Chapter 17

7.8K 355 13
                                    

Pagi kembali menyapa diiringi teriknya matahari serta kicauan burung yang menyapa di pagi hari yang sejuk. Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Ali mengenakan kemeja kantornya dengan tergesa-gesa seperti terjadi sesuatu yang harus segera ia selesaikan. Prilly yang baru memasuki kamarnya setelah selesai membantu pembantunya memasuk di dapur mengernyit melihat Ali yang sudah rapi.

Ali yang melihat kehadiran Prilly menoleh sesaat sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda karena ia yang masih menatap Prilly. Ali memasang dasinya asal membuat dasinya tidak berbentuk seperti dasi pada umumnya. Prilly yang melihatnya menggeleng pelan sebelum melangkah mendekat memasangkan dasi Ali yang mulai lusuh itu.

Ali hanya diam sambil terus memandangi Prilly yang fokus pada dasinya. Sesekali Ali melirik jam tangannya diiringi decakan. Setelah Prilly selesai memasangkan dasinya, Ali langsung menyambar tas kerjanya.

"Aku berangkat dulu ya, jaga diri baik-baik! Assalamualaikum," Ali mengecup kening Prilly singkat dan berlalu keluar dari kamarnya.

Prilly mengangguk dan tersenyum singkat saat tubuh Ali menghilang dari balik pintu.

"Waalaikumussalam."

Setelah kepergian Ali, Prilly memilih membangunkan Icha yang masih tertidur pulas di kamarnya. Ia tersenyum memandangi wajah Icha yang terlihat menggemaskan saat tertidur.

...

Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ponselnya berkali-kali berdering namun sama sekali tak ia hiraukan. Matanya fokus menatap jalanan yang lenggang karena masih pagi jadi belum banyak kendaraan yang berlalu-lalang.

Tibanya di tempat yang ia tuju. Ia menurunkan sedikit kaca mobilnya menatap misterius sebuah bangunan tua yang berada di depannya. Ia melirik ponselnya yang masih berdering menandakan terdapat panggilan yang sama sekali tak ia hiraukan dari perjalanan.

Ali berangkat pagi bukan karena ada rapat di kantornya. Tetapi karena ada sesuatu yang mengharuskannya datang dan menyelesaikan semuanya dan tentunya dengan bantuan anak buahnya.

Ali menekan beberapa digit nomor di ponselnya menghubungi anak buahnya. Tatapan matanya fokus menatap sekeliling sebuah gedung tua yang menjulang tinggi di hadapannya sekarang.

"Halo,"

Suara dari anak buahnya di seberang telefon membuyarkan lamunannya. Dengan suara serak dan dingin ia langsung memberikan sebuah perintah atau lebih tepatnya sebuah strategi kepada anak buahnya.

"Berjaga-jaga di tempat masing-masing. Awasi gerak-gerik yang menurut kalian mencurigakan dan tentunya membahayakan bagi saya. Kalau ada sesuatu yang mengganjal, lakukan apa yang saya katakan tadi!"

Tuttt...

Sambungan telepon di tutup. Ali membuka pintu mobilnya perlahan. Sebelum benar-benar turun dari mobilnya, ia mengawasi sekitar. Setelah di rasa aman, ia langsung melangkah memasuki gedung tua itu.

Bau busuk seperti bau sampah dan bau bangkai mulai tercium saat ia membuka pintu gudang tua yang menjulang tinggi itu. Ia menutupi hidungnya sekedar menghindari bau busuk dan menyengat itu. Sesekali ia terbatuk karena udara di dalam gudang yang lembab. Tangannya mengibas-ngibas debu yang mengganggu indra penciumannya.

Prokk...prokk...prokk

Suara tepuk tangan yang menggema di dalam gudang yang sepi dan hanya di sinari cahaya matahari melalui celah jendela membuatnya tidak bisa melihat begitu jelas wajah seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu.

This Pain [ PROSES REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang