Assalamu'alaikum readers 'SBS'
Adiba POV
Pagi ini adalah pagi terakhir aku disini di pesantren ini dan dinegeri ini. Karena besok hingga dua tahun kedepan aku akn tinggal di Kairo merajut cita-citaku.
"Assalamu'alaiku mbak.." Sapa beberapa orang bersamaan.
"Waalaikumsalam." Jawabku menatap siapa yang menyapaku.
"Mbak..mbak kita minta maaf dengan kejadian kemarin. Mbak maafkan kita mbak." Kata Kaila menunduk.
"Ada apa? Lupakan saja aku memaafkanmu. Tapi tolong jangan perlihatkan sikapmu yang seperti itu. Cerminkan sikap santri yang sesungguhnya. Bukankah umi telah mengajarkan kepada kalian. Kembalillah kekamarmu. Aku pamit, assalamu'alaikum." Kataku panjang kali lebar dan pamit.
"Waalaikumsalam.." Jawab mereka serempak.
Ketika aku berjalan menuju pendopo ada suara yang menghentikan langkahku.
"Adibaaaa.." teriak seseorang yang memelukku dari belakang.
"Waalaikumsalam neng." Jawabku membalikkan tubuhku kebelakang.
"Ehehe. Assalamu'alaiku Adiba." Katanya cengengesan.
"Waalaikumsalam apa kabar kamu Syila?" Kataku tersenyum ramah.
"Alhamdulillah kamu gimana? Masak aku baru kesini kamu dah mau berangkat lagi." Kata Syila menekuk wajahnya.
"Alhamdulillah. Namanya saja merajut cita Syill. Gimana kuliahmu?" Kataku merangkul sahabat masa kecilku.
"Kurang dua bulan wisuda." Jawabnya tersenyum.
"Yahhh aku dah di Kairo dong." Kataku menyesal.
"Iya. Jangan berangkat dulu napa?" Tanyanya dengan gaya bicara lesu.
"Hehehe. Kalau nundanya selama itu. Nanti nggak jadi kuliah dong." Kataku tersenyum.
"Iya juga ya. Ya udahlah yang penting kamu harus jaga diri baik-baik dan jangan lupa kalau dah disana kabarin aku..." pinta Syila.
"Siap. Bu arsitek." Kataku disambut tawa oleh Syila.
"Belom jadi..." Jawab Syila.
"Kamu mau kerja atau kuliah?" Tanyaku lagi.
"Pengen kerja sih. Tapi nggak tau kerja dimana dan apaan?" Curhatnya.
"Ya sudah kamu buat lamaran kerja kirim ke ASA grup. Tunggu panggilan interviewnya."
"Kok kamu enak banget ngomongnya. ASA Grup itu perusahaan besar. Kamu kira itu punya mbah mu apa?" Kata Syila ngedumel.
"ASA Grup itu milik aku Syila." Jawabku santai.
"Apaa?" Tanya Syila nggak percaya.
"Iya. Itu aku bangun tiga tahun lalu." Kataku.
"Subhanallah beneran kamu Dib. Makasih Diba.." Jawabnya kegirangan.
"Sama-sama. Yang ngurus itu temen-temenku.."
"Siap bos. Tapii.."
"Kenapa?" Potongku mendengar suara Syila ragu.
"Yang pegang temen-temenmu!" Jawabnya lesu.
"Tenang saja mereka nggak akan tanya macam-macam kok. CEOnya yang deket sini itu Farhan. Kamu taukan?" Tanyaku.
"Ha? Farhan Ghifari????" Tanyanya makin histeris untung tadi aku ajak ke taman belakang.
"Kenapa?" Tanyaku melihat raut wajah Syila yang begitu aneh ada semburat di pipinya.
"Nggak papa kok Dib."
"Jangan bohong. Wajah kamu nggak bisa bohong." Kataku datar.
"Ihhh. Iya!iya. Aku suka sama Farhan dari SMA Dib."
"Apa?" Tanyaku terkejut
"Iya."
Skip
"Assalamu'alaikum.."
"Waalaikum salam." Jawabku barengan sama Syila.
"Syil boleh pinjem Nimasnya?" Izin Ustadz Firman pada Syila.
"Jangan maen pinjem-penjem kali ustadz. Bukan makhrom." Kata Syila nggak suka.
"Baiklah tapi saya ada yang harus di omongin sama Nimas gimana?" Kata Ustadz Firman gak mau kalah.
"Nggak boleh. Nimas punyaku." Kata Syila memelukku.
"Syila jangan seperti itu sama ustadz Firman." Tegurku. Memang kita berteman. Tapi ya jaga image dikit diakan seorang ustadz.
"Ada apa ustadz Firman?" Tanyaku menundukkan pandangan.
"Bisa ikut saya?" Tanya Ustadz Firman
"Bisa, lalu Syila?" Tanyaku menatap Syila.
"Syila tunggu dirumah ya." Kata ustadz Firman halus.
"Iya deh iya." Kata Syila menekuk wajahnya.
"Kok gitu jawabnya?" Tanyaku menegur.
"Iya Adiba sayang aku ke rumah duluan Asslamu'alaikum." Putusnya dan pergi meninggalkan kita, aku dan Ustadz Firman.
"Waalaikumsalam."
"Nimas kamu beneran mau ke Kairo?" Tanya Ustadz Firman memecah keheningang diantara kita.
"Iya kenapa ustadz tanya seperti itu?" Tanyaku polos.
"Nggak. Kok rasanya kaya mau kehilangan kamu gitu ya?" Kata Ustadz Firman sukses membuat hatiku tersentak.
"Maksudnya?" Tanyaku yang masih menyembunyikan keterkejutanku.
"Entah ini perasaan yang seperti apa aku nggak tau. Aku nggak rela kamu pergi dari sini. Aku menyayangimu." Kata Ustadz Firman.
"Aku juga menyayangimu ustadz sama dengan aku menyayangi gus Faris." Kataku seadanya.
"Aku tau itu.. bisakah kau mengubah perasaan itu? Aku ingin memilikimu. Aku ingin mengkhitbahmu Adiba.." kata Ustadz Firman panjang kali lebar.
"Ku mohon jangan ucapkan kata-kata itu. Aku nggak ingin kamu terluka dan menjauh dariku. Aku menyayangimu sebagai kakak tidak lebih." Jelasku. Sesak yang kurasakan mendengar setiap kata dari Ustadz Firman.
"Aku nggak akan menjauh apapun alasannya." Katanya tersenyum. Dia pria sempurna dimataku namun hatiku masih sibuk dengan apa yang aku rasa.
"Jika aku lebih memilih dia. Aku tak mau membuatmu sedih. Tolong lupakan perasaan itu ustadz. Kamu berhak mendapatkan yang lebih dariku." Terangku.
"Baiklah jika itu maumu. Aku akan berusaha." Jawabnya tersenyum tipis. Aku tau dia sedih tapi apa boleh buat mimpiku menantiku.
"Gitu dong ustadz. Ustadz muda sepertimu pasti banyak yang ngelirik." Kataku tertawa. Membuat dia menatapku..
"Diba nggak boleh seperti itu." Tegurnya.
"Iya iya pak ustadz." Jawabku tersenyum.
Vote and commentnya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Santri Bukan Santri
Random. . . . Kisah itu tak terlalu jelas datang sekejab bagaikan embun Namun sangat menyejukkan Pertemuan singkat Kata tegar yang terucap Aku terlalu takut Takut terjatuh dan terluka Pada seorang hambaMu ????????????