yang tidak mau melihatku”

“Yah, aku masih takut loh”

“Kau takut dengan pacarmu sendiri?”

“Ah, ituuu... Kenapa tidak langsung bicara sama Zea? Kenapa harus menunggu Zea melihat Aaron?”

“Bukannya aku tidak mau bicara langsung denganmu, tapi kau saja yang terus lari dariku saat aku berusaha mendekatimu”

“Eh hehe, maaf deh”

Keduanya terdiam sejenak

(Memeluk Zea) “Aku mencintaimu kemarin, hari ini, dan esok hari”

*deg

(Aaron sedikit menunduk sambil tersenyum dan mengusap kepala Zea) “Aku tidak hanya melihat bintang bercahaya dimalam hari tapi juga melihatnya di siang hari. Dari sini cahayanya tampak begitu indah dan menawan” sambung Aaron

*deg

(Aaron tersenyum)

“Aaa.. A, eeh, kau terlalu hiperbola”

“Hehe, aku sudah terbiasa karena akting terus”

*Zea menggigil

“Kau kedinginan?”

“Sedikit”

“Perlu ku peluk lagi?”

“Apasih, cukup sekali aja”

“Hehe”

Aaron dan Zea terus bercerita dan bersenda gurau. Mereka bahkan tidak memperdulikan bulan yang setiap detiknya bergerak menuju Timur.

“Kau masih tahan?” tanya Aaron

“Uhm”

“Kita masuk aja yuk. Tidak usah dipaksakan, hari esok masih ada kok” (senyum)

“Idih, siapa juga yang mau lama-lama bareng kamu”

“Masa sih. Ayolah”

(Zea menarik tangan Aaron) “Kita masih remaja Aar, kau yakin hubungan kita ini akan terus berlanjut?”

(Mendekatkan wajah) “Hmm, pikiranmu terlalu jauh. Ayo” (mengusap kepala Zea)
“Uhm” (mengangguk)

Sebelum masuk keruangan, langkah kaki Zea tiba-tiba saja berhenti saat dia melihat sebuah gelang terjatuh dari tangan Aaron.

“Aar!”

“Ada apa Ze?”

“Ini..”

“Ah terima kasih”

“Masih ingat dengan gelang ini?”

LIKE FRIEND LIKE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang