A Guardian (7)

478 62 10
                                    

Pemberontakan, kebakaran, asap. Jika ayah dan ibuku tidak datang lebih awal mungkin aku sudah terbakar dalam keadaan –setengah- telanjang dalam paviliun kecilku. Dalam balutan kimono putih dan keadaan yang mengenaskan. Sangat menyedihkan. Penduduk Joseon tidak menganggap kami sebagai musuh, tentu tidak. Tapi Oh Sehun adalah incaran utama mereka.

Mereka membawa obor yang berhasil membakar seluruh paviliunku. Mereka mengira Oh Sehun sedang berada di sana. Di saat asap mulai memenuhi ruang hampa di sekitarku, pintu paviliun terbuka. Aku melihat ayah dan ibuku yang berlari panik saat melihat tubuhku terbujur lemas di dalam kepungan asap. Sebelum mereka sempat membawaku pergi, aku telah kehilangan kesadaranku.

Saat terbangun, aku telah berada di dalam gua, dengan kimono hitam yang sudah menempel rapi pada tubuhku. Di sebelah kiriku perapian kecil menyala-nyala menghangatkan tubuhku, dan di depanku tampak ayah dan ibuku yang sedang membersihkan luka Oh Sehun.

Tentu aku terkejut dan seketika bangun saat melihat suamiku dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Perutnya tak henti-hentinya mengeluarkan darah, bibirnya memutih, keringat dingin yang mengalir deras dari dahinya. Matanya melihatku lemah sambil terbujur tanpa daya di depanku. Air mataku kembali menetes saat tangannya menggenggam tanganku dengan erat, aku menciumnya, berbisik padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun suaraku yang bergetar ketakutan sepertinya tidak banyak membantu.

"KATAKAN PADAKU DI MANA PARK CHANYEOL !"

Saat aku tersadar sepenuhnya, kami tidak hanya berempat di sana. Seorang pemuda, yang aku yakini adalah Panglima Xi berada di sana. Dia berteriak menginterogasi seseorang tak jauh dari posisi kami. Orang itu, bermata kecil indah, tubuhnya kecil namun sedikit berisi, seorang polisi. Butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa orang itu adalah bawahan Jenderal Park yang selalu berpatroli dengannya.

Mataku menatap mereka lama, hingga lelaki itu menatap mataku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Panglima Xi semakin mencengkeram kerah hanbok putih kusamnya, menatap matanya tajam. Meminta dengan paksa atas pertanyaan yang dilontarkannya pada lelaki itu.

Dia seorang polisi, dan harus kau tahu bahwa polisi bukanlah benteng yang mudah untuk ditembus pendiriannya. Karena lelah atas usahanya yang tidak membuahkan hasil, Panglima Xi melampiaskan kemarahannya. Tubuh pemuda itu telah terikat dengan sempurna, dan dengan tali sebesar itu, kau tidak usah bertanya bagaimana rasanya. Panglima Xi mencambuk lelaki itu, cambukan itu bersuara hampir seperti petir yang menggelegar di malam hari. Lelaki itu meringis kesakitan namun tetap tidak mau memberikan jawaban.

"Xi Luhan ! Berhenti !"

Oh Sehun bangkit, ya .. dengan luka yang ada di perutnya dan kondisinya yang sangat kritis itu. Mataku menatapnya takjub, suaranya masih lantang dan auranya masih berpendar terang seperti Jenderal di medan perang. Asal kau tahu saja, luka seserius itu mungkin bisa membunuhmu dalam waktu 1 jam. Tapi bagi Oh Sehun, kematian sepertinya akan menjadi hal termudah yang akan ditangkisnya.

Panglima Xi menatap suamiku, matanya merah penuh amarah. Wajahnya tegang dan lotot-otot lehernya timbul dengan sangat jelas di antara kulit putihnya. Entahlah, tapi dengan cahaya redup yang hanya berasal dari perapian kecil yang berada di belakangku, Panglima Xi terlihat cantik bukan tampan. Tapi sangat cantik.

"jangan menyiksanya, jika kau ingin lebih baik bunuh saja dia"

"dia adalah satu-satunya orang yang tahu di mana Park Chanyeol berada setelah menusukmu dari belakang"

Aku kembali menatap Oh Sehun. Melihat luka yang dipegangnya.

"sekeras apapun kau mencoba, dia tidak akan membuka mulutnya. Istirahatlah"

AITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang