"Apa harus kubunuh orang yang merebut hatimu terlebih dahulu itu ?"
Pelafalan penuh keyakinan itu jelas terdengar di telingaku. Tapi pikiran dan batinku masih sulit menerimanya. Aku tidak tahu siapa Oh Sehun, aku yakin saat itu adalah kali pertama aku bertemu dengannya. Tapi kenapa dia mengucapkan kalimat itu dengan begitu mudahnya, seakan dia tahu siapa diriku, siapa orang yang kucintai. Dan kenapa dia sangat terobsesi denganku.
Kami terdiam cukup lama setelah Oh Sehun mengatakan itu, hanya terdengar bunyi nafas antara kami berdua. Tatapan takut mataku pun tidak dapat kusembunyikan. Membayangkan Jenderal Park dengan darah bersimbah di sekitar lehernya sudah membuatku hampir menangis.
"kau sangat cengeng Kim"
Dengan sangat kurang ajar ia memanggil margaku tanpa akhiran apapun di belakangnya, benar-benar pemuda biadab. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi di hadapannya, amarahku sudah mencapai ubun-ubun. Namun akal sehatku memerintahku untuk diam dan hanya membalasnya lewat tatapan mata.
Pedang yang ada di tangan kirinya ia letakkan kembali dalam tempatnya. Kemudian ia berdiri, berjalan menuju balkon paviliun. Tangan kokohnya memegang pembatas balkon, tangan kanannya meraih dahan pohon yang ada di samping kanan balkon itu. Memetik sebuah apel dan kemudian memakannya sambil membalikkan tubuhnya menghadap padaku. Pinggangnya dengan santai ia sandarkan pada pembatas balkon paviliun yang sekarang ada di belakangnya.
Benar-benar terlihat seperti berandal dibandingkan Jenderal perang gagah dan berwibawa.
"apel ?"
Aku benar-benar tidak mengerti, beberapa menit sebelumnya dia mengancamku. Bahkan merendahkanku, memanggilku budak dan menelanjangi tubuhku dengan tatapannya. Tapi setelah itu dia dengan santainya menawarkan apel padaku.
"apa kau benar-benar tidak mau berbicara padaku ? padahal suaramu itu sangat menggoda"
Kami pun bertatapan mata sekali lagi, mata elang yang sangat kejam itu tiba-tiba terlihat mempesona di mataku. Sejak saat itu aku sadar bahwa aku sangat menyukai tatapan seorang Oh Sehun, tuan baruku.
Apel yang ada di tangan kanannya itu digigitnya lagi, membuat apel merah segar itu kehilangan bagian tubuhnya lagi. Tapi dia tidak berhenti menatapku, sedangkan wajahku pasti sudah semerah buah cherry. Memalingkan wajahku pun sepertinya sia-sia, leherku terlalu nyaman dengan posisi ini dan mataku telah terpesona dengan objek yang juga memandangku.
"bicaralah"
Lamunanku tentangnya pun buyar ketika ia berbicara sepatah kata padaku. Tapi, bibirku masih kelu untuk memberikan barang satu kata saja untuknya saat itu. Alasan lainnya, aku hanya ingin menatapnya saja saat ini.
"itu perintah"
Ucapnya lagi.
Karena dia mendesakku, jadi aku tak mempunyai pilihan lain lagi.
"apa aku orang Joseon pertama yang berada di paviliun ini?"
Tawa ringannya terdengar saat aku memberikan pertanyaanku. Aku tidak tahu bagian mana yang konyol atau lucu tentang pertanyaanku, aku hanya bertanya karena aku penasaran. Dia terlihat seperti seorang pemain wanita(meskipun aku bukanlah seorang wanita), karena itu aku penasaran.
"kau sangat lucu Kim Jong In"
Aku bingung dengan jawabannya, sungguh. Dia menyuruhku bertanya namun tidak menjawabnya dengan senada. Wajahnya kembali normal, tanpa senyuman berharga. Hanya bibir tipis yang diangkat di sisi kirinya. Matanya tetap menatapku dengan lembut, setidaknya lebih baik dari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AI
FanfictieKertas tua yang terluka akan goresan hidup Kim Jong In. Bukan sebuah saksi bisu sebuah kisah hidupnya namun sesosok pendengar yang bisa ia tumpui.