Chapter 7

420 67 28
                                    

[ Author PoV ]

Cahaya senja masuk menembus melalui jendela. Menghasilkan sorotan cahaya selembut sutera. Menampakkan seorang pemuda yang tengah duduk dengan tenang.

Hembusan lembut angin sore membuat surai peraknya bergerak pelan. Manik merahnya tampak sayu. Perhatiannya tidak teralih sedikitpun dari selembar foto di tangannya. Foto itu terlihat sudah usang. Berbagai bekas lipatan tersebar dimana-mana, menciptakan pola tidak beraturan.

Tangan putih pucatnya membelai lembut permukaan foto. Meresapi wajah ceria anak-anak yang berfoto bersama.

Mereka adalah anak-anak dari Panti Asuhan Violet. Seorang anak bersurai perak terlihat tersenyum lebar. Menampakkan kebahagiaan di wajahnya. Anak itu adalah Mafumafu. Saat itu ia berusia sekitar 4 tahun.

Seorang anak laki-laki bersurai maroon terlihat menyeringai lucu. Tangan kirinya merangkul anak bersurai perak yang lebih pendek darinya.

Sedangkan di sisi kiri Mafumafu, terdapat seorang anak laki-laki bersurai blonde yang terlihat lebih dewasa darinya. Wajahnya tenang, menampakkan senyuman tipis nan tulus.

Mereka berdua adalah sahabat terbaik, sekaligus teman masa kecil Mafumafu. Mereka adalah Sakata dan Senra.

Sakata termasuk anak yang hiperaktif. Dia memiliki kemampuan fisik yang lebih hebat dibandingkan dengan Mafumafu dan Senra. Walaupun terkadang dia terlihat bodoh dan ceroboh, namun dia adalah orang yang peka terhadap sekitarnya. Dia adalah orang pertama yang akan menyadari keadaan sebelum Mafumafu dan Senra. Akan tetapi dia adalah orang yang paling naif diantara mereka.

Berbeda dengan Sakata, Senra memiliki kemampuan intelektual yang hebat, berbeda dengan kemampuan fisiknya yang rata-rata. Dia adalah anak yang paling pintar diantara anak-anak panti lainnnya. Senra selalu mengisi waktu luangnya untuk membaca. Sehingga tempat favoritnya adalah perpustakaan. Entah kenapa seorang Senra yang pendiam dapat berteman dengan Sakata yang hiperaktif. Apakah itu bisa dibilang sebuah takdir?

Melihat foto yang ada di tangannya, membuat Mafumafu teringat akan masa lalunya. Masa lalunya yang indah sekaligus kelam.

- Flash back on -

Angin malam berhembus pelan. Cahaya bulan yang lembut menyinari kulit putih nan polos. Kaki kecilnya melangkah pelan, meninggalkan suara telapak kaki yang menyentuh lantai kayu.

Keheningan malam menemani setiap langkah Mafumafu menuju halaman. Saat ini ia tengah berjalan untuk menemui Sakata dan Senra yang sudah menunggunya di halaman panti. Dengan tenang, Mafumafu menyusuri koridor.

Tiba-tiba telinganya mendengar sayup-sayup suara tangisan. Suara yang sangat familiar di telinganya. Suara tangisan ibu panti membuat Mafumafu mengubah tujuannya. Ia melangkahkan kakinya menuju sumber suara. Mafumafu berhenti tepat di depan kamar Sang ibu panti, Clara. Maniknya diam-diam memperhatikan dari celah pintu yang sedikit terbuka.

" Hiks..bagaimana ini? Aku-aku tidak bisa menyerahkan salah satu dari mereka! Mereka sudah kuanggap sebagai anak-anakku sendiri." Ujar Clara seraya tersedu-sedu.

" Aku tahu, tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita tidak punya uang untuk membayar hutang panti kepada mereka," lanjut Elena, salah satu pengurus panti.

" Aku tidak bisa memberikan apapun untuk mereka, dan sekarang aku akan merengut salah satu keluarga mereka. Bukankah itu sangat kejam? Apakah tidak ada cara lain!?" Seru Clara.

" Kita tidak bisa mencari uang sebanyak itu dalam waktu 2 hari." Sanggah Elena.

" Kesempatan lagi! Kita akan meminta kesempatan lagi kepada mereka!"

LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang